Mengoptimalkan Energi Ikhlas Menghadapi Pandemi Covid-19 Perspektif Alquran dan as-Sunnah
Oleh : Dr. Sulidar, M.Ag
Pandemi covid-19, belum juga normal, hingga tulisan ini dibuat (bulan Februari 2021), itu artinya sudah satu tahun pandemi bersama kita. Bahkan menurut prediksi para ahli kesehatan, boleh jadi hingga Desember 2021, bahkan hingga tahun depan mungkin situasinya mulai normal. Jika dilihat dari dampak penyebaran virus dalam kehidupan manusia, bukan saja terhadap sisi kesehatannya, namun semua segi kehidupan manusia terkena imbasnya, baik kehidupan sosial, ekonomi, politik bahkan agama. Jika masih banyak orang yang terkena virus ini (covid-19=Corona Virus Disease-19), maka situasi dan kondisinya belum normal atau belum aman.
Oleh karenanya, mestilah waspada, dan ikutilah protokol kesehatan secara ketat, memakai masker ketika keluar rumah, selalu mencuci tangan dengan sabun, serta menjaga jarak antar sesamanya. Selanjutnya, harus dipahami bahwa makna kata pandemi adalah wabah yang berjangkit serempak di mana-mana atau meliputi geografi yang luas (seluruh negara di dunia), bukan hanya di Indonesia. Jadi, kalau dikatakan pandemi Covid-19, artinya virus corona 19 telah diakui menyebar luas ke seluruh negara di dunia, maknanya ini adalah fakta bukan ilusi.
Umat Islam dalam menghadapi kehidupannya mestilah merujuk kepada Alquran dan as-Sunnah sebagai pedoman hidupnya (way of life), agar selamat, bahagia di dunia dan di akhirat. Salah satu solusi dalam menghadapi pandemi covid-19 adalah dengan mengoptimalkan energi ikhlas berdasarkan petunjuk Alquran dan as-Sunnah.
Artikel ini berusaha mengulas bagaimana dahsyatnya energi ikhlas dalam menghadapi covid-19 perspektif Alquran dan as-Sunnah, sehingga umat Islam bisa tetap eksis dan terus memberikan kemaslahatan bagi umat, sehingga tidak panik dalam menghadapi situasi dan kondisi apapun yang ditakdirkan oleh Allah swt..
Pengertian Ikhlas
Di antara pengertian ikhlas adalah, ikhlas ada lah memurnikan tujuan untuk mendekatkan diri kepa da Allah, juga pembersihan diri dari pamrih kepada makhluk Allah (manusia). Dengan kata lain, ikhlas adalah semata-mata ibadah hanya kepada Allah swt, dan minta balasan hanya kepada Allah swt.
Orang-orang yang berperilaku ikhlas memiliki jiwa yang tenang dan damai, kendatipun dipuji atau di rendahkan baginya tidak membuat perubahan jiwanya, sehingga tidak bergejolak. Selanjutnya orang-orang yang berperilaku ikhlas tidak suka mengeluh, tidak su ka mengungkit-ungkit kebaikan atau jasa yang diberi kan, dan tidak suka mengkambing hitamkan sesuatu atau seseorang, jika menghadapi kesulitan dan musi bah. Orang yang ikhlas jika mendapat nikmat ia ber syukur, dan jika mendapat musibah ia bersabar. Perintah ikhlas terdapat dalam Q.S.al-Bainat/98 : 5:
وَمَا أُمِرُوا إِلاَّ لِيَعْبُدُوا اللهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ (5)
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyem bah Allah dengan memurnikan (mengikhlas kan) keta atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menu naikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.
Selanjutnya, ikhlas bukan berarti tanpa pamrih, tetapi pamri (minta balasan) dimohonkan kepada Allah swt, yang Maha Kaya dan Maha Berkuasa. Se bab, yang memerintahkan kita untuk beribadah dan beramal saleh adalah Allah swt. Jadi, siapa yang me nyuruh, maka upahnya tentu minta kepada yang menyuruh atau yang memerintahkan, yakni Allah swt.
