Etika Lingkungan Hidup Islami
Oleh: Dani Yanuar Eka Putra, SE, Ak
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. (Q.S. Ar-Rum: 41).
BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) dalam akun twitternya menyebutkan bahwa sejak 1-28 Januari bahwa telah terjadi 236 bencana di Indonesia. Bencana-bencana tersebut terdiri dari gempa bumi, karhutla, banjir, tanah longsor, puting beliung, gelombang pasang, dan abrasi.
Dari seluruh bencana yang terjadi, banjir, tanah longsor, dan puting beliung mendominasi jumlah kejadian bencana. Secara berurutan terjadi sebanyak 151, 38, dan 36 kali. Setelah itu disusul dengan gempa bumi 5 kali, gelombang pasang 5 kali, dan kebakaran hutan dan lahan 1 kali. Jika dihitung selama 2020, telah terjadi 2.925 kejadian bencana.
Dampak dari semua bencana tersebut telah menyebabkan 193 orang meninggal dunia, 10 orang menghilang, 3.655 orang luka-luka, dan 1.522.590 orang menderita atau mengungsi. Selain itu, terdapat 21.322 rumah rusak, 111 fasilitas rusak, 25 jembatan rusak, dan 4 kantor rusak.
Dari data tersebut korban terbanyak diakibatkan oleh banjir adalah sebanyak 875.165 jiwa harus mengungsi. Banjir terbesar adalah yang terjadi di Kalimantan Selatan. Sedangkan jumlah korban jiwa yang meninggal terbanyak adalah 91 korban akibat dari gempa bumi yang terjadi di Sulawesi Barat.
Perubahan Iklim
NASA (Nastional Aeronautics and Space Administration) atau Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat mencatat bahwa pada tahun 2020 adalah merupakan tahun terpanas bumi sepanjang sejarah. Lebih panas dibandingkan dengan tahun 2016.
Lesley Ott, ahli meteorologi di Pusat Penerbangan Luar Angkasa Goddard NASA mengatakan, “Tahun ini telah menjadi tahun yang sangat mencolok tentang bagaimana rasanya hidup di tengah dampak iklim yang paling parah yang kami prediksi.”
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Copernicus Climate Change Service bahwa September 2020 adalah merupakan bulan terpanas dengan selisih 0.05° Celsius lebih tinggi dibandingkan dengan rekor sebelumnya yang terjadi pada tahun 2016.
Selain itu kejadian yang tidak biasa dialami di beberapa wilayah bumi terjadi pada beberapa hari yang lalu. Gurun Sahara dilanda salju dengan suhu di bawah titik beku. Kemudian Arab Saudi juga mengalami hal yang sama dengan suhu -2,22° Celsius. Jika hal tersebut terus terjadi dalam waktu yang lama bukan tidak mungkin wilayah yang sebelumnya tandus menjadi subur dan hijau.
Sementara itu penelitian yang dilakukan oleh University of Copenhagen menunjukkan bahwa pada wilayah kutub Utara suhu saat ini lebih tinggi yang menyebabkan lapisan es mulai mencair. Beberapa bahkan sudah menghilang. Semua diakibatkan oleh pemanasan global yang begitu cepat terjadi di bumi.
Bukan sesuatu yang tidak mungkin jika hal ini terus terjadi maka akan ada perubahan besar-besaran di wilayah permukaan bumi. Wilayah yang sebelumnya adalah gurun tandus yang sangat panas akan berubah menjadi subur atau bahkan berubah menjadi es. Sebaliknya wilayah yang belum memiliki suhu yang rendah akan mengalami perubahan suhu tinggi yang menyebabkan panas yang menyengat.
Kesemua hal di atas adalah fakta perubahan yang terjadi di tempat tinggal kita. Tempat yang kita tinggali tersebut bernama bumi. Perubahan yang begitu cepat bisa berakibat perubahan situasi kehidupan yang bahkan pada titik ekstrim berakibat pada bencana yang mengancam jiwa, harta, dan masa depan manusia.
