YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Prof Nano Prawoto, Raih Guru Besar UMY Berkat Konsistensi. Menjadi seorang guru besar merupakan puncak dari perjalanan karir dari seorang dosen sebagai akademisi, termasuk bagi Wakil Rektor II Bidang Sumber Daya Manusia Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Dr Nano Prawoto, SE, MSi, yang baru saja meraih Guru Besar dalam bidang Ekonomi. Hal ini ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nadiem Anwar Makarim, 8 Januari lalu. Dosen Program Studi Ekonomi UMY ini meraih doktornya melalui karya pengajaran, penelitian, dan pengabdian yang dilakukannya selama ini.
Prof Nano Prawoto bercerita bahwa dalam perjalanan karirnya sebagai akademisi, penelitian-penelitian yang ia lakukan kebanyakan mengangkat tema mengenai Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia. “Isu pertumbuhan ekonomi termasuk kemiskinan, pengangguran, defisit neraca perdagangan, dan ketimpangan ekonomi merupakan isu yang perlu menjadi perhatian. Apalagi untuk kondisi ekonomi kita sekarang ini yang bisa dikatakan sedang turun karena berada pada angka minus tiga,” ujarnya, Kamis (28/01).
Bahkan Prof Nano Prawoto berharap bahwa penelitian-penelitian yang ia lakukan bisa menjadi salah satu bagian dari formulasi kebijakan nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa kembali jaya. Meskipun menurutnya pertumbuhan ekonomi untuk dapat meningkat dengan angka yang luar biasa tidak dapat serta-merta terjadi dalam waktu dekat karena membutuhkan proses yang panjang.
Untuk menuju Guru Besar, salah satu penelitian yang diunggulkan oleh Prof Nano Prawoto berjudul Pengaruh Variabel Makro Ekonomi, Industri Pengolahan, dan Pendidikan pada Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dengan variabel yang mempengaruhi diantaranya HDI (Human Development Index), Konsumsi, Investasi, dan Import. Dalam penelitian ini, ia menemukan hal yang unik serta bertolak belakang dengan teori ekonomi yakni salah satu variabel, HDI yang meningkat berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi padahal seharusnya meningkatnya HDI dapat pula meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
“Hal ini terjadi karena di Indonesia ini biaya untuk meningkatkan HDI, seperti pendidikan dan kesehatan, sangat mahal hingga menjadi sebuah beban ekonomi sendiri. Alokasi dana untuk kedua hal tersebut pun akhirnya tidak sepadan dengan alokasi dana untuk melakukan produksi, sementara kunci dari pertumbuhan ekonomi ialah jumlah produksi masyarakat,” terangnya. Prof Nano Prawoto menambahkan pula bahwa hal ini bisa diatasi dengan kebijakan-kebijakan pemerintah seperti melakukan transfer bantuan dana kepada masyarakat agar dapat melakukan produksi untuk meningkatkan perekonomian.
Sebagai Guru Besar ke-2 yang berhasil dilahirkan oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis UMY, Prof Nano Prawoto berharap bahwa menjadi Guru Besar ini dapat menjadi motivasi bagi para sivitas akademika yang lain untuk mengejar karirnya, karena menurutnya menjadi seorang guru besar juga memiliki pengaruh besar bagi Universitas terutama dalam hal akreditasi atau pemeringkatan.
“Meskipun menjadi puncak karir, menjadi guru besar bukanlah titik akhir dari perjalanan saya. Saya masih harus terus berkarya untuk meningkatkan kompetensi profesional saya sebagai dosen,” pungkas Prof Nano Prawoto. (ays)