Etika Lingkungan
Oleh Masud HMN
Diantara topik pembicaraan Perdana Menteri (PM) Malaysia Mahyiddin Yassin bertemu Presiden Indonesia Joko Widodo di Jakarta baru baru ini adalah masalah Jerebu. Yaitu soal asap akibat pembakaran hutan yang sering terjadi setiap tahun.Pelanggaran Etika mengelola lingkungan hidup (ethcial environment).
Diskussi kedua pemimpin Negara itu tujuannya membuat saling pengertian mendalam tentang perilaku masyrakat pada masalah lingkungan alam sekitar. Menyadari masalahnya dan mengatasi secara bersama.Seperti disiarkan media lawatan singkat 4 dan 5 Februari dari PM Malaysia itu sejatinya memang bukan itu saja tapi ada masalah lain.
Bagaimana pun masalah lingkungan penting. Sangat terkait perilaku,tradisi masyarakat, setempat Seperti membakar hutan adalah perilaku negative atau tidak baik.
Begitulah.Perilaku manusia selalu saja ada yang buruk diantara yang baik.Ini jelas dalam diutusnya para nabi menata akhlak atau perilaku manusia itu. Tujannya agar manusia selamat, aman, tentram. Selaian itu lingkungan alam dapat terjaga kelestariannya. Tentu saja yang harus ada dan dibutuhkan akhlak yang baik, bukan sebaliknya.
Tentang hal ahklak ada hadist nabi yang menyatakan hal itu. Yakni sabda Rasullullah Muhammad Saw La buistu liutam mima makarimal akhlak. ( Tidak diutus Engkau (Muhammad) kecuali untuk menyempurnakan ahklak manusia).
Dasarnya bersesuaian dengan ilmu Ladunny, ilmu alam terkembang Ada hukum alam tentang perilaku Intinya keterkaitan manusia dan alamalam dan ada teori hukum alam lalu bagaimana menjelaskan terjadinya perilaku alam itu.hubungana dengan manusia.
Dalam lingkungan terdapat factor yang saling berkaitan, Faktor budaya dan lingkungan, ekonomi dan lingkungan, ilmu dan lingkungan.Alam terkembang jadi guru Diantara factor itu , fungsi ilmu urgent dan relevant untuk diperbicangkan. Tanpa fungsi ilmu pengetahuan akhlak dan perlaku akan berputar tanpa ujung ibarat menghasta kain sarung. Berputar itu keitu tanpa solusi tanpa progress.
Dalam bukunya Miftahu Saadah seoramg ulama bernama Ibnul Qayyim menulis tentang dua bentuk fungsi ilmu bagi manusia. Tokoh ulama berasal dari Yordania abad 13 itu mengurai dua bentuk fungsi ilmu itu adalah pertama Rahmat dan kedua bencana. Kapan ilmu membawa rahmat dan kapan pula ilmu itu membawa bencana .Demikian Ibnul Qayyim.
Alam memberi angin sepoi, air mengalir. Hutan yang hijau, burung yang bernyanyi, adalah bentuk rahmat yang ternilai. Ini semua dilimpahkan kepada manusia.Alam berfungsi rahmat kebahagian, kenikmatan bagi manusia.
Bentuknya berupa rahman dan Rahim Allah Swt . Mengatasi dan keutamaan yang tak ternilai dibanding dengan murkNya Allah. Saat murkanya muncul namun kasih dan sayangnya lebih dari murkaNya kepada hambanya.
Hanya masih saja tidak bersyukur.. Maka alam menjelma jadi bencana. Lingkungan diekploitasi berlebihan, hutan di tebang, lokasi hutan jadi gundul.. Disitulah datang bencana banjir.Bencana cobaan datang karena manusia tidak bersyukur.
Wabah datang karena kekufuran Ditambah dengan perilaku fasad, dengki mendengki. Dilengkapi oleh kemungkaran, maksiat dan moral hazard.
Diatas semua itu, ahklak yang baik diperlukan Tanpa akhlak yang baik alam yang berfungsi rahmat bagi manusia akan berubah jadi bencana, Syukur adalah metode epistimolginya dalam realitas.
Orang yang bersyukur selalu Berserah diri mengaharap keridaaNya semata adalah bentuk untuk mendapatkan maha Kasih Rahman dan RahimNya Allah SWT, Camkanlah, saat murkaNya datang namun rahman dan RahimNya akan mengalahkan murkaNya.
Masud HMN, Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta