Kaderisasi Menumbuhkan Kesadaran Kolektif

Kaderisasi Menumbuhkan Kesadaran Kolektif

Kaderisasi Menumbuhkan Kesadaran Kolektif

Kaderisasi Menumbuhkan Kesadaran Kolektif

Oleh: Preli Yulianto

Organisasi IMM merupakan organisasi Islam sebagai wadah bagi berbagai kalangan mahasiswa dalam mengembangkan potensinya yang bergerak secara garis besar pada unsur intelektualitas (kemahasiswaan), humanitas (kemasyarakatan), dan unsur religiusitas (aqidah agama Islam/keagamaan) dalam jangka panjang untuk mewujudkan akademisi dan masyarakat Islam yang sebenar-bernarnya (tajdid).

Sebagai salah satu bagian dari gerakan kader dalam Muhammadiyah orientasi kekaderan IMM diarahkan pada terbentuknya kader yang siap berkembang sesuai dengan spesifikasi profesi yang ditekuninya, kritis, logis, trampil, dinamis dan utuh. Kualitas kader yang demikian ditransformasikan dalam tiga lahan aktualisasi yakni: persyarikatan, umat dan bangsa. (Sistem Pengkaderan Ikatan, 2011).

Kesadaran kolektif sangat dibutuhkan bagi organisasi apabila ingin mewujudkan aktualisasi gerakan guna mewujudkan organisasi berkemajuan. Proses terjadinya kesadaran kolektif dipengaruhi oleh kaderisasi yang pemicu kesadaran individu. Fase kaderisasi merupakan kontruksi yang akan menumbuhkan kesadaran kolektif hingga membangun IMM seperti bangunan kokoh demi mewujudkan IMM progresif.

Ada kata-kata yang terniang dan perlu diresapi bagi kader IMM sebangsa dan setanah air dimanapun berada bahwa Buya Ahmad Syafi’i Maarif pernah berkata: “Kerja intelektual adalah pekerjaan seumur hidup, melelahkan dan tak pernah puas”. Sebagai generasi bangsa sudah seyogyanya menjadi cendekiawan berpribadi intelektual, humanis, dan religius guna menjadi pemimpin yang arif dan bijaksana anggun moral dan berintelektual.

Kesadaran Kolektif

Dalam mewujudkan organisasi yang berkemajuan dibutuhkan gerakan menyeluruh, terarah dan konsisten dalam mewujudkannya. Dalam artian, subjek (pelaku) organisasi tersebut harus menyamakan satu tujuan, satu arah, satu sasaran, dan satu komando, serta ditambah lagi adanya kerjasama yang rekat (ukhuwah islamiyah). Dari uraian tersebut dapat ditarik makna IMM membutuhkan kesadaran kolektif.

Apa itu kesadaran kolektif? Kesadaran kolektif akan terbentuk apabila masing-masing kader IMM sadar akan pentingnya perubahan yang dapat dimaknakan sebagai kesadaran individu (kesadaran kader) yang berproses (becoming) membentuk kontruksi berfikir maupun tindakan yang mengarah pada kesadaran kolektif. Kesadaran kolektif Ikatan merupakan suatu pemikiran maupun tindakan yang berujung kesepakatan (konsensus) hingga memicu ke arah gerakan ikatan yang lebih baik berupa transformasi sosial.

Sedangkan, kesadaran kolektif menurut Sani (2017) dalam buku Manifesto Gerakan Intelektual Profetik IMM menjelaskan bahwa kesadaran yang dibangun berdasarkan cita dan semangat mencari ilmu sebagai ruh personal maupun kolektif ikatan dalam menciptakan kondisi yang lebih baik. Kesadaran dalam ikatan merupakan penilaian ikatan dalam berbagai sisi dan potensi atau kekuatan dalam melakukan transformasi sosial.

“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur, mereka seakan-akan seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh” (Q.S. As-Saff ayat 4).

