Manusia Sebagai Khalifah
Oleh Tafsir
Dalam Terjemah Al-Qur’an Departemen Agama RI, Surat Al-Baqarah: 30, disebutkan “Ingatlah ketika Tuhan-mu berfirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata, “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah” padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?” Tuhan berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.””
Kita sebagai khalifah dimuka bumi ini cobalah sekali-kali untuk berinstropeksi atas apa saja yang telah dilakukan oleh umat manusia. Apakah aksi yang telah kita lakukan membawa dampak maslahat atau justru membawa mafsadat. Bisa juga sangat berkemungkinan sama-sama mengandung unsur keduanya, maslahat dan mafsadat, tetapi lebih banyak megandung unsur maslahatnya dibanding unsur mafsadatnya. Ataukah justru sebaliknya.
Ketika kita melihat dilingkungan sekitar. Tentu masalah sangat kompleks sekali. Banyak alam menjadi rusak dan tercemar. Seperti hutan menjadi gundul karena dibukanya lahan pertanian dan industri. Tanah, sungai, laut dan sumber air yang tercemar karena limbah dari pabrik. Ini tentunya bukan berarti bermaksud untuk pelarangan membuka lahan pertanian atau pendirian pabrik-pabrik.
Tidak hanya masalah seputar yang berkaitan dengan rusaknya atas kondisi alam saja. Tetapi juga rusak hubungan antar sesama manusia atau yang sering kita sebut dengan ‘Konflik Sosial’. Konflik sosial yang sangat beragam, hingga menyebabkan peperangan dan penjajahan yang sangat jauh dari peri kemanusiaan.
Ketika kita kembali lagi memahami arti dari kata khalifah, ‘Khalifah’ disini merupakan wakil dari Tuhan untuk menjaga dan merawat bumi ini sehingga menjadi lebih baik. Tentunya menjaga dan merawat ini merupakan konteks yang sangat luas. Tidak hanya menjaga dan merawat alam disekitar kita, baik itu berupa tumbuhan, binatang dan sebagainya. Tetapi juga menjaga dan merawat hubungan antar sesama umat manusia sehingga bisa hidup dengan aman dan damai. Tanpa adanya, perbudakan, penindasan dan tentunya jauh dari kekerasan dan peperangan.
Baik-buruknya kondisi alam dan sosial masyarakat ini tidak lepas dari peran manusia sebagai wakil Tuhan atau khalifah. Ketika manusia masih dipenuhi rasa egoisitas tinggi atas kepentingan individu dan golongannya saja, maka jangan harap dunia ini menjadi aman dan damai. Sebagai khalifah, manusia harus tampil aktif dan dinamis menjalankan tugasnya, tak boleh terjebak dalam pola hidup yang pasif dan malas, sebagaimana digambarkan dalam Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah bahwa dengan beragama Islam, maka setiap Muslim memiliki landasan hidup tauhid kepada Allah, fungsi ibadah dan kekhalifahan. Semoga.
Tafsir, Ketua PWM Jawa Tengah dan Dosen Fakultas Ushuluddin dan Humaniora UIN Walisongo Semarang
Sumber: Majalah SM Edisi 1 Tahun 2018