Pandemi Covid-19 dan Pentingnya Modal Sosial
Oleh: Lina Handayani, Nuzulul Aqilah Mumtazah, dan Fitrianur
Saat ini, Indonesia masih dalam keadaan tanggap darurat terhadap wabah non-bencana alam pandemi virus corona (Covid-19). Virus Corona terus mewabah dengan penyebaran hampir di seluruh wilayah. Jumlah kasus yang dikonfirmasi, dalam perawatan hingga kematian, terus meningkat setiap hari. Hingga saat ini, belum ada yang dapat memprediksi kapan wabah virus corona ini akan berakhir (Erowati, dkk, 2020).
Pandemi Covid-19 membawa banyak masalah yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Bahkan, situasi ini tidak dapat diprediksi secara komprehensif. Dalam skala besar, di setiap negara mesti memastikan bahwa mereka dapat melewati situasi ini (Elgar, dkk., 2020). Sementara itu, mengurangi dampak yang ditimbulkan pandemi virus corona tidak hanya dengan melakukan protokol kesehatan serta perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), tetapi diperlukan juga modal sosial. Modal sosial memberikan sejumlah manfaat selama skenario krisis, terutama pada komunitas. Komunitas yang memiliki modal sosial cukup akan lebih efektif dalam merespons situasi daripada komunitas yang minim modal sosial (Rosidin, dkk, 2020).
Terdapat banyak bukti yang mendukung pentingnya modal sosial dalam proses manajemen krisis, baik dalam konteks bencana alam hingga pandemi. Jaringan yang kuat sangat menguntungkan individu dan komunitas dalam menghadapi skenario krisis, baik dalam fase respons jangka pendek maupun dalam proses pemulihan jangka panjang. Komunitas yang memiliki modal sosial yang cukup memiliki kinerja yang lebih baik dalam skenario bencana (Mutiara, dkk, 2020).
Fukuyama (2000) menjelaskan bahwa modal sosial merupakan sekumpulan nilai atau norma informal yang secara spontan terbagi di antara semua anggota kelompok atau komunitas yang memungkinkan mereka dapat bekerja sama yang dilandasi kepercayaan, saling menghargai, saling menghormati, kejujuran, rasa tanggung jawab, dan lain-lain (Supono, 2011). Dengan kalimat lain, modal sosial memaknai hubungan interpersonal dan jaringan sosial yang memberi orang rasa identitas, kebersamaan, dan tanggung jawab. Dalam konteks pandemi, modal sosial menggambarkan tanggung jawab untuk mempersiapkan dan menanggapi situasi pandemi (Wong dan Kohler, 2020).
Komunitas atau masyarakat yang memiliki modal sosial yang cukup cenderung dapat mencapai tujuan bersama dan menyelesaikan berbagai permasalahan dalam kelompok secara lebih mudah dan lebih cepat. Adanya nilai dan norma sosial yang dipegang teguh oleh semua anggota masyarakat memunculkan rasa saling percaya satu sama lain. Setiap komunitas di unit seperti desa, misalnya, mampu memunculkan banyak inisiatif. Insiatifnya berupa menentukan langkah-langkah konstruktif untuk menyelamatkan komunitasnya selama pandemi. Pada dasarnya, praktik sosial semacam ini telah lama menjadi bagian dari budaya masyarakat, dan ini menjadi satu titik pijak masyarakat dalam menahan dampak buruk Covid-19 (Regus, 2020).
Peran Modal Sosial
Berbagai studi menjelaskan tentang peran modal sosial dalam penanggulangan penyebaran Covid-19. Wu (2020), misalnya, menyatakan bahwa modal sosial mempengaruhi cara masyarakat merespons kejadian wabah Covid-19 melalui kerja sama, meningkatkan penerimaan dan pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam bentuk kepercayaan dan norma-norma di tingkat individu, membantu memobilisasi sumber daya dalam berbagai bentuk jaringan di tingkat komunitas, dan pemenuhan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan di dalam konteks negara.
Sementara, Fraser dan Aldrich (2020) menemukan bahwa Jepang, yang memiliki rasa keterikatan dan jaringan sosial yang kuat, justru lebih berisiko terpapar Covid-19 karena masyarakatnya memegang teguh nilai-nilai kebersamaan, saling menghormati, dan saling membantu. Akan tetapi, studi tersebut juga menunjukkan bahwa Jepang berhasil menurunkan dampak Covid-19 dengan cepat. Hal ini karena mereka responsif untuk bekerja sama mengatasi masalah tersebut. Mereka saling membantu, berempati, dan memiliki kepercayaan yang kuat satu sama lainnya. Demikian juga di beberapa negara yang memiliki modal sosial cukup, seperti Austria, Jerman, Italia, Belanda, Swedia, Swiss, dan Inggris. Meskipun di negara-negara tersebut menunjukkan kasus positif Covid-19 sangat tinggi, tetapi bersamaan dengan itu pula, mereka berhasil menurunkan jumlah kasusnya (Bartscher, dkk., 2020).
