Akhiri Sebuah Penantian dengan Cinta
Oleh: Alif Sarifudin
Akhir Sebuah penantian namanya ending sebuah perjalanan. Di dunia ini, menurut Al-Ghazali, tak ada yang pasti, kecuali kematian. Hanya kematian yang pasti, lainnya tak ada yang pasti. Namun, manusia tak pernah siap menghadapi maut dan cenderung lari darinya. Sesungguhnya, kematian yang kamu lari daripadanya, sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu.” (QS al-Jumu’ah [62]: 8). Sebagaimana orang yang beriman akhir sebuah penantian di dunia adalah kematian, maka akhirilah dengan cinta.
Bagi al-Ghazali, kematian tidak bermakna tiadanya hidup (nafi al-hayah), tetapi perubahan keadaan (taghayyur hal). Dengan kematian, hidup bukan tidak ada, melainkan bertransformasi dalam bentuknya yang lebih sempurna. Kalau ada orang yang mengatakan hidup ini hanya sekali, tentu bagi kita yang ahli ilmu dan iman tidak berpendapat demikianin Justru kematian itulah yang hanya sekali. Sebab di akhirat tidak ada kematian lagi. Karna itu pada tulisan ini, penulis ingin mengajak kepada pembaca untuk beranjang sana ke alam kematian.
Diakui, banyak orang semasa hidup mereka tertidur (tak memiliki kesadaran), tetapi justru setelah kematian, meraka bangun (hidup). Al-Nas niyam, fa idza matu intabihu,” demikian kata Imam Ali. Kafaa Bil mauti Maizhah. Cukuplah kematian sebagai pelajaran yang sangat berharga bagi kita yang masih bernafas. Dalam Alquran, ada beberapa istilah yang dipergunakan Allah SWT untuk mengartikan kematian. Pertama, kata al-maut (kematian) itu sendiri. Kata ini dalam bentuk kata benda diulang kurang lebih sebanyak 35 kali, begitu yang penulis lihat dalam Al-Mu’jam Al-Mufahras Li Al-Fazh Al- Quran Al- Karim kata Al-maut menunjuk pada terlepasnya (berpisah) ruh dari jasad manusia. Kepergian ruh membuat badan tak berdaya dan kemudian hancur-lebur menjadi tanah.
Allah SWT berfirman, Darinya (tanah) itulah Kami menciptakan kamu dan kepadanyalah Kami akan mengembalikan kamu, dan dari sanalah Kami akan mengeluarkan kamu pada waktu yang lain.” (QS Thaha [20]: 55). Contoh Al maut dalam surat Al Jumuah ayat 8
قُلْ إِنَّ ٱلْمَوْتَ ٱلَّذِى تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُۥ مُلَـٰقِيكُمْ ۖ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَىٰ عَـٰلِمِ ٱلْغَيْبِ وَٱلشَّهَـٰدَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ [٦٢:٨]
Katakanlah: “Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”.
Kedua, kata al-wafah (wafat). Kata ini dalam bentuk fi`il diulang sebanyak kurang lebih 19 kali. Al-Wafah memiliki beberapa makna, antara lain sempurna atau membayar secara tunai. Jadi, orang mati dinamakan wafat karena ia sesungguhnya sudah sempurna dalam menjalani hidup di dunia ini. Oleh sebab itu, kita tak perlu berkata, sekiranya tak ada bencana alam si fulan tidak akan mati. Kematian itu sebaiknya sudah sempurna hidup di dunia dan tidak ada hubungan lagi yang menjadi beban kepada makhluk yang lain. Hutang sudah terlunasi, Janji sudah diseelesaikan, bahkan kesalahan sudah tidak ada lagi. Karena ada saling memaafkan. Akhiri segalanya dengan cinta. Contoh lafaz Al-wafah seperti terdapat dalam Al quran Surat As- Sajdah ayat 11 dan An-Nahl ayat 32
يَتَوَفَّىٰكُم مَّلَكُ ٱلْمَوْتِ ٱلَّذِى وُكِّلَ بِكُمْ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّكُمْ تُرْجَعُونَ [٣٢:١١]
Katakanlah: “Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)mu akan mematikanmu, kemudian hanya
ٱلَّذِينَ تَتَوَفَّىٰهُمُ ٱلْمَلَـٰٓئِكَةُ طَيِّبِينَ ۙ يَقُولُونَ سَلَـٰمٌ عَلَيْكُمُ ٱدْخُلُوا۟ ٱلْجَنَّةَ بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ [١٦:٣٢]
(yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): “Salaamun’alaikum, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan”.