Islam dan Lingkungan Hidup
Paling tidak ada empat teologi dalam Islam yang menjadi pijakan dan inspirasi dalam membangun hubungan yang harmonis antara manusia dengan lingkungan hidupnya. Pertama al-Istishlah, “Dialah (Allah) yang menciptakan segala apa yang ada di bumi untukmu kemudian Dia menuju ke langit, lalu Dia menyempurnakannya menjadi tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Q.S. Al-Baqarah: 29).
Bumi dan langit Allah ciptakan sebagai fasilitas untuk menyukseskan fungsi kekhalifahan manusia di muka bumi (Q.S. Al-Baqarah: 30). Selain itu juga untuk menghadirkan ke-rahmatan lil ‘alamin Islam yang wajib dirasakan kehadirannya bagi seluruh makhluk Allah Swt (Q.S. Al-Anbiyaa: 107).
Jika manusia hanya baik hubungannya kepada Allah, kepada manusia, namun buruk terhadap lingkungan sekitar maka tidak bisa disebut sukses memfungsikan dengan baik amanah kekhalifahan. Demikian sebaliknya, jika manusia mampu menjaga lingkungan hidup berpondasikan atas keimanan kepada Allah maka menjadi indikator suksesnya tugas utama manusia sebagai khalifah.
Dalam hal ini al-Istishlah bermakna menjaga dan memberikan perawatan terhadap lingkungan, termasuk manusia dan berbagai macam spesies yang ada. Eksploitasi berlebihan seperti yang terjadi di wilayah Kalimantan Selatan dan wilayah lainnya dalam bentuk pembukaan hutan alami untuk hutan industri berupa sawit, pengambilan batu-bara, minyak bumi, dan hal-hal lain yang tidak berdasarkan norma agama dan keseimbangan lingkungan merupakan sebuah perilaku yang berlawanan dengan al-Istishlah.
Selain itu Allah Swt melarang kita semua untuk mentaati perintah orang yang tamak dan melampaui batas. Siapakah mereka?mereka adalah orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi dan tidak mengadakan perbaikan. (Q.S. Asy-Syu’ara: 151-152). Perilaku tamak lahir karena keinginan lebih dari pada kebutuhan yang diperlukan. Ketamakan akan melahirkan kemudhorotan dan jauh dari al-Istishlah.
Nabi Saw pernah melarang orang-orang merusak berbagai macam fasilitas untuk kepentingan umum. Seperti membuang sampah pada aliran sungai yang mengalir, merusak mata air sebagai sumber kehidupan, saluran irigasi, dan tempat hewan ternak beristirahat. Wilayah tersebut disebut dengan harim. Selain itu Rasulullah Saw juga melarang orang-orang merusak kawasan habitat alami yang disebut dengan hima’.
Kedua Maqoshid Syari’ah, Imam Asy-Syatibi menyebutkan ada 5 maksud/tujuan disyariatkannya agama yaitu, terjaganya agama (Hifdzu Din), terjaganya jiwa (Hifdzu Nafs), terjaganya akal (Hifdzu al-’Aql), terjaganya harta (Hifdzu al-Mal), dan terjaganya keturunan (Hifdzu an-Nasl). Rusaknya alam karena perilaku manusia bisa mengakibatkan tidak tercapainya maksud disyariatkannya agama.
Ketika bencana terjadi maka agama terancam ketenangan dan kekhusyukannya, jasad terancam keselamatannya, harta terancam tidak bisa dimanfaatkan, akal tertekan secara psikologis, dan keturunan terancam masa depannya. Kompleksitas masalah pasca bencana menunjukkan bahwa lingkungan hidup memiliki peran yang sangat vital dalam kehidupan.
