Misi Dakwah Kita Belum Selesai
Siti Noordjannah Djohantini
Tantangan kita sangat luar biasa di era digital ini untuk dapat terus bertahan. Sebuah media dakwah yang usianya hampir seratus tahun Suara Aisyiyah memiliki makna yang sangat mendalam. Tidak hanya sekadar media yang dapat hadir menyapa masyarakat hingga sekarang, tetapi juga menjadi bagian dari media dakwah Persyarikatan yang membawa makna kemuliaan. Kemuliaan untuk laki-laki maupun perempuan yang berupa keinginan untuk memajukan kehidupan.
Sehingga begitu Muhammadiyah memandang penting adanya Suara Muhammadiyah pada tahun 1915, maka Aisyiyah juga memandang penting hadirnya Suara Aisyiyah untuk kepentingan dakwah. Tujuannya agar para perempuan yang memiliki potensi luar biasa itu juga memiliki media untuk kepentingan dakwah persyarikatan melalui Aisyiyah.
Tentu media ini harus selalu kita jaga secara fundamental. Kita tetap bersyukur bahwa majalah ini bisa bertahan dengan pesan kesejarahan awal yang membawa misi dakwah Islam dan perempuan berkemajuan, serta kesejahteraan umat manusia secara universal. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana isi dari sejarah tersebut.
Ada hal yang menarik dari tulisan tentang sejarah Aisyiyah yang pernah saya baca. Pada waktu awal, kira-kira di usia 16 sampai 18 tahun Suara Aisyiyah, pada saat itu diikhtiarkan untuk maju. Pimpinan Redaksi mengikhtiarkan dengan cara yang agak provokatif. Provokatifnya adalah adanya statement yang mengatakan “Jika Suara Aisyiyah ini tidak di pandang penting maka kita matikan saja.” Statement ini bermaksud untuk menantang Suara Aisyiyah. Dan kenyataannya pada waktu itu majalah Suara Aisyiyah dipandang penting sehingga tidak ada yang ingin membunuh atau mematikannya.
Maka semua berikhtiar untuk menjadikan Suara Aisyiyah sebagai media dakwah. Saya pikir ini menjadikan hentakan (dari tulisan, pernyataan tokohtokoh awal Aisyiyah) yang begitu beragam. Cara memahami bagaimana harus membesarkan dakwah Aisyiyah melalui media yang kita cintai ini. Jadi jika kita berbicara tentang Suara Aisyiyah, sebenarnya kita sedang berbicara Aisyiyah yang di mana dapat menampakkan dinamika gerakan perempuan Indonesia. Yang mana Aisyiyah ini menjadi salah satu tonggak pergerakan perempuan Indonesia. Pada Kongres perempuan pertama tahun 1928 salah satu inisiatornya adalah Aisyiyah dan Suara Aisyiyah menjadi media, karena waktu itu belum banyak media seperti Suara Aisyiyah.
Saat kongres di tahun 1928 itulah menjadi tempat untuk menyiarkan isu-isu dan dialog mengenai bagaimana perjuangan perempuan Indonesia yang begitu luar biasa. Di mana isu pada zaman itu sampai sekarang masih berlanjut dan menjadi keprihatinan kita bersama. Maka, dakwah dan ikhtiar kita belum selesai untuk penguatan dan perlindungan hak perempuan, anak, serta keluarga. (diko)
Tulisan ini disarikan dari acara Launching Website dan Aplikasi Suara Aisyiyah. Sumber: Majalah SM Edisi 15 Tahun 2020