Pendekar Abdul Karim, Senyum Menebar Keharuman Mawar
Kamis 14 Januari 2020 Ketua Umum PP Tapak Suci Pendekar Afnan Hadikusumo mengabarkan berita duka atas wafatnya Ketua Umum Pimwil IV Tapak Suci DKI Jakarta Pendekar Abdul Karim, M.Si setelah mengidap sakit Covid-19. Kepada segenap anggota Tapak Suci, Pendekar Afnan juga menghimbau anggota Tapak Suci agar menggelar sholat ghoib seraya mendoakan almarhum Pendekar Abdul Karim.
Pendekar Abdul Karim baru 15 hari menjabat sebagai Kepala Divisi Pemasyarakatan, sebelumnya hingga 30 Desember 2020 almarhum adalah Kepala Lapas Sukamiskin Bandung. Almarhum Abdul Karim mewariskan keteladanan bagi kita. Pada tanggal 18 September 2019 https://jabar.idntimes.com/ pernah melansir tulisan tentang sepak terjang Abdul Karim yang menarik untuk kita teladani.
Mencintai Pencak Silat Hingga Akhir Hayat
Sebagai anggota ABRI, ayah Abdul Karim berharap anak lelakinya mengikuti jejaknya menjadi seorang tentara. Maka demi membentuk fisik prima agar kelak bisa menjadi tentara, Karim didukung sang ayah untuk aktif dalam olahraga pencak silat.
Bakat dan kesungguhan Karim berlatih pencak silat membawanya mengukir prestasi regional dan nasional di era 80/90an. Meskipun sebagai atlet pencak silat fisiknya prima, Karim rupanya memilih berkuliah ikatan dinas di Akademi Ilmu Pemasyarakatan.
Selanjutnya Karim berkarir sebagai pegawai negeri di Kemkumham RI, pilihan profesinya tidak menjadi tentara sebagaimana harapan sang ayah. Kecintaan Karim kepada pencak silat tak pernah luntur. Sebagai pendekar Karim selalu mengadakan pelatihan pencak silat bagi para petugas lapas yang dipimpinnya. Bagi Karim manfaat pelatihan ini bukan hanya kebugaran semata, namun menanamkan jiwa kesatria, disiplin, dan jujur dalam bertugas.
Pengabdiannya di dunia pencak silat mencapai puncaknya sebagai ketua Umum Pimwil IV Tapak Suci DKI Jakarta dalam tingkat Pendekar Kepala. Bahkan ketika sudah menjabat sebagai Kalapas Sukamiskin, Abdul Karim masih aktif menjadi salah satu instruktur pendidikan komando pasukan khusus TNI
Pejabat Anti Suap
Mengemban jabatan Kalapas salah satu tantangan yang dihadapinya adalah upaya suap. Seorang pengacara pernah mencoba menyuap Karim ketika menjabat Kalapas Salemba. Tak tanggung-tanggung Karim disodori sebuah tas olahraga yang isinya penuh dengan uang kertas bergambar pahlawan Soekarno-Hatta.
Jiwa pendekarnya merasa terhina dengan upaya suap itu. Spontan Karim mengusir pengacara yang hendak menyuapnya. “Anda keluar dari ruang saya dan jangan menoleh lagi ke belakang. Kalau Anda menoleh, saya tendang”, hardik sang Kalapas dengan tegas.
Mengawali tugasnya sebagai Kalapas Sukamiskin, Pendekar Abdul Karim langsung menemui para pentolan paguyuban warga binaan lapas yang mereka bekas pejabat tinggi republik ini. Kepada mereka Karim memastikan dirinya sama sekali tidak tertarik dengan uang suap. “Segunung kebaikan Bapak-bapak tidak akan ada artinya, saya pastikan bahwa saya tidak pernah bisa disuap”, tegas Karim memberi pengertian.
Pendekar Abdul Karim juga memperhatikan saran Tejo Herwanto, Kalapas Sukamiskin yang digantikannya. Tejo mengingatkan Karim untuk berhati-hati dalam memberi ijin berobat warga binaan, karena acapkali menjadi modus pelesiran ke luar lapas. Maka Karim menemui dokter lapas, dirinya tak segan mengeluarkan sang dokter jika terbukti melanggar. Karim selalu mengingatkan bahwa pertaruhan profesi dokter itu tidak hanya untuk dunia, namun hingga ke akherat.
