Trisula Baru Gerakan Muhammadiyah

Trisula Baru Gerakan Muhammadiyah

Oleh Hajriyanto Y. Thohari

Muhammadiyah menyebut dirinya gerakan (The Muhammadiyah movement, al-harakah al-Muhammadiyah), bukan organisasi, apalagi yayasan. Dalam lagu Sang Surya, nama mars Muhammadiyah, ditemukan kata-kata Al-Islam agamaku, Muhammadiyah gerakanku. Dalam Anggaran Dasar Pasal 4 Ayat (1) disebutkan “Muhammadiyah adalah gerakan Islam, da’wah amar ma’ruf nahi mungkar, dan tajdid”. Amar ma’ruf nahi mungkar artinya menyeru kebajikan dan mencegah kemungkaran. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menyeru artinya memanggil atau menarik perhatian dengan suara nyaring, mencegah artinya merintangi atau menghalangi (terjadinya kemungkaran).

Tetapi dalam pandangan Muhammadiyah amar ma’ruf nahi munkar dengan contoh yang kongkrit itu lebih kena daripada dengan lisan atau verbal (khutbah). Ada ungkapan dalam bahasa Arab lisanu ‘l-hal afshahu min lisani ‘l-maqal: seruan dengan keteladanan itu lebih kena daripada seruan dengan ucapan verbal. Semboyan Hizbul Wathan, nama kepanduan Muhammadiyah, sejak satu abad yang lalu sampai hari ini tidak berubah berbunyi: “sedikit bicara banyak kerja”. Maka Muhammadiyah pada sejatinya tidak memandang penting perdebatan-perdebatan teologi, apalagi sektarianistik, melainkan lebih mementingkan perbuatan. Sebagai gerakan “iman dalam perbuatan” (faith in actions), Muhammadiyah mengutamakan mobilisasi amal yang sistematis sekaligus sistematisasi yang dinamis.

Abad pertama: Trisula lama

Dalam satu abad pertama usianya (1912-2012) titik berat gerakan Muhammadiyah mengambil bentuk Trisula: (1) pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, (2) kesehatan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, dan (3) dialog antaragama dan peradaban untuk melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Meski belum sepenuhnya berhasil menjadi pusat-pusat keunggulan (center of excellence), tetapi dalam ketiga bidang ini Muhammadiyah tidak sedang berada pada posisi taxi di landasan: alih-alih sudah lepas landas (take off) dengan baik dan aman. Bisa saja terjadi goncangan-goncangan akibat cuaca buruk menghadang tetapi perjalanan menuju pelabuhan harapan –meminjam jargon ABRI dulu- stabil, aman dan terkendali.

Dalam perspektif kuantitatif amal usaha Muhammadiyah di bidang pendidikan dan kesehatan sudah cukup besar. Antusiasme gerakan Muhammadiyah dalam ketiga bidang itu secara numerikal malah sudah sampai pada tingkat harus direm agar bisa fokus membenahi aspek kualitasnya. Pimpinan Muhammadiyah sering kewalahan mengendalikan antusiasme warga Muhammadiyah di daerah dan cabang mendirikan sekolah dan rumah sakit. Beruntung pemerintah sering menghambat, membatasi, atau mempersulit perijinan pendirian rumah sakit dan sekolah/universitas baru, serta pembukaan program-program studi baru di Perguruan Tinggi Muhammadiyah. Jika tidak maka negara ini akan penuh dengan sekolah, universitas, dan rumah sakit Muhammadiyah.

Pada abad kedua usianya ini Muhammadiyah merasa tidak lagi relevan dikaitkan,  apalagi dibandingkan, dengan gerakan Ikhwanu l-Muslimin (MI, Mesir dan Dunia Arab), Wahabisme (Arab Saudi), atau Jama’at Islamiyah (Al-Maududi di Pakistan). Muhammadiyah justru merasa sedang harus berlomba dalam kebaikan (fastabiqu ‘l-khairat) dengan The Gülen movement (Turki) yang telah berhasil melakukan internasionalisasi diri dan gerakannya melalui pendidikan sebagai ujung tombaknya di seluruh dunia. The Gülen movement adalah gerakan keagamaan dan sosial transnasional yang dipimpin oleh pendakwah Turki, Fethullah Gulen,  yang berhasil mendirikan ratusan sekolah dan universitas privat di 180 negara di dunia yang menjadi pusat-pusat keunggulan.

Abad kedua: Trisula baru

Kini di awal abad kedua usianya Muhammadiyah memulai mencanangkan apa yang disebut dengan Trisula Baru Gerakan Muhammadiyah, yaitu: Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM), Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC), dan Lembaga Amil Zakat, Infak dan Shadaqah (LAZISMU). Ketiganya merupakan pengejawantahan dari jati diri asli gerakan Muhammadiyah yang berdimensi kemanusiaan sejagad yang melintasi golongan, agama, dan sektarianisme  yang parokialistik.

