MAKASSAR, Suara Muhammadiyah – mart Face Shield karya Devin Agastya Indy Gunawan memberikan warna inovatif dalam acara Deklarasi Sekolah Ramah Anak di SMP Muhammadiyah Program Khusus Kottabarat Surakarta pada Sabtu (27/2). Acara tersebut digelar secara virtual.
“Penemuan ini berguna untuk mengukur suhu orang yang memakai face shield secara real time sehingga tidak perlu mengukur dengan thermogan setiap beberapa jam. Suhu otomatis akan keluar di layar dan update setiap detik dan menit,” paparnya di hadapan tamu undangan.
Devin mengaku ide awal pembuatan face shield ini ketika ia melihat kekhawatiran terhadap potensi penularan covid-19 dan pengecekan dengan thermo gan setiap masuk ke sekolah.
“Proses pembuatan smart face shield ini agak lebih sulit sehingga memerlukan waktu sekitar satu sampai dua bulan. Alat-alatnya berupa sensor suhu, layar, dan mikro kontrol,” ungkapnya.
Siswa beprestasi yang kini duduk di bangku kelas IX tersebut pun berharap karya inovatifnya bisa dipakai oleh masyarakat umum terutama teman-teman sekolahnya dan guru saat pembelajaran tatap muka mendatang. Hal ini karena sensor tubuh bisa langsung diketahui sehingga potensi risiko seseorang bisa langsung diketahui dan ditindaklanjuti.
“Kita bisa saling mengetahui dan mengawasi suhu satu sama lain. Jika suhu di atas 39 derajat nanti ada warning berupa lampu kedip-kedip sehingga harus jaga jarak,” jelasnya.
Sementara itu, Muhdiyatmoko, Kepala SMP Muhammadiyah Program Khusus Kottabarat Surakarta mengapresiasi karya-karya siswa yang ditampilkan pada acara deklarasi sekolah ramah anak di sekolah. Kunci sekolah ramah anak adalah menyediakan fasilitas bakat dan minat anak-anak sehingga potensi tersalurkan seperti robotik, menyanyi, jurnalistik, KIR, dan sebagainya.
“Atas nama lembaga, kami mengapresiasi atas karya-karya terbaik siswa seperti karya puisi, dongeng bahasa Jawa, solo vokal, dan karya inovatif smart face shield,” ungkapnya.
Makna sekolah ramah anak menurut Muhdiyatmoko adalah bagaimana sekolah bisa memenuhi, menjamin, dan melindungi hak anak terkait dengan pendidikan di sekolah.
“Bagaimana sekolah menjadi rumah kedua bagi anak-anak. Artinya mereka merasa aman dan menyenangkan ketika belajar di sekolah. Kiat-kiatnya adalah menciptakan lingkungan yang asri, hijau, dan sejuk sehingga anak-anak nyaman belajar di sekolah. Seperti gazebo literasi tempat siswa bercengkrama berhiaskan pancuran air yang membuat suasana hati tenang,” jelasnya.
Muhdiyatmoko berharap ke depan sekolah bisa memaksimalkan fungsi edukasi yang terkait dengan bagaimana melayani anak-anak dengan penuh ramah humanis dan menyenangkan. (Aryanto)