Dalam Al-Quran Surat As-Saff yang berarti barisan kokoh dalam ayat 4 juz 28 dijelaskan bahwa dalam sholat berjamaah diisyaratkan untuk meluruskan shaf sholat, tetapi dalam surat tersebut ditemukan kata shaffa yang bermakna barisan pasukan umat Islam harus lurus dan kokoh. Memang secara subtansial barisan tersebut berkenaan dengan barisan perang. Namun, pada hakekatnya semua barisan itu sama baik barisan sholat, barisan dakwah maupun barisan perang yang harus kokoh.

Hal tersebut berkaitan dengan gerakan dalam Ikatan yang harus kokoh, dan kuat dalam tujuan. Jikalau organisasi IMM ibarat bangunan, dan ingin kokoh berarti dibutuhkan kesadaran individu (kader) sesuai nilai dasar ikatan dan profil IMM, bertranformasi menuju kepakatan (konsensus) yakni, kesadaran kolektif dengan barisan teratur mewujudkan bangunan yang kokoh agar terwujudnya tujuan IMM demi kemaslahatan umat.

Harapan besar itu sinergi IMM dari tingkat komisariat (PK IMM), cabang (PC IMM), daerah (DPD IMM), internasional (Cabang Istimewa IMM) hingga tingkat nasional (DPP IMM) apabila merapatkan barisan yang teratur dengan solid yang merupakan wujud dari amaliyah As-Saff ayat 4 dalam membumikan gerakan dakwah amar makhruf nahi mungkar maka akan terwujud harapan umat yang bermartabat penuh dengan kedamaian dan kesejahteraan.

Petuah dari M. Abdul Halim Sani pernah berkata: “tindakan yang baik tak terorganisir akan mudah dikalahkan dengan kejahatan yang terorganisir”. Secara gamblang kita bisa memahami pentingnya kesadaran kolektif yang mengharuskan organisasi IMM yang tuntas secara internal agar mampu bertransformasi sosial.

Fase Kaderisasi sebagai Kontruksi Progresif

Menjadi catatan penting bagi IMM jikalau ingin lepas dari zona internalisasi yang tidak normal terutama ditingkat komisariat sebagai akar rumput pengkaderan (basis utama) yang harus menjalankan kaderisasi secara konsisten dan kompeten untuk menumbuhkan kesadaran kolektif guna IMM progresif.

Mengenai problematika pengkaderan menurut Ahmadi dan Anwar (2014) menjelaskan bahwa persoalan yang sering sekali di jumpai selama ini adalah adanya ekspetasi yang cukup besar terhadap pengkaderan formal. Seakan-akan dengan adanya pengkaderan formal, proses pengkaderan menjadi selesai. Padahal, penentu yang lebih besar terhadap proses pengkaderan adalah pasca pengkaderan formal (follow up). Dimana proses kader lebih banyak berinteraksi dengan sesama kader, pimpinan dan gerakan lain diluar IMM.

Sering kita jumpai pengkaderan yang sifatnya seremonial yang hanya event organizer bukan target oriented sehingga menimbulkan sistem yang tidak berjalan seperti semestinya. Hal ini lah yang menjadi permasalahan yang fundamental bagi ikatan alias jauh dari kesadaran kolektif karena output pengkaderan menghasilkan kader yang kemungkinan besar dominan sebagai kader-aktivis (piramida kader).

Kontruksi yang demikian menimbulkan pincangnya organisasi lantaran hanya nebeng nama dalam organisasi tetapi kontribusi jauh dari harapan. Pada hakekatnya, pengkaderan tidak hanya dilakukan secara resmi yang terdiri dari pengkaderan utama (DAD, DAM, DAP), pengkaderan khusus (LID, LIM, LIP), dan Pengkaderan Pendukung yang sifatnya formal. Pengkaderan tidak lanjut yang lalu disebut kaderisasi yakni, proses pelatihan atau pendidikan agar menjadi kader yang militan.

