Kenapa Jumlah Tanggal di Bulan Februari Berbeda?
Muhammad Rodham Robbina
Februari merupakan bulan yang unik pada sistem penanggalan masehi. Di bulan lain umumnya terdapat 30 atau 31 hari, sedangkan Februari hanya memiliki 28 hari atau terkadang 29 hari pada tahun yang kita sebut sebagai tahun kabisat. Jumlah hari pada bulan Februari yang tidak tetap mengakibatkan banyak orang yang hanya merasakan tanggal kelahirannya setiap 4 tahun sekali. Lantas kenapa Februari memiliki jumlah hari yang “nyeleneh” dibandingkan bulan lain? Mari kita kupas bersama.
Pada awalnya sistem penanggalan masehi tidak seperti sekarang. Semuanya dimulai dari Romulus, raja pertama dari Roma. Pada saat itu sistem penanggalan tidak dimulai dari bulan januari, bahkan saat itu belum ada bulan januari. Sistem penanggalan dimulai dari bulan maret saat vernal equinox atau saat matahari lintasannya tepat berada di atas khatulistiwa.
Satu tahun pada masa raja Romulus hanya terdiri dari 304 hari dan hanya ada 10 bulan (Martius, Aprilis, Maius, Iunius, Quintilis, Sextilis, September, Oktober, November, Desember). Ini sejalan dengan alasan dari penamaan beberapa bulan, seperti desember yang berasal dari kata deka, yang berarti sepuluh, atau oktober yang berasal dari kata octa yang juga berarti delapan. Ada empat bulan yang terdiri dari 31 hari yaitu Martius, Maius, Quintilis, dan October, sedangkan sisanya terdiri dari 30 hari.
Lalu reformasi sistem penanggalan dilakukan oleh Numa, raja kedua dari Roma. Numa menambahkan 2 bulan baru kepada sistem penanggalan, yaitu Ianuarius (Januari) bulan ke-11 dan Februarius (Februari) bulan ke-12. Pada awalnya Numa menetapkan baik Januari atau Februari sama-sama 28 hari dan menurunkan bulan yang jumlah harinya 30 menjadi 29 sehingga jumlah total hari dalam setahun menjadi 354 hari.
Akan tetapi angka genap saat itu dianggap bukan angka keberuntungan sehingga Numa menambahkan hari pada bulan Januari menjadi 29 hari yang menjadikan jumlah hari dalam setahun menjadi ganjil, yaitu 355 hari.
Sistem penanggalan pada era Numa ini memiliki sebuah kelemahan atau juga bisa kita sebut sebagai keanehan, yaitu sistem penanggalan tidak bisa selaras dengan pergantian musim, sehingga pada tahun-tahun tertentu Numa menambahkan bulan ke-13 yaitu Marcedonius untuk menyelaraskan dengan pergantian musim.
Lalu bagaimana ceritanya Januari dan Februari bisa menjadi bulan yang berada di awal tahun?
Beberapa abad setelah era Numa, Januari dijadikan sebagai awal tahun, kenapa demikian? Karena nama Januari diambil dari dewa Ianus, yang merupakan dewa pintu gerbang sehingga orang-orang pada zaman itu merasa Januari harus menjadi bulan ke-1 sehingga Februari berubah dr bulan ke-12 menjadi bulan ke-2 dan seterusnya.
Sampai pada era Julius Caesar di mana untuk menyelaraskan sistem penanggalan dengan perubahan musim ditetapkan satu tahun menjadi 365,25 hari dengan ketentuan 365 hari dalam setahun dan pada tahun ke empat menjadi 366 hari. Berubahnya jumlah hari dalam setahun ini dilakukan dengan cara mengembalikan bulan yang dirubah menjadi 29 hari pada era Numa Kembali menjadi 30 hari, lalu menjadikan Januari 31 hari dan Februari 29 hari atau 30 hari pada tahun kabisat.
Setelah kematian Julius Caesar, untuk menghormati jasa-jasanya maka bulan Quintilis yang merupakan bulan ke-7 saat itu dirubah namanya menjadi Iulius atau Juli. Kematian Julius Caesar membuat Augustus Caesar naik tahta dan Augustus ingin namanya diabadikan menjadi nama bulan seperti pendahulunya itu.
Dipilihlah bulan Sextilis, alasannya bulan Sextilis adalah waktu yang dipilih Cleopatra untuk melakukan bunuh diri, sehingga diubahlah nama bulan Sextilis menjadi bulan Agustus. Jumlah hari Sextilis tadinya hanya 30 hari, karena menurut kepercayaan saat itu angka genap bukan merupakan angka keberuntungan, Augustus mengubahnya menjadi 31 hari dan mengorbankan Februari menjadi 28 atau 29 hari.
Begitulah sejarah singkat kenapa bulan Februari berjumlah 28 atau 29 hari. Tentu saja orang yang lahir pada 29 Februari masih beruntung merasakan hari ulang tahun setiap 4 tahun sekali. Bayangkan bagi orang pada zaman Julius Caesar yang lahir pada 30 Februari, dia tidak pernah merasakan ulang tahun lagi.
Muhammad Rodham Robbina, mahasiswa Pascasarjana Ilmu Astronomi di ITB, Penerima Beasiswa Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah