YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) kembali meraih prestasi. Jurnal Agraris: Journal of Agribusiness and Rural Development Research berhasil terindeks Scopus. “Jurnal Agraris didedikasikan untuk membantu perkembangan pertanian Indonesia dari sisi sosial ekonominya. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, kontribusi Agraris perlu diperluas tidak hanya nasional, tetapi juga internasional,” jelas Dr. Widodo, Editor in Chief Jurnal Agraris, Senin (1/3)
Saat ini di UMY, baru Jurnal Agraris ini yang terindeks Scopus. Meskipun demikian beberapa jurnal lain di UMY juga sedang mengajukan diri ke Scopus. Hal ini sebagai bentuk keseriusan UMY menjadi pusat unggulan riset dan publikasi internasional. Widodo menambahkan, bahwa Jurnal Agraris ini pertama kali terbit tahun 2015, pada tahun 2017 berhasil mendapatkan akreditasi dari Kemenristek Dikti pada peringkat 2 atau SINTA 2.
“Untuk menjaga kualitasnya, editor dan reviewer di jurnal ini adalah para profesional yang memiliki pengalaman terbaik di bidangnya. Seiring dengan berjalannya waktu, Jurnal Agraris terus meningkatkan kualitasnya, terbukti cukup banyak peneliti dari luar negeri seperti Malaysia, Afrika Selatan, Etiopia dan lainnya yang menerbitkan artikel ilmiah terbaik mereka di jurnal ini,” imbuh Widodo.
Scopus merupakan pengindeks internasional yang diakui di seluruh dunia, dan hanya jurnal-jurnal yang memiliki kualitas tinggi yang mampu tembus diindeks oleh pengindeks ini. Untuk bisa terindeks Scopus, banyak kriteria yang harus dipenuhi oleh jurnal, dan terutama terkait kualitas artikel yang diterbikannya. Biasanya dibutuhkan waktu enam sampai 12 bulan untuk direview oleh pihak Scopus sampai jurnal tahu keputusan apakah diterima atau ditolak. Akan tetapi Agraris hanya membutuhkan kurang dari dua bulan sampai diterima, yaitu diajukan pada tanggal 5 Januari 2021, dan diterima pada tanggal 23 Februari 2021.
“Mulai tahun 2020, kami hanya menerima artikel berbahasa Inggris, ini kami lakukan agar Agraris mampu berkontribusi pada komunitas ilmiah yang lebih luas, tidak hanya cakupan nasional saja,” pungkas Dr. Widodo. (FJ/Riz)