Kondisi yang berbeda justru terjadi di Amerika Serikat, di mana warganya memiliki komitmen individu yang tinggi terhadap institusi sosial, sehingga sensitivitas mengenai menjaga jarak lebih kuat. Kebiasaan hidup yang cenderung individualistik dan ketaatan untuk menjalankan protokol kesehatan mengakibatkan penyebaran Covid-19 terlihat lebih lambat dan mempermudah penurunan kasus (Ding, dkk., 2020). Dengan kata lain, komitmen individu terhadap institusi sosial sebagai modal sosial, Amerika Serikat dianggap berhasil menurunkan tingkat penularan virus dan sekaligus penurunan kasus.
Sementara itu, Indonesia memiliki karakteristik yang unik. Warganya memiliki rasa solidaritas, empati, keinginan untuk saling menolong, dan memiliki jaringan sosial yang kuat, sehingga memudahkan bekerja sama. Karakteristik tersebut merupakan modal sosial Indonesia. Sikap dan perilaku suka membantu dan menolong sesama tersebut merupakan bagian dari modal sosial yang sangat dibutuhkan di masa pandemi ini. Salah satu contoh kegiatan yang menggunakan modal sosial adalah gerakan sosial Solidaritas Pangan Jogja (SPJ) dan Jaringan Lintas Iman Tanggap Covid-19 (JIC) yang berlandaskan pada tiga hal, yaitu adanya identitas kebersamaan, rasa ketidakadilan, dan solidaritas.
Dua gerakan sosial tersebut memiliki tujuan yang hampir sama, yaitu menciptakan kesadaran sosial di masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup sesama manusia tanpa memandang suku, agama, atau golongannya (Haryadi dan Malitasari, 2020). Demikian pula yang dilakukan oleh Muhammadiyah, sejak awal Covid-19 dinyatakan sebagai pandemi, melalui pembentukan Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) yang merupakan kontribusi besar Muhammadiyah dalam mengatasi pandemi Covid-19 di Indonesia.
Semangat berfastabiqul khairat terwujud dalam nilai-nilai altruisme dan saling membantu sesama manusia melalui kesiapan tenaga kesehatan di sejumlah rumah sakit milik Muhammadiyah yang menangani pasien terinfeksi Covid-19. Selain itu, modal jaringan yang kuat dan kepercayaan dari berbagai pihak membuat Muhammadiyah mampu menjalin kerja sama dalam menanggulangi dampak Covid-19 di Indonesia, misalnya dengan Kementerian Kesehatan RI, UNICEF, dan beberapa perusahaan besar di Indonesia (Ichsan, 2020). Demikian pula pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 di berbagai universitas milik Muhammadiyah, misalnya di Universitas Ahmad Dahlan.
Akan tetapi, uniknya, di Indonesia, rasa kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah relatif rendah. Hal ini dipicu oleh banyaknya penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang yang berujung pada tindakan korupsi, seperti kasus terbaru korupsi dana bantuan Covid-19 di Kementerian Sosial. Ujungnya, komitmen masyarakat untuk mentaati kebijakan pemerintah tentang Covid-19 pun rendah, sehingga usaha untuk menurunkan kasus Covid-19 pun menjadi lambat.
Paparan fenomena di atas menunjukkan bahwa peran modal sosial dalam menanggulangi penyebaran Covid-19 sangat penting. Modal sosial jauh lebih penting daripada instruksi pemerintah. Modal sosial ini sangat mempengaruhi cepat atau lambatnya penanganan Covid-19, meskipun unsur modal sosial di satu daerah atau negara berbeda dengan daerah atau negara lain, sesuai dengan kultur masing-masing.
Negara dengan karakteristik individual pada umumnya memiliki unsur modal sosial berupa komitmen dan kepercayaan tinggi terhadap peraturan, sehingga dapat memperlambat laju penyebaran Covid-19. Sedangkan di negara dengan karakteristik rasa sosial yang tinggi, yang biasanya memiliki modal sosial berupa nilai kebersamaan dan norma kebaikan, seperti senang berkumpul atau bersilaturahmi, dan berkunjung ke rumah orang lain, cenderung lebih cepat dan mempermudah penyebaran Covid-19 karena interaksi sosial yang cukup tinggi di masyarakat.
Namun, di sisi lain, rasa kebersamaan dan jaringan yang kuat justru menimbulkan kerja sama dan lebih responsif dalam menanggulangi dampak Covid-19 di masyarakat, misalnya dengan membantu orang-orang yang dinyatakan positif. Covid-19, membantu para tenaga medis, dan menolong masyarakat yang terkena dampak. Oleh karena itu, modal sosial yang dimiliki oleh suatu kelompok masyarakat atau budaya masyarakat dapat menjadi salah satu solusi yang perlu diterapkan dalam melakukan upaya pencegahan penularan dan penanggulangan Covid-19.
Lina Handayani, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM), UAD
Nuzulul Aqilah Mumtazah, mahasiswa Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat, FKM, UAD
Fitrianur, mahasiswa Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat, FKM, UAD.