Pendekar Abdul Karim Mengikat dengan Hati
Latar belakangnya sebagai pendekar dan tuntutan profesinya yang bersinggungan dengan pelanggar hukum tak pernah mengubah karakter Pendekar Abdul Karim menjadi temperamen. Pembawaan Karim selalu tenang dan menyenangkan bagi semua yang berinteraksi dengannya.
Pada saat bertugas di Lapas Padang, gempa besar mengguncang dan merobohkan temboknya. Penghuni lapas panik karena khawatir disusul dengan tsunami. Dimintanya warga binaan tetap tenang, Karim menegaskan jika ada pertanda tsunami maka dirinya yang akan mengkomando tahanan kabur bersama.
Setelah dicek ke laut rupanya tidak ada pertanda tsunami, dan anehnya meskipun tembok lapas sudah runtuh tidak ada warga binaan yang kabur. Menurut Karim hal itu karena selama di lapas prinsip kerjanya tidak pernah mengikat kaki warga binaannya, namun Karim selalu mengikat hatinya. Maka kendati tembok roboh tanpa penghalang tidak ada yang berminat untuk kabur.
Senyum Sang Mawar
Pendekar Abdul Karim telah tiada, namun sepak terjangnya selama hidup telah menebarkan keharuman mawar. Saya pribadi terkesan dengan senyuman Pendekar Abdul Karim yang sejuk dan tenang. Pada tahun 2007-2008 saya sering membezuk rekan kerja yang ditahan di lapas karena tipikor. Kesan saya di lapas itu petugasnya serem-serem dan keras.
Pada tahun 2010, seorang atlet Tapak Suci Bantul bernama Ramlan Hidayat bercerita kepada saya bahwa dia sedang dalam proses seleksi sebagai CPNS Kejaksaan, CPNS Kemkumham, dan Pegawai BUMN. Ramlan sebenarnya mahasiswa UNY, namun dia punya adik yang juga perlu biaya sekolah, maka dirinya mencoba melamar pekerjaan dengan ijazah SMA.
Setiap tahapan seleksi Ramlan mengabari saya dan minta dukungan doa. Tibalah saatnya dia harus menempuh seleksi final wawancara di 3 instansi itu, maka Ramlan meminta saran sebaiknya milih yang mana. Jadwal ujiannya kebetulan berhimpitan, pagi di BUMN, siang di Kejaksaan, dan sore di Kemkumham.
Kepada Ramlan saya katakan prinsipnya diterima di manapun jalani dengan baik insya Alloh barokah. Tapi semoga kamu diterima CPNS di Kejaksaan saja, nampaknya jam kerjanya paling enak di sana sehingga masih bisa jadi atlet maupun melatih Tapak Suci.
Kalau tidak diterima di Kejaksaan semoga diterima di BUMN saja. Meskipun jika kerja di BUMN pasti tak sempat ber Tapak Suci lagi, namun bila kamu diterima di BUMN tentu saya juga berbahagia. Kalau di Kemkumham dengan ijazah SMA pasti kamu jadi polisi lapas, saya tidak tega lihat kamu jadi serem dan keras. Tapi jika diterima tentu kita tetap syukuri, yang penting pandai-pandai menjaga diri insya Alloh barokah.
Belum terlalu siang Ramlan mengabari saya, “Mas saya harus jadi pegawai BUMN, ternyata tidak ada wawancara, hanya disuruh tanda tangan. Ini saya sudah tanda tangan, kalau tidak mau tanda tangan artinya saya mundur sehingga harus bayar biaya seleksi 15 juta rupiah. Wawancara di Kejaksaan dan Kemkumham saya tidak jadi berangkat mas”.
Cerita tentang Ramlan ini menggambarkan demikian negatif persepsi saya dengan profesi petugas lapas kala itu. Namun persepsi ini langsung berubah ketika saya melihat profil Pendekar Abdul Karim yang lama berkarir di banyak lapas namun selalu murah senyum, tenang, santun, dan sepak terjangnya membanggakan.
Yudha Kurniawan, Ketua Umum Pimda 02 Tapak Suci Bantul