MPM dirintis oleh almarhum Dr. Muslim Abdurrahman dan almarhum Dr. Said Tuhuleley. Keduanya merupakan kekuatan operasional dari gagasan teologi al-ma’un ala Ahmad Dahlan dan sekaligus peletak dasar-dasar gerakan pemberdayaan masyarakat. Said Tuhulely lah yang berhasil secara gemilang melanjutkan, menyempurnakan, dan mengongkritkan langkah-langkah avant garde Muslim Abdurrahman. Langkah-langkah keduanya yang sangat fenomenal berhasil mendorong ekspansi dan ekstensifikasi gerakan Muhammadiyah sehingga merambah dunia buruh, tani, dan nelayan, bidang-bidang yang selama ini berada di luar arus utama Muhammadiyah. Muhammadiyah yang di sepanjang satu abad pertama usianya lebih dikenal menekuni bidang pendidikan, kesehatan, dan sosial, di tangan Putra Ambon dan Lamongan itu mulai merambah dunia petani, buruh dan nelayan.

Adapun MDMC dirintis oleh dr. Sudibyo Markus dan Dr. Rahmawati Husein dengan spirit Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO) yang fenomenal sejak 100 tahun yang lalu itu. Sebagai seorang dokter medis dan aktivis NGO dengan relasi internasional yang sangat luas, Sudibyo Markus mulai berperan besar dalam resolusi konflik di Filipinan Selatan. Rahmawati Husen, seorang aktivis perempuan Muhammadiyah yang meraih Master dari Universitas Cincinnati dan Ph.D dari Texas A&M University dalam Disaster Management, menjadikan dirinya doktor perempuan pertama Indonesia dalam bidang ini. Dengan semangat Hazard Reduction and Recovery Center (HRRC), ia memimpin tim nasional ke Kathmandu, Nepal, dengan bendera Indonesia (lihat Kompas, 25 Mei 2015).

MDMC bergerak dalam kegiatan penanggulangan bencana baik pada kegiatan mitigasi dan kesiapsiagaan, tanggap darurat, maupun rehabilitasi. MDMC mengadopsi kode etik kerelawanan dan piagam kemanusiaan yang berlaku secara internasional dengan mengembangkan misi pengurangan resiko bencana selaras dengan Hyogo Framework for Action (2005) yang dihasilkan dalam World Conference for Disaster Reduction, di Kobe, Hyogo, Jepang, 18-22 January 2005  (yang diprakarsai oleh The United Nations Office for Disaster Risk Reduction, UNISDR). MDMC juga mengembangkan basis kesiapsiagaan di setiap tingkat komunitas, sekolah, dan rumah sakit sebagai basis gerakan (lihatwww.mdmc.or.id).

MPM menunjang kegiatan MDMC dengan bergerak dari sisi pengembangan pusat penanggulangan krisis (recovery center) di tingkat regional dan wilayah yang berfungsi sebagai respons cepat dan antisipasi terhadap problem-problem psikososial di masyarakat. Dengan filosofi “mengembangkan cebong yang hanya mampu hidup di dalam kolam kecil menjadi katak yang dapat melompat kemana-mana”, MPM melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan mengacu pada pendekatan ekologi perkembangan manusia (ecology of human development) dan lingkungannya yang menyatakan bahwa intervensi social harus dapat menyentuh seluruh level relasi antar individu dan lingkungannya.

Di belakang MPM dan MDMC adalah LAZISMU yang digagas oleh Dr. Syafii Maarif dan Dr. Din Syamsuddin (2006). Keduanya lah yang meletakkan dasar-dasar ideologis dan teleologis pada masa-masa formasi gerakan filantropi Islam ini. Dalam konteks MPM dan MDMC, LAZISMU pada sejatinya merupakan lembaga yang memobilisasi penghimpunan dana dari masyarakat secara profesional untuk mendanai kegiatan-kegiatan keduanya. Maka kerjasama erat yang tersistem serta kaitan dan saling isi dari tiga lembaga ini telah menjadikan Muhammadiyah sebagai salah satu gerakan keagamaan di dunia yang memiliki kemampuan pengelolaan bencana alam sekaligus kesiapan dana yang baik.

Ketiga institusi filantropis yang merupakan manifestasi baru dari semangat Penolong Kesengsaraan Oemoem atau PKO (Muhammadiyah Aid dan Muhammadiyah Relief) tersebut  akan semakin mengokohkan Muhammadiyah sebagai salah satu gerakan volunterisme (a voluntary based-organization) di dunia yang bekerja secara profesional dan modern di dunia. Muktamar Ke-47 Muhammadiyah 3-7 Agustus 2015, di Makassar, yang nota bene merupakan muktamar pertama di abad kedua usianya, menjadi momentum pengembangan Trisula Baru gerakan kemanusiaan Muhammadiyah. Semoga!

Hajriyanto Y. Thohari, Wakil Ketua MPR RI 2009-2014, Ketua PP Muhammadiyah

Exit mobile version