Pengembalian Uang Pendaftaran PTM
Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Saya sebagai pengurus Muhammadiyah dan lulusan Universitas Muhammadiyah merasa terusik tentang peraturan salah satu Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) atau mungkin semuanya perihal ketentuan pengembalian uang calon mahasiswa PTM kemudian mengundurkan diri karena diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Ketentuannya adalah sebagai berikut,
- Bagi calon mahasiswa PTM yang diterima di S-1 PTN bisa mengundurkan diri dan uang dikembalikan 50%
- Bagi calon mahasiswa PTM yang diterima di Diploma PTN tidak ada ketentuan mengundurkan diri, sehingga uang tidak dikembalikan sama sekali.
Pertanyaan saya, bagaimana penjelasan keagamaan (al-Qur’an dan Hadis) tentang kehalalan uang yang diperoleh dengan cara-cara tersebut?
Semoga Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah berkenan menjawab pertanyaan tersebut yang mengusik rasa keadilan di masyarakat.
Was-salamu ‘alaikum wr. wb.
Muhamad Heru Purnomo (Disidangkan pada Jumat, 3 Rabiulawal 1441 H / 1 November 2019 M)
Jawaban:
Wa ‘alaikumussalam wr. wb.
Terima kasih atas pertanyaan yang saudara ajukan. Sebelum menjawab pertanyaan saudara, kami akan menjelaskan pengertian dan rukun akad terlebih dahulu.
Sebagaimana telah dimuat pada Majalah Suara Muhammadiyah No. 2 Th. 89, 16-31 Januari 2004, bahwa dalam Bahasa Arab perjanjian terjemahnya العَهْدُ (al-‘ahdu) atau العَقْدُ (al-‘aqdu). Dalam Bahasa Indonesia kata perjanjian sering pula disebut dengan perikatan, seperti dalam hukum perdata ada bagian yang disebut dengan hukum perjanjian yang sering pula disebut dengan hukum perikatan. Persoalan yang ditanyakan di atas dapat dikategorikan sebagai akad atau perjanjian yang sudah disepakati di awal. Sebagaimana Allah swt berfirman,
يَآ أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ [المائدة، 5: 1].
Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu [QS. al-Maidah (5): 1].
Yang dimaksud dengan aqad (akad, perjanjian) adalah mencakup janji hamba kepada Allah, dan perjanjian yang dibuat oleh manusia dalam pergaulan sesamanya. Firman Allah swt:
وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُولاً [الإسراء، 17: 34].
Penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya [QS. al-Isra’ (17) :34].
Adapun untuk rukun akad, adalah sebagai berikut.
- ‘Aqid (orang yang berakad). Dalam kasus di atas, orang yang berakad adalah pihak PTM dan calon mahasiswa.
- Ma‘qud ‘alaih (objek akad). Objek akad dalam kasus di atas adalah,
- Bagi calon mahasiswa PTM yang diterima di S-1 PTN bisa mengundurkan diri dan uang dikembalikan 50%
- Bagi calon mahasiswa PTM yang diterima di Diploma PTN tidak ada ketentuan mengundurkan diri, sehingga uang tidak dikembalikan sama sekali.
- Sighat (ijab kabul). Adapun ijab kabul dalam hal ini adalah keputusan yang menunjukkan kerelaan atau persetujuan dua pihak yang melakukan perjanjian atau akad.
Dengan menandatangani perjanjian berarti seseorang telah menyetujui isi perjanjian itu, baik yang berupa menerima hak maupun melaksanakan kewajiban. Sangat tidak adil jika seseorang hanya mau menerima hak tanpa mau melaksanakan kewajiban yang telah disetujui. Sementara di pihak lain yang telah melaksanakan kewajiban, tidak menerima hak yang semestinya diterima. Sebagaimana firman Allah swt,
يَآ أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوا أَنفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا [النسآء، 4: 29].
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu [QS. an-Nisa’ (4): 29].
Ayat di atas menjelaskan bahwa antara kedua belah pihak harus ada keridaan atau kerelaan satu sama lain. Sebagaimana disebutkan juga dalam kaidah fiqhiyah,
اَلرِّ ضَى بِالشَّيئِ رِضَى بِمَا يَتَوَلَّدُ مِنْهُ.
Rela dengan adanya sesuatu, berarti rela dengan akibat yang akan ditimbulkannya.
Ada pula hadis yang terkait dengan syarat-syarat dalam suatu akad atau perjanjian sebagai berikut.
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اْلمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ [رواه أبو داود].
Nabi saw bersabda, umat muslim itu terikat dengan syarat-syarat yang telah mereka sepakati [HR. Abu Dawud].
Sekalipun sudah memenuhi rukun-rukun sebagaimana disebutkan di atas, apakah perjanjian itu sudah termasuk adil, sebagaimana makna konsep keadilan dalam Islam adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya, membebankan sesuatu sesuai daya pikul seseorang, memberikan sesuatu yang memang menjadi haknya dengan kadar yang seimbang.
Untuk itu, kami mengimbau kepada calon mahasiswa baru agar jangan menjadikan PTM sebagai cadangan atau batu loncatan ketika tidak diterima di PTN, karena hal itu dirasakan tidak adil bagi PTM dan dapat mempengaruhi hasil akreditasi mengurangi kuota mahasiswa baru yang serius hendak mendaftar ke PTM tersebut. Kami juga mengimbau kepada pihak PTM agar jangan langsung meminta uang dengan jumlah besar di awal pendaftaran karena calon mahasiswa baru tersebut belum tentu diterima dan belum menerima hak-hak lain sebagai mahasiswa.
Sehubungan dengan pertanyaan saudara, dapat dikemukakan bahwa jika calon mahasiswa itu telah menandatangani surat yang berisi tentang konsekuensi pengunduran diri sebagaimana disebutkan di atas, maka ia sudah menyetujui segala persyaratan dari awal dan kedua belah pihak harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing. Bagi calon mahasiswa yang diterima di S-1 PTN dan kemudian mengundurkan diri dari PTM yang juga menerimanya, uang pendaftaran yang sudah diserahkan kepada pihak PTM hanya akan dikembalikan 50% kepadanya, sedangkan 50% kelebihannya sudah menjadi hak PTM dan halal digunakan oleh PTM.
Jika di antara kedua belah pihak tidak ada akad atau perjanjian yang disepakati dari awal, kemudian pihak PTM hanya mengembalikan 50% uang pendaftaran calon mahasiswa tersebut, maka dalam hal ini pihak PTM telah berbuat zalim kepada calon mahasiswa tersebut dan status uang 50% yang diterima PTM tersebut tidak halal, dan tindakan yang demikian tidak dibenarkan dalam Islam karena menimbulkan mudarat atau kerugian, apalagi kerugian bagi masyarakat banyak. Dalam hadis ditegaskan,
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَضَى أَنْ لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ [رواه ابن ماجة].
Dari ‘Ubadah ibnu ash-Shamit (diriwayatkan), bahwa Rasulullah saw menetapkan tidak ada kemudaratan dan pemudaratan [HR. Ibnu Majah].
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
Wallahu a‘lam bish-shawab.
Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Sumber: Majalah SM No 19 Tahun 2020