Dahsyatnya Energi Ikhlas
Perilaku ikhlas, tidak mudah dilakukan, sebab pada umumnya, manusia melakukan amal kebaikan meminta balasan dari sesama manusia, padahal, yang memberikan balasan hanya Allah swt. Jika, seseorang memberikan sesuatu kebaikan kepada seseorang lainnya, dan orang yang diberikan kebaikan itu tidak berbuat baik kepadanya, bahkan sebaliknya, lalu orang yang memberikan kebaikan itu kecewa, maka inilah yang disebut tidak ikhlas. Pemberian ikhlas adalah betul-betul murni mengharap kepada Allah swt., dan Allah swt Maha Tahu dalam membalas ganjaran kepada hamba-Nya, jadi tidak boleh ragu dalam melakukan kebaikan. Setiap kebaikan akan dibalas dengan kebaikan, demikian juga kejahatan dibalas dengan kejahatan. Perhatikan Q.S.al-Isra’/17:7:
إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا…
Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri…juga.Q.S.ar-Rah man/55:60:
هَلْ جَزَاءُ اْلإِحْسَانِ إِلاَّ اْلإِحْسَانُ (60)
Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).
Demikian dahsyatnya energi ikhlas, sehingga Iblis, bosnya setan tidak berdaya terhadap orang-orang yang berperilaku ikhlas, Q.S.Shad/38 :82-83:
قَالَ فَبِعِزَّتِكَ َلأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ (82) إِلاَّعِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ (83)
Iblis menjawab: “Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-ham ba-Mu yang ikhlas (mukhlis) di antara mereka.
Ayat di atas ini (Q.S.Shad/38 :82-83) memberikan pelajaran bagi umat Islam, agar berperilaku ikhlas. Karena, bayangkan bos Iblis tidak mampu menggoda orang yang berperilaku ikhlas apalagi anak buahnya yang bernama syaitan, tentu lebih tidak mampu lagi. Jika, Iblis dan syaitan tidak mampu menggoda orang-orang yang berperilaku ikhlas, sudah barang tentu orang-orang yang berperilaku ikhlas akan sejahtera, damai dan bahagia, sebab tidak satupun yang mampu menghalangi segala aktivitas amal salihnya, baik yang berhubungan kepada Allah swt (ibadah), maupun yang berhubungan dengan manusia (muamalah).
Gambaran orang yang berperilaku ikhlas:
حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ الصَّبَّاحِ حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ الأَزْرَقُ حَدَّثَنَا عَوْفٌ عَنْ الْحَسَنِ وَابْنِ سِيرِينَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ غُفِرَ لِامْرَأَةٍ مُومِسَةٍ مَرَّتْ بِكَلْبٍ عَلَى رَأْسِ رَكِيٍّ يَلْهَثُ قَالَ كَادَ يَقْتُلُهُ الْعَطَشُ فَنَزَعَتْ خُفَّهَا فَأَوْثَقَتْهُ بِخِمَارِهَا فَنَزَعَتْ لَهُ مِنْ الْمَاءِ فَغُفِرَ لَهَا بِذَلِكَ.
Telah bercerita kepada kami Al-Hasan bin ash-Shob bah telah bercerita kepada kami Ishaq Al-Azraq telah bercerita kepada kami ‘Auf dari Al-Hasan dan Ibnu Si rin dari Abu Hurairah ra. dari Rasul saw. bersabda: “Ada seorang wanita pezina yang diampuni dosanya disebabkan (memberi minum seekor anjing). Ketika dia berjalan ada seekor anjing dekat sebuah sumur yang sedang menjulurkan lidahnya dalam kondisi ham pir mati kehausan. Wanita itu segera melepas sepatu nya lalu diikatnya dengan kerudungnya kemudian dia mengambil air dari sumur itu. Karena perbuatannya itulah maka dia diampuni dosanya”.H.R. al-Bukhari. No. 3074.
