Mewaspadai Pencuri Berdasi

Mewaspadai Pencuri Berdasi

Mewaspadai Pencuri Berdasi Ilustrasi Dok Freepik

Mewaspadai Pencuri Berdasi

Sebagai orang yang dilahirkan 90 tahun yang lalu, tentunya sudah mengalami dan merasakan berbagai dinamika politik, ekonomi dan sosial sebagai anak bangsa.

Berbagai forum sosial masyarakat, forum keagamaan pernah saya ikuti. Sekedar berbagi pengalaman dari apa yang pernah saya alami.

Pada tahun 1954, bersama dengan para sahabat, saya mengikuti sebuah forum yang diadakan di serambi Masjid Gede Yogyakarta. Saya teringat betul materi yang disampaikan waktu itu yang menjelaskan tentang konsep mewujudkan “Baldatun Thoyibatun Warobun Ghofur” (QS. Saba’: 15) atau dalam istilah jawa menjadikan negara yang gemah ripah loh jinawi.

Pada forum tersebut dijelaskan bagaimana mewujudkan negara yang penduduknya tercukupi kebutuhan hidupnya, tercukupi sandang, papan, pangan bisa bersekolah dan mereka aman dalam hidup bermasyarakat.

Pada forum yang saya ikuti hampir 60 tahun yang lalu, dijelaskan ada 3 kelompok yang dapat merusak negara kita tercinta ini yaitu, (1) Pengemis tongkat besi, (2) Penipu yang duduk dikursi, dan (3) pencuri berdasi.

Pencuri Berdasi

Sebagai orang tua saya merasa sedih dan prihatin dengan maraknya korupsi yang dilakukan para pejabat negara, para menteri, gubernur, bupati/walikota yang cocok dengan istilah perusak negara yaitu pencuri berdasi.

Semakin lama semakin carut marut pengelolaan negara ini, Uang negara banyak dikorupsi hampir disemua lapis birokrasi.

Lebih miris lagi banyak sekali orang yang melakukan kritik tanpa menawarkan solusi, seolah-olah persoalan korupsi adalah persoalan kesempatan. Naúdzubillahi mindzalik.

KPK dengan segala keterbatasannya memang sudah terlihat untuk mengatasi/menangkap para pencuri berdasi ini.

Namun lembaga negara lainnya kelihatan kurang mendukung, malahan lebih sering membuat istilah untuk mengalihkan isu korupsi yang semakin merajalela, istilah istilah yang muncul seperti populisme Islam, Islam radikal, Islam garis keras, yang istilah istilah tersebut mengusik perasaan sebagai umat beragama., lari dari akar masalah bangsa ini, yakni korupsi.

Walaupun demikian saya masih merasa optimis suatu saat akan ada jalan untuk mengatasi silang sengkarut di negeri ini.

Sebagai pensiunan yang sudah pensiun 28 tahun, kalau di jumlahkan uang pensiun selama ini tidak mencapai jumlah yang lebih banyak dari korupsi yang mereka lakukan.

Sebenarnya sejak orde baru sudah dicanangkan program program untuk menuju masyarakat yang Baldatun Thoyibatun Warobun Ghofur seperti program untuk mewujudkan manusia yang seutuhnya.

Program tersebut masihlah sangat relevan untuk diterapkan saat ini, karena persoalan korupsi adalah persoalan mental. Pendidikan karakter perlu dijadikan prioritas utama.

Bahkan wakil presiden pada waktu itu, Bp Umar Wirahadi Kusuma sering menyampaikan, “Pancasila sudah selesai apabila dilaksanakan dengan benar dan konskuen, Bangsa Indonesia akan hidup dalam keadilan yang berkemakmuran dan kemakmuran dalam keadilan”

Sebagai orang beragama, mari kita berdoa dan memohon kepada Tuhan yang Maha Esa, semoga mereka sadar. Jabatan adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan, dan jabatan itu ada masanya.

Semoga segera ditemukan jalan menuju masyarakat yang Baldatun Thoyibatun Warobun Ghofur. Amiin

Suaib Musthofa, Pensiunan Kemenag DIY

Exit mobile version