Bahkan Allah mengisyaratkan pelaku perusak alam sebagai kafir. Kafir dalam hal ini bukanlah kafir mengingkari Allah dan rasul-Nya. Akan tetapi kafir Ekologis (Q.S. Shad: 27). Dalam ayat tersebut mereka yang menganggap semua yang Allah ciptakan selain manusia sia-sia dan bisa diperlakukan semaunya maka jatuh kafir kepadanya.
Ketiga Sunnah Rasulullah Saw, Rasulullah Saw pernah melarang untuk menebang salah satu pohon. Pohon tersebut dikenal dengan pohon Sidrah. Atau di masa Nabi Saw disebut dengan pohon al-Sidr. Pohon Sidrah adalah pohon yang hidup di padang tandus, tahan terhadap panas dan tidak terlalu membutuhkan banyak air dalam hidupnya.
Mengapa pohon tersebut dilarang untuk ditebang oleh Rasulullah Saw, karena pohon tersebut adalah pohon yang menjadi tempat untuk berteduh para musafir, hewan ternak, dan para pengembalanya. Bisa dipahami jika diqiyaskan/dianalogikan dengan substansi yang sama bahwa Rasulullah Saw pasti juga melarang kita untuk menebang pohon-pohon yang berfungsi sebagai penyanggah keseimbangan kehidupan.
Karena sesungguhnya Allah Swt menciptakan segala sesuatu merupakan makhluk yang sama dan memiliki hak untuk hidup (Q.S. al-An’am:38). Apa yang Allah Swt ciptakan jika diperlakukan dengan baik dan mengambilnya sesuai kebutuhan maka akan lahir keseimbangan. Keseimbangan antara Profit, People, and Planet.
Keempat, Saddu Dzari’ah. Secara etimologi Saddu bermakna menutup, Dzari’ah adalah jalan. Kaidah Ushul ini dipergunakan dalam rangka menutup jalan dari kemudharatan atau kemafasadatan. Suatu jalan wajib untuk ditutup jika berpotensi mengantarkan kepada jalan kerusakan.
Berdasarkan kaidah ini, segala sesuatu yang mengantarkan kepada kerusakan dan dosa wajib untuk ditutup. Jika banjir terjadi disebabkan oleh sampah, maka membuang sampah tidak pada tempatnya haruslah dilarang. Pengolahan sampah yang tidak berbasis lingkungan berakibat pada tipisnya lapisan ozon, maka pengolahan tersebut harus dihentikan dan digantikan.
Jika pembukaan lahan dengan membakar hutan menyebabkan surplus karbon dioksida di lapisan terluar bumi, maka pembukaan lahan dengan cara tersebut harus dihentikan. Jika hutan tropis sebagai penjaga ekosistem kehidupan dan menjadi wilayah dengan sebutan paru-paru bumi, maka menggantinya dengan hutan produksi dalam bentuk kelapa sawit harulah dihentikan.
Infrastruktur dan properti dalam variannya yang mengancam ekosistem dan tanpa amdal harus dihentikan. Bumi sudah terlalu berat bebannya untuk mengemban sampah, bangunan beton dan metal yang ada di permukaannya. Seluruh pembangunan yang tanpa mempertimbangkan keseimbangan alam pasti akan berdampak kepada eksistensi manusia dan makhluk hidup lainnya dalam jangka pendek ataupun panjang.
Oleh karena itu, kita sebagai manusia dan mengaku beriman tidak memiliki pilihan lain selain berpijak pada norma agama dan ilmu pengetahuan yang obyektif. Keduanya harus dijadikan landasan dalam setiap fase dan karya hidup manusia. Seluruhnya harus berbasis pada keramahan terhadap lingkungan dan kemanusiaan. Keempat hal di atas harus menjadi inspirasi bagi kita semua. Semoga kita semua termaafkan dan terselamatkan.
Wallahu a’lam
Dani Yanuar Eka Putra, SE, Ak , Ketua Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Kota Depok dan Guru SMA Muhammadiyah 04 Depok