JAKARTA, Suara Muhammadiyah – Kewajiban investor asing untuk melakukan alih teknologi dan transfer pengetahuan dalam UU Cipta Kerja perlu menjadi prioritas. Dengan adanya alih teknologi tidak dapat dikesampingkan dan diharapkan dapat meningkatkan skill serta kompetensi tenaga kerja Indonesia.
Demikian disampaikan Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Faozan Amar. “Negara kita bukan hanya menjadi obyek tapi subyek dalam hal penguasaan teknologi. Apalagi SDM kita melimpah. Alih teknologi ini akan meningkatkan skill dan kompetensi tenaga kerja lokal dan akhirnya mengambil alih pekerjaan utama yang sebelumnya dipegang tenaga kerja asing,” ungkapnya, Rabu (30/12).
Faozan menyebutkan, dalam UU Cipta Kerja memang dibuka kran untuk tenaga kerja asing ke Indonesia. Namun tetap dibatasi, yakni hanya untuk bidang-bidang tertentu yang tidak bisa dikerjakan oleh tenaga kerja lokal karena kurangnya skill dan kompetensi yang dimiliki.
Artinya penggunaan tenaga kerja asing juga sangat dibutuhkan di Indonesia karena dapat mempercepat proses pembangunan nasional yang tersendat karena kompetensi pekerja lokal yang terbatas. Solusinya, alih teknologi dan penggunaan tenaga kerja lokal sebagai pendamping.
Dengan adanya pertumbuhan investasi, kata Faozan, Indonesia akan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang juga sekaligus dapat menciptakan lebih banyak lapangan kerja untuk masyarakat di masa pandemi Covid-19. Artinya, keberadaan UU Cipta Kerja tidak hanya menguntungkan para investor, tapi juga keuntungan bagi tenaga kerja lokal.
“Di masa pandemi ini, Indonesia mengalami dampak buruk dari sektor ekonomi. UU Cipta Kerja inilah yang akan membuka lapangan pekerjaan yang besar,” ujar Faozan. Jika tidak ada terobosan UU Cipta Kerja ini, maka Indonesia akan kalah dengan negara-negara lainnya.
“Di negara manapun akan melakukan hal yang sama. Kalau kita tidak melakukan maka kita akan ketinggalan dari negara lain seperti Thailand, Malaysia, Singapura, dan sebagainya,” pungkasnya. (FA)