Mencegah Kemunkaran
Pada umumnya mengajak kebaikan resikonya lebih kecil dari mencegah kemunkaran. Hampir tidak ada yang marah atu tersinggung jika diajak berbuat kebaikan, namun umumnya orang mudah tersinggung dan bahkan marah kalau dihalangi keinginannya untuk berbuat munkar atau maksiat.
Sungguhpun amar makruf nahi munkar cukup berat, namun ia harus tetap dijalankan oleh sebagian orang. Fardhu kifayah hukumnya ada yang mengerjakannya. Dua aktifitas ini juga menjadi ciri umat terbaik sebagimana diisyaratkan dalam Ali Imran ayat 110, kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman Allah.
Sungguhpun amar makruf didahulukan penyebutannya, namun dari skala prioritas, mencegah kemunkaran lebih mendesak dan perlu dilakukan. Mengingat kemunkaran cepat atau lambat akan mendatangkan kerusakan, kehancuran, dan kebinasaan bukan hanya si pelaku namun juga orang-orang di sekitarnya. Dalam kaidah fikih disebutkan, dar’ul mafasid muqaddamun ‘ala jalb al-mashalih (menolak kerusakan didahulukan dari menarik kemaslahatan)
Diamnya orang dari mencegah kemunkaran akan membawa dampak yang tidak diinginkan bersama, bukan hanya dampak perorangan tapi dampak dalam skala yang lebih luas. Hal ini tergambar secara gamblang dalam hadis berikut ini.
“Perumpamaan orang yang mengingkari kemungkaran dan orang yang terjerumus dalam kemungkaran adalah bagaikan suatu kaum yang berundi dalam sebuah kapal. Nantinya ada sebagian berada di bagian atas dan sebagiannya lagi di bagian bawah kapal tersebut. Yang berada di bagian bawah kala ingin mengambil air, tentu ia harus melewati orang-orang di atasnya. Mereka berkata, “Andaikata kita membuat lubang saja sehingga tidak mengganggu orang yang berada di atas kita.” Seandainya yang berada di bagian atas membiarkan orang-orang bawah menuruti kehendaknya, niscaya semuanya akan binasa. Namun, jika orang bagian atas melarang orang bagian bawah berbuat demikian, niscaya mereka selamat dan selamat pula semua penumpang kapal itu.” (HR. Bukhari no. 2493)
Ibnu Hajar salah seorang pensyarah terbaik hadis sahih al-Bukhari memberikan beberapa pelajaran yang bisa dipetik dari hadis tersebut. Pertama, hadis tersebut berisi pelajaran bahwa hukuman bisa jadi menimpa suatu kaum dikarenakan meninggalkan inkarul munkar atau merubah kemungkaran. Kedua, seorang yang berilmu bisa memberikan penjelasan dengan membawakan permisalan. Ketiga, wajib bersabar terhadap kelakuan tetangga jika khawatir tertimpa bahaya yang lebih besar. Kelima, hendaknya saling mengingatkan jika ada kekeliruan atau bahaya yang dilakukan saudara kita seperti orang yang berada di atas perahu melihat kelakukan orang bawah ingin melubangi kapal supaya bisa mendapat air. (Fathul Bari, 5: 296).
Dengan demikian, masihkah kita akan berpangku tangan melihat kemunkaran di depan mata kita?
Dr Ali Trigiyatno, Dosen Pascasarjana IAIN Pekalongan, Wakil Ketua PDM Batang Jateng