Ketiga, kata al-ajal. Kata ini dalam Alquran diulang sebanyak 21 kali. Kata ajal sering disamakan secara salah kaprah dengan umur. Sesungguhnya, ajal berbeda dengan umur. Umur adalah usia yang kita lalui, sedangkan ajal adalah batas akhir dari usia (perjalanan hidup manusia) di dunia. Usia bertambah setiap hari; ajal tidak. (QS al-A’raf [7]: 34).
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌۭ ۖ فَإِذَا جَآءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةًۭ ۖ وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ [٧:٣٤]
Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.
Keempat, kata al-ruju’ (raji’). Kata ini dalam bentuk subjek diulang sebanyak empat kali, dan mengandung makna kembali atau pulang. Kematian berarti perjalanan pulang atau kembali kepada asal, yaitu Allah SWT. Karena itu, kalau ada berita kematian, kita baiknya membaca istirja’, Inna Lillah wa Inna Ilaihi Raji’un (QS al-Baqarah [2]: 156).
ٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَـٰبَتْهُم مُّصِيبَةٌۭ قَالُوٓا۟ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيْهِ رَٰجِعُونَ [٢:١٥٦]
(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”.
Dari tinjauan dalil di atas, intinya kita harus mengakhiri segala penantian dalam hidup ini yaitu dengan cinta. Cinta adalah makanan hati yang selayaknya untuk kita makan setiap saat. Cinta atau taat atau selalu dekat kepada Allah atau Hablun minallah, Cinta kepada manusia dengan tidak saling menyakiti atau berakhlak sesama, bersosial dan sebagainya dengan bahasa yang umum Hablun Minannas. Cinta kepada sesama maklulk yang yang lain dan lingkungan bisa dinamakan dengan istilah Hablun Minal Makhluk ghorin naas. Cinta kepada diri sendiri atau tidak menzalimi diri dinamakan Hablun Minanafs.
Apabila semua disikapi dengan cinta maka itulah yang denamakan akhir yang baik atau Husnul Khotimah. Inilah yang dicita-citakan manusia beriman hidup di dunia. Boleh jadi awal kurang baik tetapi apabila hari-hari yang tersisa diisi dengan cinta maka yaknlah dengan tawakkal dan ikhtiar akan berakhir dengan baik atau Husnul Khotimah atau istilah lainnya Happy Ending.
Perjalanan hidup kita di atas dunia, pada saatnya akan berakhir dengan kematian. Hidup itu bagaikan berlabuh di atas kapal, setelah itu romantika kehidupan akan berakhir ketika kita berkenalan dengan malakul maut. Ada beberapa Kitab rujukan tentang kematian, di antaranya kitab At tadzkiroh karya Imam Syamsudin Al Qurthubi, kitab Pemutus Kelezatan, kitab Ar-ruh, dan lain-lain. Ada pernyataan dari Rasulullah Shollallohu Alaihi Wa Sallam, “Siapa yang mencintai untuk bertemu kepada Allah, maka Allah akan lebih mencintai lagi untuk menemuinya.” Artinya kematian bagi seorang mukmin merupakan tanda kecintaan dalam perjalanan keimanan seseorang menuju Allah, Yang Maha Pemberi Cinta.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
لَا يَتَمَنَّيَنَّ أَحَدُكُمْ الْمَوْتَ لِضُرٍّ نَزَلَ بِهِ فَإِنْ كَانَ لَا بُدَّ مُتَمَنِّيًا فَلْيَقُلْ اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مَا كَانَتْ الْحَيَاةُ خَيْرًا لِي وَتَوَفَّنِي إِذَا كَانَتْ الْوَفَاةُ خَيْرًا لِي
“Janganlah seseorang di antara kalian mengharapkan kematian karena tertimpa kesengsaraan. Kalaupun terpaksa ia mengharapkannya, maka hendaknya dia berdo’a, “Ya Allah, berilah aku kehidupan apabila kehidupan tersebut memang lebih baik bagiku dan matikanlah aku apabila kematian tersebut memang lebih baik untukku.” (HR. al-Bukhari, no. 5671 dan Muslim, no. 2680)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda:
