Abdul Mu’ti: Perlu Peningkatan Kesejahteraan di Perbatasan

JAKARTA, Suara Muhammadiyah – Ada tiga isu strategis yang berkaitan dengan persoalan perbatasan dan pesisir yaitu, keamanan, kedaulatan, dan kesejahteraan. Tiga hal ini menjadi perbincangan yang sangat serius bagi kalangan akademisi, pengamat, dan peneliti. Namun yang sangat mengemuka dari ketiga hal ini adalah masalah kedaulatan, khususnya kadaulatan politik, hukum, serta ekonomi.

Abdul Mu’ti mengungkapkan bahwa persoalan perbatasan dan pesisir bukanlah masalah yang sederhana. Perlu adanya kerjasama dari berbagai pihak untuk menyelesaikannya. Tingkat kesejahteraan di daerah perbatasan juga mengalami kesenjangan dengan negara-negara tetangga. Maka berlakulah pribahasa yang berbunyi, rumput tetangga lebih hijau dari rumput sendiri.

“Kebetulan saya pernah melintas di daerah perbatasan antara Indonesia dan Malaysia yang berada di Kalimantan. Di sana lebih banyak produk yang berasal dari Malaysia dari pada produk dari Indonesia,” ujarnya.

Tidak semua perbatasan antara Indonesia dengan beberapa negara tetangga memiliki karakteristik yang sama. Masing-masing memiliki konteks kesejarahan yang unik dan menarik. Relasi antara Indonesia dengan Papua Nugini sangat berbeda dengan negara Timor Leste, dan begitu juga dengan Malaysia.

“Perbatasan menjadi permasalahan post kolonial yang tidak sederhana dalam penyelesaiannya,” ungkap Abdul Mu’ti pada Acara Webinar dengan tema “Melintas Batas dan Pesisir” dalam rangka Launching Pusat Studi Perbatasan dan Pesisir Universitas Muhammadiyah Jakarta, Kamis, 17 Desember 2020.

Latar kultur dan politik yang berbeda di perbatasan dapat menjadi sebuah peluang dan sekaligus tantangan. Hal ini pun juga menarik untuk diteliti. Bagaimana pun persoalan perbedaan negara jangan sampai membuat masyarakat terpisah secara kultur dan budaya. “Karena kita negara serumpun,” tegas pria yang menjabat sebagai Sekretaris Umum PP Muhammadiyah tersebut. (diko)

Exit mobile version