KH Hisyam: Kalau Pendidikan Maju, Umat Islam Juga Akan Maju
Kiai Haji Hisyam, sebagaimana digambarkan oleh H Djarnawi Hadikusuma dalam buku Matahari-matarahari Muhammadiyah, berbadan gemuk agak pendek. Kulitnya kehitaman namun bersih. Seorang yang selalu serius namun sering pula tertawa dan sopan. Sikapnya tenang dan berwibawa, jalannya perlahan tetapi mantap seperti KH Syuja’. Selalu mengenakan palikat dan jas tutup berwarna putih bersih. Kepalanya diberlilitkan sorban putih pula. KH Hisyam, merupakan salah satu murid langsung KH Ahmad Dahlan. Dia juga seorang abdidalem ulama Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Keahliannya terutama dalam hukum syari’ah Islam.
Kepemimpinan KH Hisyam menonjol dalam hal manajemen, adminsitrasi organisasi, dan pendidikan. Pendidikan, baginya merupakan usaha peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kalau pendidikan maju, maka umat Islam juga akan maju. Maka, pola pendidikan Muhammadiyah harus dirubah. Pada masa kepemimpinannya, titik perhatian Muhammadiyah lebih banyak diarahkan pada masalah pendidikan dan pengajaran. Baik pendidikan agama maupun pendidikan umum. Hal ini terjadi, barangkali karena beliau sebelumnya telah menjadi ketua Bagian Sekolah yang dalam perkembangannya kemudian menjadi Majelis Pendidikan dalam kepengurusan Muhammadiyah.
Selama tiga tahun Muhammadiyah berada di bawah pimpinannya telah mendapat kemajuan yang lebih pesat, terutama pada segi ketertiban organisasi dan administrasi dan sudah tentu terutama pula dalam perkembangan sekolah Muhammadiyah. KH Hisyam menduduki jabatan sebagai Ketua Bagian Sekolahan (kini dikenal dengan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah) sejak periode KH Ibrahim. Dengan tekun dan cermat dia bekerja. Diperbaikinya pengorganisasian, ditingkatkannya mutu pelajaran, diawasi dan ditelitinya guru-guru yang bertugas di sekolah-sekolah Muhammadiyah.
Kebijaksanaan KH Hisyam dalam melancarkan usaha pendidikan Muhammadiyah ialah memodernisir sekolah-sekolah Muhammadiyah selaras dengan policy pendidikan pemerintah. Ini dimaksudkan agar mereka ingin memasukkan putra-putrinya ke sekolah-sekolah umum, tidak usah merasa perlu harus memasukkan ke sekolah Pemerintah Hindia Belanda. Lebih baik anak-anak itu belajar di sekolah Muhammadiyah yang selain mutunya sama, masih dapat diawasi pendidikan agamanya.
KH Hisyam selalu berusaha agar mutu sekolah Muhammadiyah tidak kalah oleh sekolah pemerintah. Walaupun harus menempuh persyaratan yang amat berat. Satu demi satu sekolah-sekolah Muhammadiyah itu mendapat pengakuan atau persamaan oleh pemerintah. Pemerintah Hindia Belanda telah memberikan bantuan keuangan atau subsidi terlalu besar kepada sekolah-sekolah yang diselenggarakan oleh missi Katolik dan Zending Kristen. Padahal kedua golongan itu telah mendapat sumbangan pula dalam jumlah besar dari Negeri Belanda.
KH Hisyam berpendirian Muhammadiyah sebaiknya mau memanfaatkan subsidi pemerintah itu bagi kemajuan sekolah-sekolahnya. Kebijaksanaan ini dapat disetujui oleh Pengurus Besar. Maka, secara berangsur-angsur sekolah-sekolah Muhammadiyah yang telah memenuhi syarat berhasil memperoleh bantuan itu. Walaupun jumlahnya masih terlalu amat sedikit dibandingkan dengan yang diperoleh oleh pihak Katolik dan Kristen. Kesediaan Muhammadiyah menerima subsidi itu telah menimbulkan kritik pedas yang dilontarkan oleh golongan lain, seperti Taman Siswa dan Sarekat Islam yang bersikap non-kooperatif terhadap pemerintah Hindia Belanda.
Segala kritikan dan celaan yang bertubi-tubi itu dijawab dengan tegas dan tuntas oleh KH Fachrodin, Wakil Ketua PB Muhammadiyah dengan mengatakan bahwa uang subsidi itu bukan berasal dari Negeri Belanda, tetapi dari hasil pemerasan terhadap bangsa Indonesia, dan bahwa dengan subsidi itu Muhammadiyah akan memajukan sekolah-sekolahnya tempat anak-anak bangsa Indonesia belajar mencari ilmu dan kemajuan, dan bahwa pemasukan uang pajak adalah sebagian terbesar dari umat Islam yang pada umumnya setia membayar pajak walaupun terpaksa.
Jumlah sekolah Muhammadiyah yang mendapat subsidi hanya 121 sekolah. Jumlah yang terlalu amat sedikit dibanding dengan sekolah yang dimiliki missi Katolik yang memperoleh subsidi, yakni 696 sekolah dan 1893 sekolah yang diselenggarakan Zending Protestan. Hal itu disebabkan untuk memperoleh subsidi harus dipenuhi syarat yang terlalu berat. Menurut kebijaksanaan pemerintah kolonial Hindia Belanda, sekolah swasta yang berhak mendapat subsidi ialah sekolah yang atas dasar pemeriksaan dan penelitian telah mencukupi persyaratan mengenai gedung, kewenangan guru-guru, syarat penerimaan murid, kelengkapan alat-alat, dan mempunyai harapan baik untuk maju pada masa depan. Jadi bukan membantu sekolah yang lemah agar menjadi berkembang maju.
Atas jasa KH Hisyam dalam memajukan pendidikan yang memberikan dampak bagi peningkatan kualitas sumberdaya manusia Indonesia, KH Hisyam yang saat itu menjabat sebagai Ketua PB Muhammadiyah, memperoleh bintang Ridder Orde van Oranje Nassau dari Pemerintah Hindia Belanda. Dalam suatu pertemuan dengan anggota PB Muhammadiyah lainnya, dia menegaskan bahwa soal bintang itu perkara kecil dan keduniaan. Sedang Muhammadiyah mendirikan sekolah-sekolah adalah dorongan dari hal-hal ukhrawi, yakni mencari keridhaan Allah.
KH Hisyam lahir di kampung Kauman, Yogyakarata pada tanggal 10 Nopember 1883 dan wafat pada tanggal 20 Mei 1945. Dalam kariernya, di samping berjuang dalam Muhammadiyah sebagai anggota dan Ketua Bagian Sekolah, kemudian Ketua PB Muhammadiyah yang keseluruhan menghabiskan seperempat dari usianya. Dia juga pernah menjabat Penghulu di Kabupaten Magelang sejak sekitar tahun 1937 sampai zaman Jepang.(Imron Nasri)