لَا يَتَمَنَّى أَحَدُكُمْ الْمَوْتَ وَلَا يَدْعُ بِهِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَهُ إِنَّهُ إِذَا مَاتَ أَحَدُكُمْ انْقَطَعَ عَمَلُهُ وَإِنَّهُ لَا يَزِيدُ الْمُؤْمِنَ عُمْرُهُ إِلَّا خَيْرًا
“Janganlah seseorang mengharapkan kematian dan janganlah dia berdo’a untuk mati sebelum ating waktunya. Karena orang yang mati itu amalnya akan terputus, sedangkan umur seorang mukmin tidak akan bertambah melainkan menambah kebaikan.” (HR. Muslim, no. 2682)
Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Ustaimin rahimahullah menjelaskan, “Larangan di sini adalah haram, karena berangan-angan agar mati adalah perbuatan tidak ridha dengan takdir Allah. Seorang mukmin wajib bersabar dengan takdir Allah.” (Syarah Riyadhus Shalihin).
Ada tiga orang yang menyikapi tentang datangnya kematian. Pertama, seseorang tidak mengerti apa itu kematian sehingga ia kadang putus asa menghadapi permasalahan hidup dan mengakhirinya dengan bunuh diri. Dianggapnya kematian adalah berhentinya dari segala permasalahan hidupyang melilitnya. Kedua, Orang-orang menantang datangnya kematian dengan cara melakukan segala atraksi yang sangat berbahaya untuk sebuah ketenaran, seperti terjun dari ketinggian, melakukan atraksi kendaraan di puncak gunung, dan sebagainya. Ia tidak tahu tentang kematian walaupun akhirnya banyak juga yang mengalami kematian saat aksinya. Ketiga, orang memahami kematian dengan suka cita. Ia tahu karena dengan kematian menjadi sebab, ia akan memanen pahala amal sholeh. Itulah pemahaman kematian yang dipahami bagi orang beriman. Kematian sangat dirindukannya sebagai perjumpaan dengan Allah.
Ada enam sifat kematian yang merupakan rahasia dari kematian itu sendiri. Enam sifat kemarian tersebut, yaitu:
- Tidak ada yang tahu kapan datangnya kematian. Sebagian orang berkata dan berpendapat bahwa orang itu sebenarnya 40 hari sebelum kematian sudah dapat merasakannya, dan orang sekelilingnya pun ada yang memahaminya. Itulah pemahaman yang keliru di sekitar kita tentang datangnya kematian.
- Sifat kematian sebenarnya hanya berpindah dari ancaman satu ke ancaman berikutnya. Mungki dia sakit jantung, paru-paru, kencing manis, dst. Dia bisa saja terlepas dari penyakit A, B, C, dan seterusnya. Tapi akhirnya saat terkena penyakit Z misalnya, dia tidak bisa menghindarinya dan meninggal.
- Harus kita pahami. Bahwa kematian itu ada hubungannya dengan rezeki. Sifat rezeki itu akan datang sebagaimana kematian itu akan datang. Sempurnanya hamba Allah dalam rezekinya berarti sempurnanya kehidupan dan berakhir dengan kematian. Hasan Al Bashri pernah berkata, “Setiap hari malakul maut datang sampai 3 kali sehari sambil membawa rezeki terakhirnya. “ Apakah rezekinya berakhir pada kedatangan malakul maut saat yang pertama datang, kedua, atau ketiga Wallahu A’lam. Alloh mengirim hidayah itu sebenarnya setiap waktu, tinggal sinyal kita kapan kuatnya menerima hidayah dan peringatan datangnya kematian.
Orang yang wafat berarti karena rezekinya sudah selesai di atas dunia ini. Maka kita berkaca kepada sendiri, bahwa orang yang sukses sesukses-suksesnya berarti dia telah mendekatkan diri kepada kematian. Karena itu biarlah hidup ini mengalir menerima dengan takdir Allah.
