KUDUS, Suara Muhammadiyah – Pendidikan dasar adalah pondasi yang menentukan bagaimana kekuatan bangunan yang berdiri di atasnya. Pendidikan dasar adalah konstruksi yang menentukan kualitas dan daya tahan bangunan tersebut. Hal ini disampaikan abdul Mu’ti Sekum PP Muhammadiyah pada resepsi virtua milad 1 abad SD Muhammadiyah 1 Kudus (SDMutuku), Sabtu (9/1/21).
Mengapa pendidikan dasar menjadi penentu kualitas anak di masa yang akan datang? Karena, Mu’ti melanjutkan, pendidikan adalah proses kamulatif, longitudinal, berkesinambungan, sehingga hampir semua penelitian menunjukkan bahwa masa-masa awal pendidikan adalah masa yang nentukan keberhasilan pada jenjang pendidikan berikutnya. Pengalaman kehidupan pada masa belia adalah dasar yang mementukan kepribadian manusia pada masa kehidupan yang seterusnya.
Maka hampir dipastikan pula, bahwa mereka yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi, karakter yang kuat, adalah mereka yang mendapatkan pendidikan dasar yang hebat, dan dari keluarga yang hangat, mereka adalah anak-anak yang semangat. “Semangat itu tidak dibatasi oleh bangunan, tidak dibatasi oleh gedung, karena semangat adalah nalar pikir untuk merekontruksi masa depan dan merancang masa depan itu dalam cita-cita masa kanak yang luar biasa,” jelasnya.
Dulu barangkali, Mu’ti mengingatkan, guru sering mengatakan kepada muridnya, “gantungkan cita-cita setinggi langit.” “Maksudnya adalah jangan kita ini berimajinasi yang sempit terhadap masa depan. Sebab masa kecil adalah masa yang tepat untuk menancapkan mimpi-mimpi. Oleh karena itu, kulaitas pendidikan dasar bagian yang penting dari kita membangun bangsa yang hebat, membangun umat yang kuat,” terangnya.
Momen milad 1 abad ini, Mu’ti mengajak, agar dijadikan sebagai ajang untuk membangun kembali komitmen tentang arti penting pendidikan dasar. Apa saja yang perlu didapatkan anak pada pendidikan dasarnya? Sebagaimana nasihat Lukman kepada anaknya, Mu’ti menyebutkan 3 hal.
Pertama, pendidikan dasar mengenalkan dan menmgajarkan keimanan. “Wahai anaku janganlah kamu menyekutukan Allah. Sehungguhnya menyekutukan Allah adalah kezaliman yang besar.” Juga mengenalkan dan mengajarkan tentang ibadah. “Wahai anakku tegakkanlah shalat.”
Kedua, pendidikan dasar hendaknya melatih kekuatan mental, sehingga anak tumbuh dengan mental yang kuat. “Dan besabarlah kamu terhadap kesulitan yang kamu hadapi.” Salah satunya dengan melatih kesabaran. Sebab anak era digital lebih suka terhadap sesuatu yang instan. “Sabar itu sulit, sesuatu yang mudah untuk dikatakan tetapi susah untuk dikerjakan,” ucap Mu’ti.
Ketiga, penanaman dan penguatan akhlak. Lukman, sambung Mu’ti, senantiasa menasihati anaknya untuk menghormati orangtuanya, terlebih ibu. “Berterimakasih kepada orang tua adalah akhlak Islami. Termasuk tetap hormat walau berbeda,” pesannya. “Dan hendaknya kamu berperilaku baik terhadap orangtua.”
Untuk meraih tiga hal di atas, Mu’ti memaparkan, dibutuhkan tiga kompetensi berikutnya, yaitu pertama, anak harus menjadi generasi knowladgeable. Orang yang serba tahu, ilmunya mendalam. Sebab ilmu adalah alat untuk meraih superioritas atau keunggulan. Dalam Al-Qur’an dijanjikan bahwa Allah akan meninggikan derajat orang berilmu.
Kedua, menjadi generasai able, yang serba bisa, skill full. Memiliki keterampilan kecakapan hidup. Sehingga kelak akan melahirkan solusi atas berbagai persoalan, bukan sebaliknya menjadi masalah dalam lingkungan sosial.
Ketiga, generasi yang berintegritas. “Boleh hebat, boleh terampil, tapi harus tetap sederhana,” pesannya.
Dalam sebuah, Mu’ti menceritakan, bahwa kelak di masa depan itu ada 1% orang yang mampu menghidupi 99%. Mereka yang 1% itu adalah orang cerdas luar biasa, mempunyai kemampuan komunikasi (kolaboration skill) yang hebat, tetapi juga orang yang berpijak ke bumi, bertata krama. Tetap memiliki akhlak yang mulia. (gsh)