Jalan Terjal Da’i Muhammadiyah 3T, Ditolak hingga Ditangkap Aparat

Jalan Terjal Da'i Muhammadiyah 3T

Prof Syafiq Mughni Dok TL

JAKARTA, Suara Muhammadiyah – Dakwah Muhammadiyah tersebar salah satunya melalui para da’i – muballigh yang dikirim ke berbagai daerah. Termasuk daerah 3T yaitu Terdepan, Tertinggal, dan Terpencil. Berdakwah di daerah 3T ini kerap menemui berbagai tantangan.

Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr Syafiq Mughni, MA menyebutkan da’i Muhammadiyah yang dikirim ke daerah 3T bukan hanya meniti jalan sunyi, melainkan menapaki jalan yang terjal nan berlubang. Terlebih betapa luasnya wilayah Indonesia serta daerah kepulauan yang memiliki karakteristik yang begitu beragam.

“Lembaga Dakwah Khusus ini bukan hanya meniti jalan sunyi, tetapi juga menapaki jalan berlubang, jalan terjal, karena tantangan yang dihadapi sangat besar,” ungkap Prof Syafiq Mughni dalam Webinar Lembaga Dakwah Khusus (LDK) Pimpinan Pusat Muhammadiyah bertajuk “Meniti Jalan Sunyi, Dakwah di Daerah 3T” pada Rabu, 24 Februari 2021.

Semua Pimpinan Persyarikatan Muhammadiyah sangat apresiatif memandang misi LDK sebagai bagian yang sangat penting bagi Muhammadiyah. Akan tetapi tidak semua pihak termasuk aktivis persyarikatan yang tertarik untuk menjadi bagian dari da’i yang dikirim ke pelosok. “Sehingga para da’i yang ada di daerah sangat spesial dan memiliki ghirah yang sangat tinggi dalam melaksanakan dakwah,” ungkap Prof Syafiq Mughni.

Menurutnya kesabaran dan ketangguhan adalah bekal utama serta kesadaran membawa misi besar persyarikatan Muhammadiyah dalam rangka menegakkan ajaran Islam dan semata-mata ridha Allah SwT. Misi yang diemban oleh persyarikatan Muhammadiyah cukup besar karena meliputi berbagai aspek kehidupan, semuanya ada dalam Muhammadiyah. “Alhamdulillah semua memiliki ketangguhan dalam melaksanakan ini. Saya yakin itu semua karena semangat yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah,” imbuhnya.

Selain itu, persoalan klasik yaitu belum mencukupinya SDM yang dibutuhkan dalam mengirimkan da’i ke daerah 3T. Oleh karena itu diperlukan kaderisasi di daerah setempat dalam membentuk kader dan da’i Muhammadiyah. “Tentu itu adalah keberhasilan yang luar biasa,” tutur Prof Syafiq Mughni. Apalagi jika belum ada Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) itu merupakan hal yang bertambah berat.

Kemudian perlu kerja sama dan kolaborasi antar majelis maupun lembaga di internal Muhammadiyah. Begitu juga bisa dimulai kolaborasi dengan lembaga di luar Muhammadiyah, misalnya membuka peluang untuk bekerja sama dengan Dewan Dakwah Islamiah maupun lembaga lain. “Sinergi bersama-sama dari beberapa lembaga yang senafas, senasab, dan sesaudara untuk melakukan perjuangan bersama-sama,” tandas Prof Syafiq Mughni.

Da’i Daerah 3T

Ustadz Akmal Thamrah, Da’i senior di Sampit, Kalimantan Tengah menjadi narasumber pertama. Ustadz Akmal Thamrah ditempatkan di sebuah desa pedalaman di Kotawaringin Timur sejak 1979.

Menurutnya Kotawaringin Timur luasnya satu setengah kali lebih besar dari Jawa Timur. Apalagi pada saat itu sarana transportasi masih sangat terbatas. Dari satu daerah ke daerah lain selain lewat darat juga diperlukan akses melewati sungai.

Pada masa awal penempatan sebagai da’i, Ustadz Akmal Thamrah yang berasal dari Sumatera Barat sempat mengalami penolakan bahkan diminta untuk kembali pulang. Tetapi dirinya gigih berjuang serta melakukan pendekatan baik melalui perorangan dan kelompok serta dengan pendekatan lewat olahraga. “Bagi da’i di daerah diperlukan pengetahuan maupun keterampilan sosiologi dan psikologi kemasyarakatan,” tukas Ustadz Akmal Thamrah.

Sementara itu narasumber kedua yaitu da’i millennial yang ditempat di sebuah pulau terpencil yaitu Kepulauan Tello, Nias Selatan, Sumatera Utara yaitu Ustadz Mizani Akmal. Dirinya merupakan Da’i Khusus alumni Pondok Hajjah Nuriyah Shabran Surakarta yang bertugas di pulau yang berhadapan langsung dengan Samudera Hindia di ujung barat.

Secara demografi, umat Islam di Kepulauan Tello adalah minoritas dengan persentase antara 20-25% muslim. Da’i Muhammadiyah di Pulau Tello hidup berdampingan secara damai meskipun pernah ada da’i yang ditangkap oleh aparat karena dianggap menyebarkan ajaran yang menyimpang.

Da’i Muhammadiyah yang ditempatkan di Pulau Tello terus berjuang mengemban misi dakwah termasuk mendidik masyarakat melalui Amal Usaha yang telah ada yaitu MI Muhammadiyah. Kini beberapa kader putra derah dari Pulau Tello ada yang tengah menempuh pendidikan ke Universita Muhammadiyah Sumatera Utara di Medan, Tangerang, hingga Surakarta. Sehingga kelak bisa memajukan dakwah di daerahnya serta daerah 3T lainnya. (Riz)

Exit mobile version