Infak menurut bahasa adalah dari kata anfaqa-yunfiqu-infaqan yang artinya mendermakan. Sedangkan menurut istilah adalah memberikan sesuatu kepada orang lain baik berupa harta maupun yang lainnya. Sebenarnya kalau melihat pengertian infak secara universal tidak hanya sekedar diartikan dengan mendermakan atau membelanjakan harta saja. Akan tetapi infak bisa diartikan juga memberikan segala sesuatu tidak hanya berupa materi tetapi juga non-materi. Namun dalam tulisan ini nanti akan lebih membahas pada infak dalam hal materi yang terkait masalah bidang ekonomi.
Ketika melihat realitas sosial yang ada di masyarakat, kita masih menjumpai masyarakat berkelas. Dalam artian ada masyarakat kelas kaya dan masyarakat kelas miskin. Kenapa harus ada masyarakat kelas kaya dan masyarakat kelas miskin. Lebih baik kalau miskin, sekalian miskin semuanya, atau kalau kaya, kaya semuanya saja, daripada harus ada masyarakat kelas kaya dan miskin. Karena ini merupakan bagian dari ketimpangan sosial yang akan menyebabkan kecemburuan sosial, sehingga masyarakat kelas miskin akan merasa adanya ketidakadilan di negeri ini.
Melihat realita yang terjadi sudah seharusnya bagi masyarakat kelas kaya mempunyai sebuah tanggungjawab sosial kepada masyakakat kelas miskin, sehingga nanti akan terwujudnya sebuah kesejahteraan. Karena beragama akan menjadi tidak kaffah kalau hanya mementingkan dimensi ketaatan secara ritualistik tanpa mementingkan dimensi kesejahteraan sosial. Ini sangat relevan pada Qs Al-Dzariyat: 51: 19, yang artinya : “Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian”.
Makanya di zaman kekhalifahan yang dipimpin oleh Khalifah Abu Bakar, memerangi kepada kaum muslimin yang tidak mau membayar zakat. Karena zakat ini adalah bagian dari infak yang hukumnya wajib. Islam ini telah memberikan tuntunan kepada umatnya untuk melakukan infak. Sehingga nantinya ada sebuah pemerataan kesejahteraan, dengan kata lain kesejahteraan tidak hanya didapat bagi golongan tertentu saja akan tetapi semua masyarakat merasakan sebuah kesejahteraan sejati.
Infak ini adalah bagian dari solusi untuk menjawab sebuah problematika ketimpangan sosial dengan masih banyaknya masyarakat miskin dan keterbelakangan. Muhammadiyah sendiri dalam teologi Al-Maun Ahmad Dahlan telah jelas bahwa hasil dari kita telah melakukan shalat, melakukan ketaatan secara vertikal akan berdampak kepada bagaimana diri kita dapat memberikan manfaat terhadap lingkungan sosial sekitar.
Kuncinya adalah sebuah kesadaran secara komunal bagi warga Muhammadiyah secara khusus dan bagi orang Islam serta warga Indonesia pada umumnya mempunyai rasa keberpihakan kepada kaum mustadh’afin. Bayangkan kalau Indonesia sudah mempunyai kesadaran tersebut, Indonesia akan menjadi negara sejahtera yang penuh dengan keadilan sosial sesuai dengan tujuan dari falsafah dari ideologi negara kita.
Tafsir, Ketua PWM Jawa Tengah
Sumber: Majalah SM Edisi 16 Tahun 2017