Jika, ditelaah as-Sunnah di atas, maka dapat di katakan pelacur tersebut melakukan secara ikhlas, mengapa? Pertama, di padang pasir yang tidak ada orang yang melihatnya, sehingga kerjanya tidak bisa dipamerkan pada orang lain. Kedua, yang ditolongnya adalah binatang, yang tidak bisa berbicara pada manusia untuk melaporkan kebaikan sang pelacur. Ketiga, jika diukur dengan matematika, dia melakukan amal salih 1 tetapi dikali dengan nilai tak terhingga, hasilnya tak terhingga. Nilai tak terhingga itulah rahmat Allah, sehingga diampuni oleh Allah swt semua dosanya. Allah swt dalam memberikan nikmat dan karunia kepada hamba-Nya, dalam berbagai ayat Alquran, biasanya didahului dengan mengampuni hamba-Nya tersebut, setelah itu barulah diberi karunia baik di dunia maupun di akhirat. Perhatikan Q.S.as-Saf/61:11:
يَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَيُدْخِلْكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِي جَنَّاتِ عَدْنٍ ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (12)
“Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam surga (jannah) yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam jannah ‘Adn. Itulah keberuntungan yang besar.”
Sebaliknya, jika seseorang melakukan amal salih yang kalau dikonversi dengan uang nilainya 50 triliun, tetapi dikali 0 (nol), maka hasilnya juga 0 (nol). Oleh karena itu, jangan pernah sepele dengan semua amal salih atau amal kebaikan. Sebagai contoh, apa yang ditegaskan dalam Alquran bila bersedekah yang diiringi dengan riya, maka pahala sedekahnya adalah nol atau sia-sia. Perhatikan Q.S.al-Baqarah/2:264:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَى كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا لَا يَقْدِرُونَ عَلَى شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا وَاللهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ (264)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut -nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir
Dalam sabda Rasul saw, juga menginformasikan bahwa jika seorang hamba benar-benar beribadahj secara ikhlas, maka akan diberikan balasan yang luar biasa, yaitu dibangunkan oleh Allah swt rumah di surga.
وحَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ سَالِمٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ أَوْسٍ عَنْ عَنْبَسَةَ بْنِ أَبِي سُفْيَانَ عَنْ أُمِّ حَبِيبَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهَا قَالَتْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَا مِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ يُصَلِّي لِلَّهِ كُلَّ يَوْمٍ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً تَطَوُّعًا غَيْرَ فَرِيضَةٍ إِلَّا بَنَى اللهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ أَوْ إِلَّا بُنِيَ لَهُ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ قَالَتْ أَمُّ حَبِيبَةَ فَمَا بَرِحْتُ أُصَلِّيهِنَّ بَعْدُ و قَالَ عَمْرٌو مَا بَرِحْتُ أُصَلِّيهِنَّ بَعْدُ.
Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyar telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja’far telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari Nu’man bin Salim dari ‘Amru bin Aus dari Anbasah bin Abu Sufyan dari Ummu Habibah isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, katanya; “Aku mendengar Rasul saw. bersabda: “Tidaklah seorang muslim mendirikan salat sunnah karena Allah (ikhlas) sebanyak dua belas rakaat selain salat fardhu, melainkan Allah akan membangunkan baginya sebuah rumah di surga.” -Atau dengan redaksi lain- “Melainkan akan dibangunkan baginya rumah di surga.” Ummu Habibah berkata; “Setelah itu, aku selalu melaksanakan kedua belas rakaat itu.” H.R.Muslim. No. 1199.
Bahkan, dalam sabda Rasul saw yang lain diinformasikan bahwa dalam Alquran ada nama surat khusus yang bernama surat al-Ikhlas, dan siapa saja yang membacanya, seolah-olah dia membaca 1/3 Alquran, maknanya jika ia membacanya 3X, seolah-olah mengkhatamkan Alquran.
وحَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَ زُهَيْرٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ عَنْ مَعْدَانَ بْنِ أَبِي طَلْحَةَ عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَيَعْجِزُ أَحَدُكُمْ أَنْ يَقْرَأَ فِي لَيْلَةٍ ثُلُثَ الْقُرْآنِ قَالُوا وَكَيْفَ يَقْرَأْ ثُلُثَ الْقُرْآنِ قَالَ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ تَعْدِلُ ثُلُثَ الْقُرْآنِ وحَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَكْرٍ حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي عَرُوبَةَ ح و حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَفَّانُ حَدَّثَنَا أَبَانُ الْعَطَّارُ جَمِيعًا عَنْ قَتَادَةَ بِهَذَا الْإِسْنَادِ وَفِي حَدِيثِهِمَا مِنْ قَوْلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللهَ جَزَّأَ الْقُرْآنَ ثَلَاثَةَ أَجْزَاءٍ فَجَعَلَ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ جُزْءًا مِنْ أَجْزَاءِ الْقُرْآنِ.
Dan telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb dan Muhammad bin Basysyar – Zuhair berkata- telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa’id dari Syu’bah dari Qatadah dari Salim bin Abul Ja’d dari Ma’dan bin Abu Thalhah dari Abu Darda` dari Nabi saw., beliau bersabda: “Tidak sanggupkah salah seorang dari kalian membaca sepertiga Alquran dalam semalam?” Mereka balik bertanya, “Bagaimana cara membaca sepertiganya?” Nabi saw. menjawab: “‘Qul Huwallahu Ahad’ (surat Al-Ikhlash/112) sama dengan sepertiga Alquran.” Dan telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Bakr telah menceritakan kepada kami Sa’id bin Abu ‘Arubah -dalam jalur lain- Dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami ‘Affan Telah menceritakan kepada kami Aban Al-Aththar semuanya dari Qatadah dengan isnad ini. Dan di dalam hadits keduanya adalah dari sabda Nabi saw.: “Sesungguhnya Allah ‘azza wajalla menjadikan Alquran itu tiga bagian. Lalu Dia menjadikan, ‘qul Huwallahu Ahad (surat Al-Ikhlash/112).’ Sebagai satu bagian dari bagian-bagian Alquran.”H.R.Muslim. No. 1344.
Beberapa karakteristik Ikhlas
- Tidak suka mengeluh atas kewajiban yang diberikan Allah dan Rasul-Nya. Berperilaku arif.
- Tidak suka mengbangkit-bangkit pemberian jasa atau kebaikan kepada orang lain.
- Tidak suka menyalahkan orang lain ketika tertimpa suatu musibah, orang ikhlash akan bersabar menerima takdir Allah swt.
- Sama saja jiwanya, dipuji atau dihina, orang ikhlas tidak terpengaruh dengan penilaian manusia.
- Senantiasa bergegas dalam berbuat kebaikan.
- Bahagia melihat saudaranya bahagia, dan prihatin serta muncul empati lalu menolong jika melihat saudaranya tertimpa musibah apapun.
- Senantiasa bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah kepadanya, dengan melaksanakan segala perintah Allah swt dan Rasul-Nya serta menjauhi larangan Allah dan RasulNya.
- Orang ikhlas jiwanya tenang, stabil, sebab imannya mantap, ucapan dan perbuatannya senantiasa bernilai maslahat, bermanfaat tidak saja kepada dirinya sendiri tetapi juga kepada orang lain.
Umat Islam memiliki konsep yang jitu dalam menghadapi segala situasi dan kondisi kehidupan yang tidak menentu, sebab umat Islam yakin semua yang terjadi di dunia ini, pasti atas izin Allah swt, dengan demikian maka Allah swt, tidak akan memberikan kepada hamba-Nya sesuatu yang tidak mampu dipikulnya. Segala ujian akan diberikan kepada umat Islam untuk menyeleksi siapa yang iman dan amal salihnya yang terbaik, tentu diberikan sesuatu yang terbaik juga kepada hamba-Nya itu. Oleh karena, agar kita umat Islam diberikan yang terbaik, maka salah satu caranya adalah dengan berperilaku ikhlas dalam segala aktivitas yang kita lakukan, baik berhubungan kepada Allah swt (ibadah, maupun berhubungan kepada sesama manusia (muamalah). Wallahu a’lam bissawab.
Dr. Sulidar, M.Ag, Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara Periode 2015-2020