Jangan Menebar Kebencian, Sayangi Sesama

Jangan Menebar Kebencian, Sayangi Sesama

Oleh: Alif Sarifudin

Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad Shollallohu Alaihi Wa Sallam diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin baik di dunia maupun di akhirat. Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat di dalam sumber ajarannya, Alquran dan Hadis, tampak amat ideal dan agung.

Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progresif, menghargai akal pikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual, senantiasa mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka, demokratis, berorientasi pada kualitas, mencintai kebersihan, mengutamakan persaudaraan, berakhlak mulia dan bersikap positiflainnya.

Islam aadalah agama cinta damai, hal ini dibuktikan dengan pesan Rasulullah ketika baru saja sampai di Madinah (Yastrib waktu itu) di depan seluruh penduduk Madinah. Ada kaum muhajirin, Anshar, bahkan orang Yahudi. Pesan Rasul ada 4. Sebarkan kedanamaian, saling berbagi, silaturrahim, dan shalat malam.

Secara sederhana, pengertian agama dapat dilihat dari sudut kebahasaan (etimologis) dan sudut istilah (terminologis). Mengartikan agama dari sudut kebahasaan akan terasa lebih mudah daripada mengartikan agama dari sudut istilah karena pengertian agama dari sudut istilah ini sudah mengandung muatan subyektivitas dari orang yang mengartikannya. Atas dasar ini, maka tidak mengherankan jika muncul beberapa ahli yang tidak tertarik mendefinisikan agama. James H. Leuba, misalnya, berusaha mengumpulkan semua definisi yang pernah dibuat orang tentang agama, tidak kurang dari 48 teori. Namun, akhirnya ia berkesimpulan bahwa usaha untuk membuat defenisi agama itu tak ada gunanya karena hanya merupakan kepandaian bersilat lidah.

Sampai sekarang perdebatan tentang definisi agama masih belum selesai, sehingga W.H. Clark, seorang ahli Ilmu Jiwa Agama, sebagaimana dikutip Zakiah Daradjat mengatakan, bahwa tidak ada yang lebih sukar daripada mencari kata-kata yang dapat digunakan untuk membuat definisi agama karena pengalaman agama adalah subyektif, intern dan individual, dimana setiap orang akan merasakan pengalaman agama yang berbeda dari orang lain. Pengertian agama dari segi bahasa dapat kita ikuti antara lain uraian yang diberikan Harun Nasution.

Menurutnya, dalam masyarakat Indonesia selain dari kata agama, dikenan pula kata din dari bahasa Arab dan kata religi dalam bahasa Eropa. Menurutnya, agama berasal dari kata sanskrit. Menurut satu pendapat, demikian Harun Nasution mengatakan, kata itu tersusun dari dua kata, a = tidak dan gam = pergi, jadi agama artinya tidak pergi, tetap di tempat, diwarisi secara turun-temurun. Hal demikian menunjukkan pada salah satu sifat agama, yaitu diwarisi secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi lainnya.

Selanjutnya din dalam bahasa Semit berarti undang-undang atau hukum. Dalam bahasa Arab kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan dan kebiasaan
Sementara itu Elizabeth K Nottingham yang pendapatnya tersebut tampak lebih menunjukkan pada realitas objektif, yaitu bahwa ia melihat pada dasaranya agama itu bertujuan mengangkat harkat dan martabat manusia dengan cara memberikan suasana batin yang nyaman dan menyejukkan, tapi juga agama terkadang disalah-gunakan oleh penganutnya untuk tujuan-tujuan yang merugikan orang lain.

Sebagai agama terakhir, Islam diketahui memiliki karakteristik yang khas dibandingkan dengan agama-agama yang datang sebelumnya, seperti agama Yahudi, Nashroni. Dari segi kebahasaan,  Islam berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata salima yang mengandung arti selamat, sentosa dan damai. Dan kata salima selanjutnya diubah menjadi bentuk aslama yang berarti berserah diri masuk dalam kedamaian.

Senada dengan pendapat di atas, sumber lain mengatakan Islam berasal dari bahasa Arab, terambil dari kata salima yang berarti selamat sentosa. Dari asal kata itu dibentuk kata aslama yang artinya memelihara dalam keadaan selamat sentosa dan berarti pula menyerahkan diri, tunduk, patuh dan taat. Dari pengertian itu, kata Islam dekat arti kata agama yang berarti menguasai, menundukkan, patuh, hutang, balasan dan kebiasaan.

Tebar kedamaian jangan ada kebencian di antara kita. Itu adalah pesan Dienul Islam kepada penganutnya. Kita sebagai muslim sepakat bahwa sumber ajaran Islam yang utama adalah Alquran dan Al-Sunnah; sedangkan penalaran atau akal pikiran sebagai alat untuk memahaminya.

Menyikapi Al quran jangan hanya dengan membaca saja. Agar kita mampu menerapkan Al quran dengan baik dalam kehidupan sehari-hari, terapkan Al quran dengan 6 M.

  1. Membaca,
  2. Menghafal,
  3. Mempelajari,
  4. Memahami,
  5. Menghayati,
  6. Mengamalkan.

Kedudukan As-Sunnah sebagai sumber ajaran Islam selain didasarkan pada keterangan ayat-ayat Alquran dan hadis juga didasarkan kepada pendapat kesepakatan para sahabat. Yakni seluruh sahabat sepakat untuk menetapkan tentang wajib mengikuti hadis, baik pada masa Rasulullah masih hidup maupun setelah beliau wafat.

