Berdakwah Mencerahkan di saat Musibah Melanda Negeri
Oleh: Alif Sarifudin
Melalui tulisan ini, Penulis berharap ada pencerahan untuk menapak hidup yang lebih bermakna di dunia dakwah. Di tengah banyaknya musibah yang sedang melanda negeri ini bagaikan orang yang sedang mendaki gunung terasa ujian atau musibah bahkan ada yang mengatakan Adzab pendakian bangsa ini terasa lebih menantang dari pendakian dan ujian-ujian atau musibah sebelumnya.
Pertama, Setelah gempa bumi di Sulawesi Barat, Banjir di Kalimantan Selatan, gunung Semeru yang mengeluarkan awan panasnya, dan erupsi Merapi, serta bencana di wilayah negeri yang tak kunjung usai melumat sebagian manusia sebagai teguran untuk kita.
Kedua, Longsor di Sumedang, Jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJY182, bahkan musibah-musibah yang tak diliput media sering menimpa negeri ini seakan mengusik sebagai peringatan bagi kita sebagai manusia yang sering lupa dan sombong.
Ketiga, Gempa yang sering menimpa negeri ini sebagian seakan seperti adzab yang menimpa umat nabi Luth Alaihissalam, yakni terpaan tanah, ditenggelamkannya sebagian penduduk ke tanah, dan banyak jalan yang retak dan rusak. Namun, di beberapa titik masih ada disisakan untuk jalan bertaubat. Benarkah di negeri ini banyak kemaksiatan seperti praktik korupsi yang semakin menggila, kesombongan para penjaja seks LGBT, Homoseks, dan maksiat lainnya? Gempa dan banjir, disusul marahnya Gunung nyaris tanpa pembatas sebagai bencana berturutan, yang seakan sedang mengintai terus negeri ini. Adakah Taubat Nasional yang perlu dicanangkan?
Bergetar rasanya hati ini melihat banyaknya musibah yang bertubi-tubi di Negeri ini.
Pelajaran penting antara Gempa dan banjir serta gunung yang mengeluarkan awan panas serta erusi seakan berkata untuk menagih janji orang-orang yang sering mendengungkan tobat Nasional.
- Gempa bumi yang sering menimpa negeri ini sebagai pelajaran penting karena banyaknya kemaksiyatan yang semakin menampakkan keangkuahan para pendosa
- Banjir dan Jatuhnya pesawat seakan sebagai teguran dan peringatan karena banyaknya kesombongan
- Keluarnya awan panas gunung Semeru dan erupsi Merapi seakan mencari tagihan banyaknya pernyataan dan janji orang-orang yang hanya berkata tanpa bukti.
Berdakwah di tengah musibah yang mencerahkan tidak boleh berhenti. Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah dari dulu sampai sekarang hingga akhir zaman terus menggaung dan terus akan mencerahkan melalui gerakan tajdid serta menggeliatnya MDMC, LazisMU, dan AUM lainnya. Di dunia pendidikan dan kesehatan sudah tidak disangsikan lagi bagaimana dakwah kita lebih mencerahkan.
Penulis mencoba menyentuh kepada para dai Muhammadiyah untuk terus membahagiakan umat dengan dakwah digital. Para dai Muhammadiyah tidak boleh lemah dan malas dalam berjuang, apalagi menghadapi tantangan zaman yang semakin kompleks. Dakwah di dunia medsos ini, dituntut untuk terus meningkatkan keilmuan serta penguasaan dunia digital untuk dakwah yang lebih mencerahan. Penulis telah mencoba bergerak melalui dakwah Youtube, diawali sejak musibah pandemi hingga saat ini, melalui dakwah Youtube sederhana sudah 355 video walaupun subscribe baru sekitar 1200-an tapi sedikit banyak bisa mencerahkan dan mewarnai dakwah Muhammadiyah di dunia digital.
Saat air mata duka terus menimpa bangsa ini khususnya kita sebagai muslim, juga tantangan semakin mirisnya orang-orang yang tidak menyukai dakwah. Melalui dakwah digital ini, harapannya ada sumbangsih untuk perbaikan akhlak generasi milenial yang mencerahkan. Sebagai dai kita punya tanggung jawab moral untuk mengganti air mata duka bangsa menjadi air mata bahagia. Ada dua mata yang tidak akan tersentuh api neraka selama-lamanya apabila kita sikapi dalam berdakwah. Hal ini sebagaimana tafsiran surat Al Isro ayat 109:
وَيَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ يَبْكُونَ وَيَزِيدُهُمْ خُشُوعًۭا [١٧:١٠٩]
Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’.
Dua mata tersebut sebagaimana terdapat dalam hadis Riwayat Imam Tirmidzi dari Ibnu Abbas adalah sebagai berikut.
Mata Yang Menangis Karena Takut Kepada Alloh Subhanahu Wata’ala
عَيْنٌ بكَتْ مِن خَشيَةِ الله تعالى
Mata Yang Berjaga Karena Berjihad Di Jalan Alloh Subhanahu Wata’ala
عَيْنٌ باَتَتْ تَحْرُسُ فِى سَبِيْلِ الله تعالى
Mata yang menangis karena takut kepada Allah adalah mata yang menangis saat sholat tahajjud, saat merenungi dosa, saat taubat, saat terkena musibah karena introspeksi diri, saat beribadah, saat mengingat hari akhir, saat bencana yang menimpanya, saat tidak bisa ibadah yang maksimal, saat berbuka puasa, saat ibadah haji, saat bisa berwakaf, saat bisa membantu orang, dll. Air mata ini sebagai inspirasi untuk dakwah yang lebih semangat lagi.
Mata yang berjaga karena berjihad di jalan Alloh adalah berjaga saat sholat tahajjud, saat i’tikaf, saat berdakwah, saat berjihad di medan perang, saat beramar ma’ruf nahi munkar, saat berdakwah yang mencerahkan dll. Mata inilah yang wajib dimiliki para dai Muhammadiyah agar dakwah lebih mencerahkan dan berkemajuan.
Para dai Muhammadiyah dalam berdakwah di zaman digital ini, yang perlu diperhatikan terutama dalam menghadapi gejala anak zaman sekarang yang sudah mulai mengarah dan menampakkan gerakan kezaliman, diharapkan berdakwah yang bisa mencerahkan bangsa, perlu dibekali kemampuan yang lebih bersabar dan berusaha untuk bekerja lebih keras membimbingnya. Sabar itu banyak ditampilkan oleh Allah dalam Al Quran. Bahkan orang yang bersabar akan diberi martabat yang tinggi atau surga kelas VVIP (Ghurfah) QS. Al-Furqon ayat 75.
Sabar ketika menghadapi musibah, sabar ketika berhadapan dengan maksiyat, sabar ketika menghadapi kenikmatan, dan sabar ketika harus melaksanakan ketaatan.
Siapa yang mampu menghadapi musibah dengan kesabaran dia akan menjadi AHLI RIDHO. Siapa yang mampu menghadapi maksiyat dengan tidak terjerumus ke dalanya dia akan menjadi AHLI TAQWA. Selanjutnya, siapa yang mampu sabar ketika banyak nikmat, berarti dia tidak berbuat Isrof atau berlebihan, tidak boros,bahkan tidak pelit maka dia akan menjadi AHLI ZUHUD. Selanjutnya ketika seseorang mampu menghadapi dengan sabar ketika ada panggilan ketaatan maka dia akan menjadi AHLI ISTIQOMAH.
Alumni UI Jakarta