PURWOKERTO, Suara Muhammadiyah – Berbicara tentang HAM di Indonesia, Seringkali muncul diingatan kita tentang kasus HAM masa lalu yang kerap masih menjadi pekerjaan rumah (PR) yang tertunda tiap tahunnya. Di satu sisi, persoalan HAM juga hanya dijadikan salah satu sajian yang kerap dilemparkan saat pesta demokrasi lima tahunan, hal itu disampaikan oleh akademisi Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP), Elly Hasan Sadeli.
Menurutnya, peristiwa tersebut tidak berbanding lurus terhadap perlindungan dan penegakan HAM yang dirasa masih sebatas lip service atau seremonial belaka. Hal itu bisa diindikasikan dari penegakan HAM di Indonesia masih tebang pilih. Padahal, Indonesia memiliki perangkat hukum yang jelas untuk menindak kasus HAM berat masa lalu maupun upaya preventif pelanggaran HAM dimasa yang akan datang.
“Konsep HAM di Indonesia yang berlandaskan pada Pancasila dan UUD NKRI Tahun 1945. HAM sangat berkaitan erat dengan sila ke-2 Pancasila “kemanusiaan yang adil dan beradab”, yang diwujudkan salah satunya melalui sikap dan perilaku mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa,” kata Elly yang juga Ketua Program Studi PPKn UMP, Kamis, (10/12).
Dijelaskan, HAM pada dasarnya tidak melekat pada hukum atau konstitusi, hak tersebut inheren pada mediumnya yakni manusia itu sendiri. Segala sesuatu yang dimiliki oleh manusia dalam rangka untuk kebaikan dan memenuhi kebutuhan minimum hidupnya itulah hak asasi manusia.
“Dengan demikian, hakikat penghormatan dan perlindungan terhadap HAM ialah menjaga keselamatan eksistensi dignity manusia secara utuh dengan cara saling memuliakan, baik antar sesama individu, masyarakat, serta pemerintah,” jelasnya.
Elly mengatakan perjalanan panjang umat manusia dalam mempertahankan hidup dan kehidupannya merupakan suatu proses evolusi yang amat menegangkan. Manusia yang dihadirkan Tuhan ke muka bumi dalam rangka merawat semesta beserta isinya mengalami fluktuasi yang sering dihadapkan pada pertentangan antar manusia itu sendiri.
“Jika melihat sejarah kisah nabi Adam AS, kita bisa melihat putra beliau bertarung saling menumpahkan darah bahkan berakhir dengan pertaruhan nyawa hanya sekedar untuk mempertahankan kehormatan atau mungkin ego individu yang tidak dapat dikendalikan. Kejadian tersebut merupakan awal dari kematian manusia akibat manusia,” pungkasnya.(tgr)