Melihat Islam di Spanyol: Dulu dan Kini
SPANYOL, Suara Muhammadiyah – Banyak yang mendefinikan Islam sebagai way of life. Karena Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. menekankan inti ajarannya pada penanaman nilai-nilai kemuliaan di dalam perilaku dan akhlak pemeluknya. Sebagaimana telah disampaikan oleh sang Utusan, “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia”.
Sejak awal kemunculannya di Jazirah Arab yang gersang, Islam menyebar ke seluruh penjuru dunia dalam waktu yang sangat singkat, bak gelombang yang tak terbendung oleh garis-garis geografis, sosial, ras, budaya, hingga dalam pergaulan antar agama.
Yang menarik, ada fakta bahwa Islam tidak akan lenyap atau hilang dari muka bumi. Tetapi tidak dapat dipastikan di mana Islam berada. Sebagaimana yang terjadi di Andalusia, Tempat Islam dulu berjaya, dan saat ini muslim menjadi umat minoritas di sana. Hal ini tentu dapat menjadi refleksi bagi uamt Islam di Indonesia. Apakah Islam dan pemeluknya akan tetap menjadi agama dan umat mayoritas di negeri dengan garis pantai terpanjang di dunia, atau malah sebaliknya.
“Bukan hal yang tidak mungkin bahwa Islam di Indonesia akan redup dan bahkan hilang seperti Islam di Andalusia,” ujar Idham Badruzaman, Akademisi UMY yang saat ini menempuh studi S2 dan S3 di Madrid, Spanyol.
Oleh sebab itu Idham mengingatkan kepada kita akan pentingnya membaca dan mempelajari sejarah Islam di Andalusia, yang diharapkan dapat meningkatkan semangat untuk bisa mempertahankan keislaman dengan segala sinergitas semua organisasi Islam yang ada di Indonesia, khususnya Muhammadiyah. Ia menjelaskan bahwa kehancuran Andalusia disebabkan oleh perpecahan dari kalangan internal umat Islam sendiri.
Sejarah kelam Andalusia di bawah kekuasaan Islam mencatat bahwa ada seorang paman yang dibunuh oleh keponakannya sendiri hanya karena masalah kekuasaan. Fakta ini menunjukkan bahwa perebutan kekuasaan berkontribusi besar terhadap perpecahan dan kehancuran sebuah bangsa, agama, hingga tatanan sosial masyarakat. Maka sinergi antara umat Islam sendiri menjadi kunci utama dalam merawat persatuan dan keutuhan Islam sebagai agama yang menjunjung nilai moral dan kemanusiaan.
Secara umum, Spanyol merupakan negara yang nyaman untuk dihuni oleh komonitas Muslim, karena masyarakatnya tidak memiliki statement fobia terhadap Islam sebagaimana terjadi di negara-negara Eropa lainnya. Uniknya, sebagian besar umat Muslim yang ada di Spanyol merupakan imigran setelah periode Isabella di abad ke-14. Kemudian ada masa toleransi yang ditandai dengan penyerahan kunci Granada oleh Penguasa Islam terakhir kepada Ferdinand dan Isabella pada 2 Januari 1492. Penyerahan ini diikat dalam perjanjian yang dikenal dengan Traktat Granada, ditandatangani kedua belah pihak dan berisi syarat-syarat penyerahan Kota Granada.
Namun masa toleransi ini hanya bertahan selama dua abad, sebelum pada akhirnya pada abad ke-16 umat Muslim di Granada dibantai secara biadab. Sejak pembantaian tersebut tidak ada lagi orang Islam di Spanyol.
Pria yang menempuh Ph.D di Universidad Autonoma De Madrid tersebut menjelaskan bahwa pemeluk Islam dari warga asli Spanyol sendiri saat ini baru sampai pada generasi kedua. Di mana pada tiga tahun yang lalu mereka datang ke Indonesia untuk mengkampanyekan pembangunan masjid, karena minimnya masjid di Spanyol.
“Mereka mempunyai target untuk membangun masjid di beberapa kota, berdasarkan jumlah komonitas Muslim yang ada di sana,” ungkapnya dalam Podcast dengan tema “Jejak Islam di Negeri Matador” yang diselenggarakan oleh Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah (24/12).
Ia menambahkan, ada hal istimewa dari Muslim Spanyol generasi kedua sekarang. Pertama, mereka semua adalah hafidz. Dan yang kedua, mereka adalah orang Spanyol, berinteraksi dan bersosialisasi layaknya masyarakat setempat. Ketika terjadi kasus pengeboman di Barcelona yang menewaskan beberapa turis asing, warga setempat yang merupakan non-Muslim berusaha melindungi dan membela saudara mereka yang Muslim, dengan alasan bahwa warga Muslim di Barcelona merupakan Muslim yang baik. (diko)