YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Bermula dari kesadaran KH. Ahmad Dahlan bahwa Muhammadiyah harus hadir sebagai transportasi pergerakan kemerdekaan Indonesia, maka lahirlah Hizbul Wathan (HW) sebagai salah satu roda yang terus berputar, melesat di atas medan bebatuan terjal ataupun aspal, dengan misi membawa penumpang agar sampai tujuan.
Haedar Nashir, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam sambutannya mengatakan, Hizbul Wathan yang berarti “Pasukan Pembela Tanah Air” telah menunjukkan wawasan serta semangat kebangsaannya. Melalui berbagai macam gerakan yang digagas oleh Muhammadiyah, mulai dari pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial, hingga gerakan berkemajuan berupa kepanduan Hizbul Wathan, seluruhnya menjadi bagian yang tak terpisahkan dan menjelma satu mata rantai kebangkitan nasional.
Milad Hizbul Wathan ke-102
“Bagi seluruh anggota, kader, dan pimpinan Hizbul Wathan, mulai dari tingkat pusat hingga ranting. Ketika hari ini kita memperingati Milad Hizbul Wathan yang ke-102, hayatilah bahwa keberadaan dan kehadiran Hizbul Wathan itu tidak lain sebagai wujud dari panggilan Keislaman dan Kemanusiaan semesta,” ujarnya dalam peringatan Milad ke-102 Hizbul Wathan pada Ahad, 20 Desember 2020.
Dengan kata lain, kehadiran Hizbul Wathan dapat didefinisikan sebagai wujud integrasi dan peran Keislaman untuk Keindonesiaan. Yang mana keduanya menyatu dalam jiwa, pikiran, dan tindakan. Harapannya agar Indonesia dengan mayoritas penduduknya yang muslim dapat meneruskan cita-cita para pendiri bangsa. Menjadikan Indonesia bangsa yang berkemajuan dan unggul dalam segala bidang.
Para pendiri dan penerus pergerakan Muhammadiyah menyadari bahwa Keislaman dan Keindonesiaan tidak dapat dipisahkan. Islam sebagai agama yang memiliki misi rahmatan lil alamin, untuk terciptanya baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Merupakan keadaan negeri yang menjadi dambaan dan impian seluruh manusia. Negeri yang selaras antara kebaikan alam dan kebaikan perilaku penduduknya. Negeri yang penduduknya makmur, namun tidak lupa untuk bersyukur.
“Dalam Milad ke-102 ini, mari kita hayati, perdalam, perluas, dan wujudkan integrasi antara Keislaman dan Keindonesiaan, sebagai bagian dari pergerakan kepanduan Hizbul Wathan yang melekat kuat dengan nilai-nilai pergerakan Muhammadiyah,” pesannya.
Haedar juga menekankan pentingnya wawasan berpikir moderat dalam menerima serta merespon berbagai persoalan bangsa. Sejak berdirinya, Muhammadiyah telah anti terhadap pandangan dan pemikiran yang konservatif, jumud, dan terbelakang. Menurutnya, kader Muhammadiyah harus memiliki pemikiran yang maju, yaitu pemikiran yang berlandaskan pada pendekatan bayani, burhani, dan irfani, baik dalam memahami aspek kebangsaan maupun keislaman. (diko)