Momentum Transformasi Budaya Organisasi di Era New Norma

Momentum Transformasi Budaya Organisasi di Era New Norma

Oleh: Halsi Naning Farida, SAP

Dampak adanya Pandemi Covid-19 memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap seluruh dimensi kehidupan manusia, baik itu sebagai makhluk individu ataupun makhluk sosial. Ketidakpastian akibat dari munculnya pandemi Covid-19 ini menyebabkan berubahnya berbagai tatanan elemen yang ada. Bukan hanya masalah kesehatan seseorang bahkan semakin meluas dalam berbagai bidang kehidupan. Pembatasan sosial ataupun pembatasan dalam hal mobilisasi menjadi titik balik dimana interaksi manusia yang merupakan hal alami menjadi harus dibatasi bahkan saat ini interaksi dialihkan dalam bentuk virtual. Hal ini menjadi sebuah kegalauan mengingat bahwa tidak semua aktivitas dapat dilakukan dalam jarak jauh.

Akibatnya, saat ini banyak aktivitas yang memaksa mereka untuk berhenti terutama dalam sektor organisasi profit atau bisnis dengan sistem padat karya, sehingga memberikan dampak banyak pekerja yang harus di rumahkan. Menerapkan kebijakan bekerja jarak jauh atau work from home memang menjadi salah alternatif pilihan organisasi agar mampu mempertahankan segala aktifitas dan eksistensi sejak pandemi Covid-19 mulai melanda di Indonesia.

Sebuah organisasi bisnis dalam skala kecil atau besar yang tidak mau dan tidak bisa beradaptasi dengan kondisi pandemi covid-19 tidak akan mampu bertahan terhadap gangguan krisis. Oleh sebab itu, organisasi harus fokus dalam mengembangkan kontinuitas bisnis menuju tatanan baru di era new normal ini. Istilah new normal dalam ekonomi merujuk pada kondisi krisis keuangan 2007-2008 dan pasca resesi global 2008-2012 (Kemenkeu).

Pada kondisi saat ini Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga menekankan bahwa konsep work from home mampu diadaptasi menjadi flexible working space untuk meningkatkan kinerja di masa new normal ini. Dengan kata lain peran teknologilah yang berperan sangat penting dalam sebuah tatanan baru atau konsep baru untuk memajukan kinerja sebuah organisasi. Pesatnya perkembangan teknologi perlu diintegrasikan dalam budaya organisasi. Selain sebagai penyesuaian dengan perkembangan zaman, jugadapat menjadi tuntutan yang harus dilaksanakan atas protokol kesehatan. Penguatan dari dua sisi baik dari infrastruktur teknologi ataupun budaya organisasi memerlukan upaya agar kinerja organisasi tidak mengalami kemunduran atau drop yang signifikan.

Transformasi Budaya Organisasi

Terjadinya krisis global akibat pandemi Covid-19 banyak mendorong berbagai negara menuju jurang resesi yang harus dihadapi begitupun dengan indonesia, sehingga budaya yang adaptif menjadi sebuah ketidakmungkinan. Dalam hal ini ketegasan manajemen senior dalam organisasi sangat diperlukan untuk membangun dan menerapkan sebuah planing usaha yang berkesinambungan dan berkelanjutan di tengah resesi ekonomi yang saat ini terjadi. Adapun sebuah transformasi budaya kinerja yang lebih fleksibel dan terkontrol menjadi salah satu indikator sebuah keberhasilan adaptasi organisasi.

Perkembangan paradigma dari work from office menjadi work from home hingga work from everywhere harus diteapkan dan diadaptasi dengan baik. Perubahan perilaku dan pola pikir hingga penguatan platfrom digital yang memfasilitasi komunikasi selama masa pandemi atau pada situasi krisis seperti Covid-19 seperti ini menjadi sangat dibutuhkan. Dengan demikian dapat ditekankan bahwa transisi sebuah organisasi memiliki keterkaitan dengan infrastruktur teknologi, dan juga sebaliknya.

Budaya organisasi dalam hal ini memiliki peran yang sangat penting sebagai sistem kontrol atas sikap dan perilaku anggota organisasi melalui nilai-nilai etis dan kepercayaan yang berlaku. Menerapkan budaya organisasi yang sesuai dan tepat dapat memengaruhi ketahanan organisasi dalam situasi apapun bahkan situasi krisis sekalipun, bahkan dapat membuka peluang untuk beradaptasi dan memberikan berinovasi serta ide-ide kreatif untuk menciptakan keuntungan yang lain.

Dasar esensi dari sebuah budaya organisasi adalah pembiasaan, untuk itu pendekatan yang sigap dan cepat yang dilakukan organisasi dalam masa-masa krisis seperti ini sangat memengaruhi kecepatan dan ketepatan dalam beradaptasi. Salah satu situasi krisis pandemi Covid-19 adalah dengan mengurangi interaksi secara langsung, sehingga pendekatan teknologi yang memegang kunci kendali dalam adaptasi organisasi. Oleh sebab itu, dalam upaya menghadapi tren pasar yang cukup dinamis di masa pandemi memerlukan sebuah adaptasi yang lebih cepat, tepat dan sigap dengan dukungan dari seluruh elemen pemangku kepentingan di sebuah organisasi.

Melakukan sebuah transformasi budaya dengan memanfaatkan komponen teknologi tidak hanya sekedar mendukung kinerja sebuah perusahaan, melainkan juga sebagai bentuk upaya dalam mempertahankan tenaga kerja sehingga dampak pengangguran tidak semakin banyak. Sinergi dan transparansi menjadi sesuatu hal yang sangat diperlukan pada elemen perusahaan agar sistem dan skema dari adanya budaya baru dapat berjalan secara efektif, efisien dan tepat sasaran. Dalam melakukan transformasi budaya juga perlu memperhatikan penguatan sumber daya manusia dalam masa krisis, mengingat manusialah yang menjadi titik inti atau motor penggerak organisasi.

Tanpa adanya kesiapan sumber daya manusia maka pembaharuan infrastruktur teknologi tidak akan memberikan kebemanfaatan dengan begitu, pemahaman bahwa tidak semua organisasi siap denganadanya transformasi ke dalam budaya yang serba terdigitalisasi. Ini menjadi sebuah pembelajaran yang sangat penting bahwa kemampuan budaya organisasi dalam beradaptasi dengan seluruh elemen sumber daya menjadi kunci utama keberlangsungan usaha dalam jangka panjang. Memfokuskan pembangunan platfrom tenaga kerja digital yang komprehensif perlu ditekankan bagi sebagian organisasi yang memiliki budaya adaptif, dengan demikian proses adaptasi terhadap teknologi dapat berlangsung secara dinamis dan berkesinambungan.

Melakukan adaptasi dan penerapan budaya baru dengan baik maka memungkinkan terjadinya kenaikan atau peningkatan produktivitas di era new. Kenyataannya “new normal” atau normal baru begeser menjadi “new norma” atau norma baru tanpa menghilakan atau bahkan melunturkan budaya dan nilai-nilai luhur dari organisasi itu sendiri.

Halsi Naning Farida, SAP, Magister Administrasi Publik Universitas Brawijaya

Exit mobile version