Meneguhkan Paham dan Soliditas Muhammadiyah
Oleh DR H Haedar Nashir, M.Si.
Perkembangan mutakhir menunjukkan bahwa berkat media sosial dan relasi komunikas yang semakin cepat dan luas, warga Muhammadiyah dapat menerima berbagai informasi keislaman dari para mubaligh yang beraneka ragam tipe dan paham. Dalam acara-acara persyarikatan atau tabligh akbar bahkan tidak jarang dengan mudah menghadirkan mubaligh-mubaligh yang sedang populer tanpa diketahui persis pandangan keislaman dan organisasinya.
Di era demokrasi dan keterbukaan hal tersebut lumrah. Boleh jadi sampai batas tertentu dapat menambah informasi, pengetahuan, dan kesadaran keislaman. Namun, penting sekali untuk menjadi perhatian yang serius bagi segenap jajaran Muhammadiyah di seluruh tanah air. Bahwa para mubaligh dengan berbagai latar belakang paham dan dari golongan Islam itu menakala tidak terseleksi dengan seksama dan diberi ruang seluas-luasnya dapat menggerus paham keislaman Muhammadiyah. Anggota Persyarikatan pun akan kehilangan karakter Muhammadiyah.
Karenanya penting untuk mengembalikan aktivitas keagamaan dengan paham keislaman dan orientasi gerakan Muhammadiyah di seluruh lingkungan Peryasrikatan pada koridor Persyarikatan. Di sinilah tugas para pimpinan Persyarikatan, Ortom, Majelis, Lembaga, Amal Usaha, dan institusi Muhammadiyah untuk menjaga dan memagarinya pada setiap lingkungan dan tingkatan.
Memegangi Prinsip Gerakan
Seyogyanya seluruh elemen di Muhammadiyah lebih seksama dan selektif dalam melibatkan dan menyerap pikiran-pikiran keisalaman dari berbagai figur, mubaligh, dan kelompok lain. Pertama, Muhammadiyah sendiri sebenarnya memiliki banyak tokoh dan mubaligh yang ternama dengan ilmu agama dan wawasan yang luas, sehingga tidak perlu menjadi mudah takjub pada mubalig-mubalig lain, meskipun kita tetap saling menghornati dan berukhuwah satu sama lain. Ceramah-ceramah ustadz Prof Dr Khairuddin di Banjarmasin Kalsel misalnya sangat menarik dan populer, begitu pula di wilayah dan daerah lain.
Jangan seperti peribahasa “rumput hijau milik sendiri tampak kuning, rumput kuning milik tetangga tampak hijau”. Pandangan ini bukan soal sikap ekslusif dan tidak ingin ukhuwah, tetapi agar kita benar-benar merawat dan mengembangkan potensi yang kita miliki. Kapan lagi para mubaligh Muhammadiyah akan bertumbuh mekar jika di lingkungan sendiri tidak diberi ruang yang luas dan leluasa, sementara kita dengan mudah memberi tempat kepada yang lain secara terbuka. Ukhuwah dan meraih pengetahuan keislaman dari mana pun tentu ada tempatnya yang proporsional, yang dapat dikelola secara tepat.
Kedua, pertimbangan lain yang tidak kalah pentingnya ialah menjaga dan meneguhkan paham atau manhaj Muhammadiyah sendiri. Sudah disebarluaskankah manhaj atau sistem paham keislaman Muhammadiyah yang sangat kaya sebagaimana produk-produk Tarjih di lingkungan Muhammadiyah? Adakah manhaj Muhammadiyah tersebut berfungsi menjadi faktor seleksi dan tolok ukur dalam berinteraksi dan berdialog dengan pemikiran-pemikiran keislaman lain yang tidak jarang bercorak ekstrem baik yang terlalu ke kanan maaupun ke kiri, kalau boleh secara sederhana dipakai kategorisasi tersebut.
Muhammadiyah memiliki manhaj “wasithiyah” atau tengahan yang rujukannya pada manhaj tarjih. Ajaran Islam dipahami secara menyeluruh (kaffah) menyangkut aqidah, ibadah, akhlak, dan mu’amalah-dunyawiyah secara utuh. Dalam pendekatan pemahaman keislaman menggunakan bayani, burhani, dan irfani. Dalam hal tajdid bersifat purifikasi dan dinamisasi. Dalam mengaktualisasikan Islam bukan hanya pada aras iman dan ilmu, tetapi dibuktikan dengan amaliah-amaliah nyata. Islam bahkan diwujudkan dalam ajaran kemajuan untuk membangun peradaban (din al-hadlarah). Dalam cara berdakwah dengan amar-makruf dan nahyu-munkar secara seimbang sesuai dengan kadar dan keadaan seerta merujuk pada prinsip bil-himmah, wal mau’idhatul hasanah, wa jadilhum bi-llaty hiya ahsan maupun dengan cara “al-dakwah lil-muwajahah”.
Muhammadiyah juga memiliki pedoman organisasi yang bersifat ideologis sebagaimana terkandung dalam Muqaddimah AD, Keprbadian, Khittah, Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup, Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah, Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua, Negara Pancasila Darul Ahdi Wasyahadah, dan prinsip-prinsip ideologis lainnya. Semuanya harus menjadi pedoman berpikir, bersikap, dan bertindak bagi anggota dan institusi Muhammadiyah di seluruh tingkatan dan lingkungan Persyarikatan. Bandingkan pikiran keislaman dan kemuhammadiyahan yang menjadi pedoman itu dengan alam pikiran pihak lain meskipun sama-sama Islam, tentu ada garis pembedanya yang menjadi karakter Muhammadiyah.