Menurut bahasa As-Sunnah artinya jalan hidup yang dibiasakan terkadang jalan tersebut ada yang baik dan ada pula yang buruk. Pengertian As-Sunnah seperti ini sejalan dengan makna hadis Nabi yang artinya : ”Barang siapa yang membuat sunnah (kebiasaan) yang terpuji, maka pahala bagi yang membuat sunnah itu dan pahala bagi orang yang mengerjakanny; dan barang siapa yang membuat sunnah yang buruk, maka dosa bagi yang membuat sunnah yang buruk itu dan dosa bagi orang yang mengerjakannya.

Sementara itu Jumhurul Ulama atau kebanyakan para ulama ahli hadis mengartikan As-Sunnah, Al-Hadis, Al-Khabar dan Al-Atsar sama saja, yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Shollallohu Alaihi Wa Sallam, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan maupun ketetapan. Sementara itu ulama Ushul mengartikan bahwa As-Sunnah adalah sesuatu yang berasal dari Nabi Muhammad dalam bentuk ucapan, perbuatan dan persetujuan beliau yang berkaitan dengan hukum.

Dari kepentingan kita dengan Al quran serta As Sunnah yang berfungsi sebagai sumber hukum dalam berdakwah. Maka kuatkan kembali semangat ‘dakwah’ dengan kembali kepada ayat-ayatNya. Kita niatkan segala langkah perjuangan kita sebagai bagian dari amar ma’ruf nahi munkar dan menolong agama Allah. Insya Allah ‘nasrumminallah’ (pertolongan Allah) itu akan datang. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,

رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

Ya Rabb kami, curahkanlah kesabaran kepada kami, teguhkanlah langkah kaki [pendirian] kami dan menangkanlah kami atas orang-orang kafir. (QS. Al-Baqarah [2]: 250)

Untuk perjuangan menyelamatkan bumi dan ukhuwah, jangan menebar kebencian di antara kita tetapi sayangilah sesama. Urusan harta, tahta, dunia itu sementara sifatnya. Jangan hanya urusan hal tersebut semangat ukhuwah menjadi tercabik-cabik. Perbedaan itu menunjukan keadilan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Sikap kebersamaan inilah yang akan menyelamatkan kita dari kebangkrutan ukhuwah baik di dunia maupun di akhirat. Kuatkan ukhuwah kita dengan kasih sayang dengan tiga pijakan.

  1. Manusia membutuhkan kasih sayang bukan kebencian
  2. Kebutuhan kasih sayang dalam Islam tidak boleh jauh dari sumber utama yaitu Al quran dan Al hadis
  3. Dakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar harus ditegakkan dalam berkasih sayang

Akhirnya dalam menegakkan kebersamaan di antara kita, agar upaya kita tidak sia-sia selama ini yang telah ditegakkan para pendiri negeri ini, hendaknya kita berhati-hati dalam berdakwah untuk memuliakan Islam. Islam sudah mulia, tetapi kalau kita berdakwah dengan yang kurang mulia karena akhlak orang Islam yang tidak terpuji maka Islam menjadi kurang mulia. Al Islamu Mahjubun bil muslimin. Dalam doa sering kita ucapkan Allohumma A’izzal islam wal Muslimin (Ya Alloh muliakan Islam dan orang-orang Islam), tentu doa ini harus disemangati dengan akhlak yang baik.

Ada hakikat orang bangkrut sebagaimana yang disampaikan Rasulullah dalam menyikapi akhlak sesama muslim atau sesama orang yang beriman, yaitu ibadah yang kita lakukan jangan diikuti sumber kebangkrutan, yaitu ada lima.

وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا

  1. ia selalu mencaci-maki, (mengawali dengan pertikaian, provokator dan meneyebarkan sinyalemen membohong-bohongi)

وَقَذَفَ هَذَا

  1. menuduh, (memfitnah atau berkata tidak jujur,  baik dengan cara pembohongan kepada publik maupun pemuatan berita yang membela orang-orang kafir)

وَأَكَلَ مَالَ هَذَا

  1. dan makan harta orang lain/ korupsi, makan gaji buta, pungli, dll.

وَسَفَكَ دَمَ هَذَا

  1. serta membunuh (pembunuhan karakter, dan pemberangusan aqidah)

وَضَرَبَ هَذَا

  1. dan menyakiti orang lain (dengan cara hidup bermewah-mewah di atas kemiskinan, mengikuti hawa nafsu, dan menganggap dirinya yang paling berkuasa)

Harapan penulis melalui tulisan ini, eratkan ukhuwah di antara kita. Hubungan antara kita sebagai umat muslim tidak harus direnggangkan karena sekat-sekat dunia, harta, dan tahta. Kita itu umat yang satu. Egoisme dan kesombongan hanya akan menjadikan kita sia-sia. Sambut cerahnya hari esok dengan kasih sayang di antara kita. Ingat apa yang disampaikan oleh Rasulullah sebagaimana terdapat dalam hadis Arbain An-Nawawi.

عَنْ أَبِي حَمْزَةَ أَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – خَادِمِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ” لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ ” رَوَاهُ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ

Dari Abu Hamzah Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, pembantu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Salah seorang di antara kalian tidaklah beriman (dengan iman sempurna) sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim) [HR. Bukhari, no. 13 dan Muslim, no. 45]

Alif Sarifudin, Ketua PDM Kota Tegal

Exit mobile version