Kaderisasi yang membekas dan cenderung efektif dan efisien dan dapat menghasilkan kader-kader yang tangguh malah sering terjadi pada pasca pengkaderan yang menjadikan kader tumbuh dan berkembang melalui majelis-majelis ilmu baik dari wejangan para senior berpengalaman, mentoring (gerakan jamaah dan dakwah jamaah), pelatihan-pelatihan non formal, maupun alam bebas dengan segala dinamika sosial dalam menjalankan amanah Ikatan.

Fase kaderisasi memiliki tahapan-tahapan alias sistem yang apabila kader tidak berproses atau loncat tupai akan cenderung menjadi kader yang prematur lantaran tidak berproses dan kebanyakan cenderung membawa sistem organisasi yang lebih dulu diikuti. Sejatinya IMM sudah memiliki sistem yang jelas, dan memiliki ciri objektifitas gerakan tersendiri yang sudah memiliki kultur yang melekat di dalamnya. Fase kaderisasi dapat di kategorikan dalam 3 tahap secara normal yakni:

Pertama, fase internalisasi yang merupakan fase awal peletakan nilai-nilai IMM (Nilai Dasar Ikatan dan profil IMM) yang memposisikan kader sebagai objek dalam kaderisasi IMM dan Muhammadiyah yang sifatnya fundamental, sedangkan sebagai subjek karena kader sebagai pelaku yang dijadikan tokoh kaderisasi guna pengutan nilai-nilai IMM maupun Muhammadiyah secara intens pasca pengkaderan utama sebagai refleksi dari tindak lanjut dari sifat pengkaderan yang berkesinambungan.

Biasanya dalam fase internalisasi ini berisi kurikulum kaderisasi dilaksanakan secara formal maupun non formal (mentoring) yang bersubtansi pada pendalaman materi menu pengkaderan utama (DAD) (sesuai Grand Design) yang sudah dilaksanakan yaitu: Ketahuidan, ke-Muhammadiyah-an, ke-IMM-an, dan Muatan Lokal. Pada intinya fase internalisasi ini berlangsung sebelum output pengkaderan (kader) menerima Syahadah (ijazah) dan di izinkan mengenakan Almamater IMM maupun pernak pernik identitas IMM. Hal tersebut bertujuan ketika aktif dalam IMM mampu menjalankan nilai-nilai IMM secara konsisten.

Kedua, fase implementasi merupakan fase penerapan nilai-nilai IMM dan pemahaman Ke-Muhammadiyah-an maupun hasil pemahaman kultur IMM. Jikalau fase internalisasi memahami sistem IMM, pada fase ini kader IMM harus mampu menjalankan sistem dalam IMM dan mampu membaca situasi lingkungan. Fase ini biasanya ditandai dengan adanya kesadaran individu (kader) dengan mampu menerapkan nilai-nilai IMM maupun nilai-nilai Muhammadiyah.

Pada fase ini biasanya kader sudah bisa menjadi kader pemikir, dan konseptor (piramida kader) hingga menjadi harapan terwujudnya kesadaran kolektif dalam Ikatan. Fase ini kader harus bisa membina kader angkatan sebelumnya sebagai upaya implementasi keilmuannya. Pada fase ini, memumbuhkan harapan baru bagi IMM untuk menghimpun kekuatan (power) dalam menghelatkan visi dan misi ikatan sehingga mampu bertranformasi sosial.

Ketiga, fase aktualisasi merupakan fase terjemahan dari gerakan IMM untuk menjalankan menjadi cendekiawan muslim sejati dengan menghelatkan gerakan menyebar seperti benih (diaspora) pada lahan akualisasi menjadi kader persyarikatan, umat, dan bangsa. Justru pada fase ini kader IMM yang sudah puripurna tanpa menghilangkan identitas sebagai kader ikatan akan mewarnai dan terus membumikan gerakan ikatan dengan cara lain untuk mewujudkan tujuan IMM progresif.

Preli Yulianto, Mantan Ketua Umum PK IMM FP UM-Palembang Periode 2018-2019

Exit mobile version