Ketiga, di dalamnya sistem organisasi yang menjadi koridor dan pedoman berhimpun dan bergerak bagi seluruh komponen yang berada di lingkungan Muhammadiyah. Siapapun tidak dapat sembarangan melangkah dan menentukan orientasi gerakan dan aktivitas tanpa merujuk pada pandangan Islam dan ideologi Muhammadiyah yang dipedomani selama ini. Tidak boleh berpaham dan bergerak sendiri-sendiri. Apalagi mekangkah dengan mengatasnamakan Muhammadiyah tetapi esensi dan orientasinya bertentangan dengan prinsip-prinsip keislaman, ideologi, dan koridor organisasi Muhammadiyah.
Membangun Soliditas Gerakan Muhammadiyah
Muhammadiyah memang demokratis, tetapi terlalu terbuka secara leluasa tanpa seleksi akan merugikan Peryarikatan. Dalam hal ini kalau dibandingkan, Nahdlatul Ulama (NU) tampak lebih kedap dari acara-acara tabligh akbar yang serba terbuka itu, sehingga karakter keislaman mereka tetap solid. Malah secara tegas secara terang-terangan menolak mubaligh tertentu, bahkan secara ekstrem membubarkannya.
Dalam sidang Tanwir Muhammadiyah di Bandung tahun 2012 ditetapkan langkah revitalisasi ideologi yang penting menjadi pegangan bagi seluruh anggota dan institusi di Persyarikatan, yakni sebagai berikut: Pertama, Meningkatkan usaha-usaha penanaman, pemasyarakatan, dan pengamalam paham Islam dalam Muhammadiyah disertai tuntunan, arahan, pedoman, dan bimbingan ke seluruh anggota dan lingkungan kelembagaan Persyarikatan secara lebih intensif, serius, dan tersistem.
Kedua, Mengintensifkan usaha-usaha untuk meneguhkan dan menanamkan kembali pemahaman dan pemnghayatan atas pemikiran-pemikiran formal dalam Muhammadiyah seperti Muqaddimah Anggaran Dasar, Kepribadian, Khittah, Matan keyakinan dan Cita-cita Hidup, Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah, Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Jelang Satu Abad, AD dan ART Muhammadiyah, dan pemikiran-pemikiran serta keputusan-keputusan formal lainnya yang menjadi pedoman dalam Muhammadiyah.
Ketiga, Memantapkan arah dan langkah Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang bergerak di bidang dakwah dan tajdid, serta tidak terlibat dalam politik praktis. Termasuk mensosialisasikan kembali pelaksanaan Khittah Perjuangan Muhammadiyah di kalangan anggota dan lingkungan kelembagaan Muhammadiyah. Keempat, Konsolidasi amal usaha sebagai bagian dari pembinaan ideologis. Jangan biarkan amal usaha itu lepas dari komitmen dan kewajiban mengemban misi Persyarikatan. Amal usaha itu milik Muhammadiyah, maka amal usaha haruslah berada dalam sistem gerakan Muhammadiyah.
Kelima, Diintensifkannya penyelenggaraan kaderisasi di seluruh tingkatan dan lini Persyarikatan yang lebih terintegrasi/tersistem secara terpadu, termasuk di amal usaha dan lembaga-lembaga milik Persyaraikatan. Keenam, Menggerakkan atau membangkitkan kembali etos jihad dan amal fi-sabilillah di lingkungan anggota lebih-lebih anggota pimpinan Muhammadiyah, sebagai basis untuk membangun semangat/spirit/ruh gerakan.
Ketujuh, Melaksanakan dan mengintensifkan pembinaan-pembinaan ideologis di seluruh lini dan tingkatan Persyarikatan seperti Darul Arqam/Baitul Arqam, Gerakan Jamaah dan Dakwah Jamaah, pengajian pimpinan, pengajian anggota, refreshing, up-grading, kajian-kajian intensif, pembinaan masjid/mushala yang tersistem, dan kegiatan-kegiatan Persyarikatan lainnya yang bersifat ideologis atau penanaman idealisme secara lebih terprogram dan tersistem. Kedelapan, Memasyarakatkan dan melaksanakan Surat Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 149/KEP/I.0/B/2006 tentang Konsolidasi Organisasi dan Amal Usaha Muhammadiyah di seluruh tingkatan pimpinan dan lingkungan kelembagaan.
Muhammadiyah tentu tidak perlu ekslusif, tetapi tetap harus memiliki filter paham agama dan ideologi, serta memagari organisasi dari “pasar bebas” pihak lain. Percayalah baik perorangan maupun organisasi Islam lain, mereka juga memiliki ekslusivitas serta kepentingan tertentu. Jika menguntungkan tentu dengan ramah datang ke Muhammadiyah, tetapi kalau tidak menguntungkan mereka akan menentukan garis sendiri. Di sinilah pentingnya daya seleksi yang seksama dari kalangan Muhammadiyah sendiri agar soliditas dan keutuhan gerakan tetap terjaga dari berbagai paham dan kepentingan lain yang tidak sejalan dengan Muhammadiyah. Maka diperlukan peneguhan paham dan orientasi gerakan Muhammadiyah di seluruh lingkungan Persyarikatan!
Sumber: Majalah SM Edisi 5 Tahun 2018