- Kematian itu memiliki syakaratul maut. Kecuali yang mati syahid. Orang yang mati syahid akan merasakan hanya seperti digigit semut. Siapapun kita pasti akan merasakan syakaratul maut. Rasululloh juga merasakan sakaratul maut. Rasa sakit menjelang kematian, itulah syakaratul maut. Rasululoh mendapati sakit dua kali. Saat itu Fatimah binti Rasulullah menangis. Rasa sakit yang pertama dialami Rasululloh, yaitu ketika pada bisikan pertama di depan Fatimah bahwa Rasul akan meninggalkannya. Rasa sakit yang kedua, yaitu ketika Fatimah tertawa yang tertahan karena mendengar Rasululloh membisikinya yang kedua bahwa di antara keluarganya, Fatimahlah yang akan menyusul lebih dulu setelah wafatnya. Sakaratul Maut itu sakitnya berlapis-lapis sehingga orang yang menghadapinya tidak bisa berkata-kata. Setelah Syakaratul Maut itu ada yang namanya Naza. Mentalqin itu pelan-pelan di dekat telinga sebelah kanan. Bersuaralah yang lembut dan jangan diajak bicara orang yang dalam keadaan Naza. Temani sampai orang yang dibimbing bisa mengucapkan Laa Ilaha Illalloh.
Kisah nabi Isa yang meminta izin kepada Allah untuk bertemu ruh ibunya yang sudah wafat karena saar ruh diambil oleh malakul maut, ia tidak disampingnya. Allah mengizinkan, dan nabi Isa bertanya kepada ruh ibunda, “Wahai ibunda, apa yang sekarang sedang dirasakan.”, Ibunda menjawab bahwa yang masih dirasakan sekarang adalah sakitnya sakaratul maut.
- Kematian itu hanya satu kali. Jadi salah kalau ada yang mengatakan bahwa hidup ini hanya sekali, yang benar adalah kematian itu hanya sekali. Seumur hidup di dunia itulah kematian. Di akhirat tidak ada kematian lagi. Di alam Barzakh Alloh memanggil kematian dan disaksikan seluruh makhluk hidup termasuk calon penghuni surga dan calon penghuni neraka, bahwa Alloh telah menyebelih kematian yang dalam hadis kematian itu berbentuk domba.
- Kematian itu sifatnya akan memindahkan seseorang ke alam Barzakh (QS. Al Muminun ayat 100). Barzakh yaitu tembok yang tebal yang tidak bisa ditembus.
لَعَلِّىٓ أَعْمَلُ صَـٰلِحًۭا فِيمَا تَرَكْتُ ۚ كَلَّآ ۚ إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَآئِلُهَا ۖ وَمِن وَرَآئِهِم بَرْزَخٌ إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ [٢٣:١٠٠]
Agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka dibangkitkan.
Kisah tentang kematian seperti yang dialami Abdullah bin Haram atau orang tua dari Jabir bin Abdullah bin Amr (bin Amroh As-salami Al Anshari) adalah sahabat nabi. Lahir 607 M, Madinah dan wafat 697 M. Beliau walaupun sudah tua selalu minta kepada Rasululloh utk mengikuti jihad.
Lahir 15 tahun sebelum fase hijrah. Dia seorang sahabat nabi. Tipikal sahabat itu ada 2, yaitu pertama, umumnya para sahabat itu berlomba-lomba utk beramal yang bersumber dari Nabi. Kedua, para sahabat itu memikirkan masa depan keturunannya utk berjuang dalam melanjutkan amal sholehnya. Sahabat nabi yang bernama Abdullah itu ahli perang, ia menyiapkan juga anaknya, Jabir untuk menggantikannya dengan mencintai jihad. Di antaranya ia bimbing agar generasinya mencintai dalam berjihad dan mencari ilmu.
Abdullah bin Amr itu gugur sebagai syahid yang berumur hampir 100 tahun. Ketika gugur sebagai syahid dimutilasi oleh orang musyrik, anaknya yang bernama Jabir sedih melihat keberadaan fisik ayahnya. Di saat kesedihan yang mendalam, Rasululloh memanggil Jabir bahwa ayahnya telah diistimewakan oleh Alloh dengan memberikan segala permintaaannya.
