Mendidik Hati yang Menggembirakan

Hati

Hati yang Menggembirakan Dok Ilustrasi

Di samping pintu masuk sebuah pusat perbelanjaan di Kota Brisbane, Australia, penulis pernah melihat sebuah mural di tembok yang berbunyi “The heart of education is education of the heart”. Kalimat berbahasa Inggris tersebut kurang lebih berarti “Inti pendidikan adalah pendidikan hati”.

Karena pentingnya pendidikan itu harus menyentuh hati, tidak sekedar ranah kognitif dan psikomotor, salah seorang filosof Yunani, Aristoteles, pernah mengingatkan “educating the mind without educating the heart is no education at all.” Pendidikan yang tidak menyentuh hati dan hanya mengedepankankan pikiran dan ketrampilan bukanlah pendididikan, sebab hanya menciptakan manusia cerdas bak robot yang tidak bernurani.

Aspek hati ini penting sebab Rasulullah Muhammad SAW, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, dalam salah satu sabdanya menjelaskan bahwa dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging, bila segumpal daging itu baik maka baik pula seluruh tubuh, dan bila ia rusak, maka rusak pula seluruh tubuh. Segumpal daging itu adalah qalbun. Jelaslah bahwa hati yang baik, suci dan sehat akan mengantarkan tubuh, pikiran dan perbuatan yang baik pula. Sebaliknya, hati yang kotor, rusak dan sakit, akan melahirkan tubuh, pikiran dan perbuatan yang buruk.

Qalbun Salim

Mendidik anak di rumah, di sekolah maupun di lembaga pendidikan lainnya harus bertujuan untuk melahirkan generasi yang ber-qalbun salim (berhati sehat), bukan sebaliknya, generasi yang ber-qalbun maridh (hati yang sakit), maupun ber-qalbun mayyit (hati yang mati). Contoh generasi yang berqalbun maridh adalah manusia-manusia yang senang melihat orang lain susah dan susah melihat orang lain senang. Dan contoh generasi yang berhati mati adalah mereka yang rela menghabisi orang lain demi memperoleh kesenangan duniawinya.

Siapakah manusia yang ber-qalbun salim? Mereka adalah manusia yang beriman Allah SWT, hari akhir dan kebangkitan dari kubur serta terbebas dari segala kesyirikan. Mereka adalah manusia dengan hati yang sehat, suci, beraqidah kuat, berakhlak karimah dan selalu menuju kepada kebenaran. Manusia ber-qalbun salim berjuang demi membela kebenaran, bukan ketenaran.

Manusia ber-qalbun salim inilah generasi yang berani hidup sekaligus tidak takut mati. Karier, harta dan kekayaan mereka usahakan secara benar, dan menempatkan semuanya itu bukan segala-galanya. Mereka inilah yang disebutkan dalam QS. Asy Syu’ara ayat 88-89: Yauma laa yanfa’u maalun walaa banuun; Illa man atallaaha bi-qalbin saliim (hari ketika harta dan anak-anak tiadak berguna; kecuali orang-orang yang datang menghadap Allah membawa hati yang bersih)

Hati Menggembirakan

Dalam kontek dakwah dan pendidikan, upaya mencetak generasi yang ber-qalbun salim perlu dilakukan dengan cara yang menggemberikan, bukan dengan ancaman apalagi penindasan. Hati yang sehat akan terbentuk malalui cara-cara yang sehat juga. Maka menjadi ironis bila proses mendidik hati yang sehat namun dilakukan dengan cara yang yang tidak sehat.

Pendidikan yang dilakukan dengan penuh amarah, menjelek-jelekkan pihak lain, menghasut dan penuh dendam, hanya akan melahirkan hati-hati yang tidak tentram dan selalu curiga kepada orang lain. Disinilah relevansi peringat Al-Qur’an Yassiru wa laa tu’assyiru, bassyiru wala tunafiru (Mudahkanlah jangan kau buat susah, gembirakanlah jangan kau buat mereka lari). Wallaahu a’lam.

Ahmad Muttaqin, Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Sumber: Majalah SM Edisi 20 Tahun 2017

Exit mobile version