YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Sejak didirikannya Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan modernisme serta gerakan pemurnian Islam (purifikasi). Pemurnian Islam dilakukan bukan untuk pembekuan, melainkan untuk mencari elastisitas dalam merespon kemajuan.
Muhammadiyah harus selalu berikhtiar merespon tantangan zaman yang terus berubah. “Dengan elastisitas atau fleksibilitas supaya kita mempunyai kemampuan untuk menafsir yang relevan dengan perkembangan zaman,” ungkap Prof Yudi Latief dalam Kajian Buku Sukarno dan Islam; Dialog Pemikiran Modernisme Islam di Indonesia, Rabu (20/1/2021)
Gerakan pemurnian Islam identik dengan istilah kembali Al-Qur’an dan Sunnah. Ketua Pusat Studi Islam dan Kenegaraan Indonesia tersebut mengungkapkan Al-Qur’an dan Hadits harus menjadi penerang dalam menafsirkan hal-hal baru secara lebih relevan.
Tentang komitmen kebangsaan, Muhammadiyah telah mengeluarkan putusan resmi tentang Darul Ahdi wa Syahadah. Muhammadiyah menganggap Indonesia sebagai negara Pancasila merupakan kesepaktan (darul ahd), dan seluruh elemen bangsa harus mengisinya dengan prestasi (wa syahadah).
Kemudian, menurut Prof Yudi Latief, Muhamamdiyah masih memiliki agenda memajukan peradaban Islam. Bagaimana Islam menjadi idea of progress (cita-cita kemajuan) dan Muhammadiyah menjadi juru bicara untuk kemajuan peradaban baik melalui kiprah gerakan maupun Amal Usahanya. “Muhammadiyah harus membuat agama menjadi suatu dorongan bagi pengejaran kemajuan,” pungkanya. (Riz)