Orang yang beriman ketika ruhnya sampai kepada Alloh pasti akan bisa bertemu dengan Alloh dengan hijab. Tapi Abdullah bin Amr ketika ruhnya bertemu Alloh tanpa hijab dan Alloh langsung bisa bercakap-cakap kepadanya dengan menawarkan permintaannya. Abdullah bin Amr minta agar ia dihidupkan lagi karena nikmatnya saat kematian sebagi syahid. Kematian itu takdir mutlak dari Alloh. Sehingga Alloh tidak mengabulkan permintaan Abdullah bin Amr. Permintaan selanjutnya, agar ia (Abdullah bin Amr) di beri rezeki termasuk untuk keturunannnya. Itulah awal turunnya surat Ali Imron ayat 169 dan 170.
وَلَا تَحْسَبَنَّ ٱلَّذِينَ قُتِلُوا۟ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ أَمْوَٰتًۢا ۚ بَلْ أَحْيَآءٌ عِندَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ [٣:١٦٩]
Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezeki.
فَرِحِينَ بِمَآ ءَاتَىٰهُمُ ٱللَّهُ مِن فَضْلِهِۦ وَيَسْتَبْشِرُونَ بِٱلَّذِينَ لَمْ يَلْحَقُوا۟ بِهِم مِّنْ خَلْفِهِمْ أَلَّا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ [٣:١٧٠]
Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Kain kafan itu tidak ada sakunya. Itu semua sebagai i’tibar bahwa orang mati tidak suka dengan uang atau harta. Orang mati itu bisa membawa harta untuk menemaninya di alam kubur tetapi tidak bisa membawanya sendiri, harta itu harus dititipkan. Dititipkan lewat panti Asuhan, Masjid, Madrasah, Pondok, dsb.
Allah yang memiliki nyawa manusia. Maka atas kehendak Allahlah kapan, nyawa manusia akan diambilnya. Hak Allah akan kematian makhluk merupakan urusan Allah apakah akan menempatkannya dalam kebahagiaan atau dalam penderitaan tergantung amaliah waktu di dunianya. Dalam Al quran surat 17 ayat 75 dan 76 semua akan ditanya:
إِذًۭا لَّأَذَقْنَـٰكَ ضِعْفَ ٱلْحَيَوٰةِ وَضِعْفَ ٱلْمَمَاتِ ثُمَّ لَا تَجِدُ لَكَ عَلَيْنَا نَصِيرًۭا [١٧:٧٥]
Kalau terjadi demikian, benar-benarlah Kami akan rasakan kepadamu (siksaan) berlipat ganda di dunia ini dan begitu (pula siksaan) berlipat ganda sesudah mati, dan kamu tidak akan mendapat seorang penolongpun terhadap Kami.
وَإِن كَادُوا۟ لَيَسْتَفِزُّونَكَ مِنَ ٱلْأَرْضِ لِيُخْرِجُوكَ مِنْهَا ۖ وَإِذًۭا لَّا يَلْبَثُونَ خِلَـٰفَكَ إِلَّا قَلِيلًۭا [١٧:٧٦]
Dan sesungguhnya benar-benar mereka hampir membuatmu gelisah di negeri (Mekah) untuk mengusirmu daripadanya dan kalau terjadi demikian, niscaya sepeninggalmu mereka tidak tinggal, melainkan sebentar saja.
Akhirnya penulis berpesan kepada sendiri dan pembaca, akhiri segala perjalan hidup ini dengan cinta dan kasih sayang. Dengan cinta semua akan menjadi indah dan bahagia. Isilah sisa-sisa usia ini dengan saling mencintai sesama orang beriman. Mengapa kalau ada perbedaan harus berakhir dengan kebencian. Perbedaan merupakan bukti keadailan Allah SWT. Lihat bencana atau fitnah pandemi masih melanda negeri. Ulama satu persatu sudah diambil oleh pemiliknya yaitu Allah Azza Wa Jalla.
Alif Sarifudin, PDM Kota Tegal