Spiritualitas Kerja: Catatan Muhasabah
Oleh: Muhammad Irfan Helmy
Yang sering dilupakan para pekerja adalah aspek spiritualitas kerja itu sendiri. Kerja hanya dianggap sebagai cara mendapatkan uang. Kerja tidak lebih dari sekadar menjalankan program. Kerja dibatasi pada kegiatan yang dimulai pagi dan berakhir sore atau malam hari. Bahkan kerja dipahami sebagai sebab gajian. Akhirnya kerja hanya menjadi aktifitas terkait fisik dan materi.
Akibatnya, kerja jadi sekadar rutinitas. Tidak lagi diukur dengan capaian prestasi. Tidak penting apakah kerja itu punya prestasi atau tidak. Masuk kerja pagi dan pulang sore atau malam sdh cukup jadi ukuran kerja. Gajian di akhir atau awal bulan cukup jadi bukti kerja. Ada prestasi dari kerja itu atau tidak. Kerja menjadi rutinitas yang nyaris hampa makna dan nilai.
Sejatinya kerja adalah aktifitas sarat nilai. Bukan sekadar rutinitas. Dalam kerja terkandung nilai spiritual. Karena itu, spritualitas kerja harus menjadi kesadaran setiap pekerja. Bersemayam dalam pikiran dan mengejawantah dalam aksi dan gerak.
Kerja adalah wujud syukur. Bersyukur kepada Sang Khaliq atas nikmat dan karunia-Nya. Nikmat atas kesempatan hidup di dunia. Nikmat atas petunjuk hidayah sebagai manusia. Dua nikmat terbesar kepada manusia; wujud dan Hidayah. Sebagai makhluk yang wujud di dunia, kerja adalah gerak dari wujud. Mensyukuri nikmat wujud bentuknya adalah gerak yang diimplementasikan dalam kerja.
Ketika sang Khaliq mencipta manusia, Dia bekali dengan hidayah. Agar lurus jalan hidupnya. Hidayah ada pada banyak sisi. Insting, indera, akal dan agama adalah petunjuk bagi manusia. Perangkat-perangkat Hidayah itu menunjukkan manusia secara detil mana yang baik dan sebaliknya.
Saat manusia mengetahui nilai kebaikan, itu adalah nikmat besar. Apa jadinya jika manusia tidak punya kemampuan itu. Nilai-nilai kebaikan yang ditunjukkan oleh perangkat-perangkat Hidayah itu harus diraih dengan gerak dan kerja. Sebagai wujud syukur atas nikmat hidayah.
Kerja adalah kepatuhan kepada titah sang Khaliq untuk menjaga keberlanjutan hidup. Itu artinya kerja punya relasi kuat secara vertikal antara makhluk dan penciptanya. Jika kerja menghasilkan kesejahteraan, itu adalah modal bagi keberlangsungan hidup. Agama mewajibkan manusia menjaga keberlangsungan hidup. Karenanya dosa besar jika hidup disia-siakan. Maka logis, jika spiritualitas kerja juga ada pada upaya mengawal titah sang Khaliq tersebut.
Kerja adalah ibadah. Ibadah berarti menghamba kepada sang Khaliq. Substansi ibadah adalah pengakuan diri atas keserbabutuhan manusia kepada sang Khaliq. Hebatnya, pemenuhan kebutuhan itu telah dijamin sang Khaliq. Dicukupkan sesuai kadar yang dibutuhkan. Manusia tak perlu galau soal itu. Hanya perlu ikhtiyar. Nah, jika kerja adalah bagian dari ikhtiyar, maka nilai spiritualitas kerja semakin jelas.
Para pekerja perlu memunculkan dari alam bawah sadarnya kesadaran akan spiritualitas kerja. Agar nilai-nilai positif dan capaian prestasi menyemai dalam gerak kerja. Meningkat dari sekadar rutinitas menjadi spirit syukur, menjaga kehidupan dan ibadah. Selamat melanjutkan kerja dan meraih berkah. Wallahu A’lam… (MIH)
Muhammad Irfan Helmy, pendidik di IAIN Salatiga