MAKASSAR, Suara Muhammadiyah – Berdasarkan refleksi selama empat tahun berkhidmat sebagai Dekan FKIP Unismuh, Erwin Akib mengambil satu kesimpulan bahwa elemen paling penting untuk membangun satu bangsa adalah guru.
Selama menyelami dunia pendidikan dan keguruan, Erwin Akib mengerti peran penting seorang guru dalam mengemban tugas sebagai tenaga pendidik.
Tidak hanya sebatas proses belajar mengajar, lebih jauh dari itu, kata Erwin Akib guru harus memiliki “Empowering Minds into Humanity”.
“Guru tidak sebatas didalam kelas mengajar atau proses kognitif, namun guru harus memiliki cara berpikir yang berpihak terhadap kemanusiaan,” jelasnya.
Empowering Minds into Humanity mengandaikan adanya etika kepedulian terhadap kemanusiaan yang harus dimiliki setiap tenaga pendidik.
Dalam istilah filsafat hermeneutika, Empowering Minds into Humanity mengacu pada konsep Intensionalitas atau keterarahan kesadaran kepada kemanusiaan.
Jadi, kata Erwin Akib jauh lebih penting membentuk karakter guru yang memiliki kepedulian sebelum melakukan transformasi pengetahuan kepada murid.
“Guru harus memiliki karakter (Empowering Minds into Humanity) dulu baru melakukan proses belajar mengajar, artinya yang harus dibenahi adalah karakter guru dulu, kalau itu sudah terbentuk baru bisa memberikan contoh kepada peserta didiknya,” jelasnya.
Untuk implementasi Empowering Minds into Humanity, Erwin Akib mencontohkan, seorang guru tidak boleh memposisikan dirinya sebagai orang yang harus dihormati.
“Guru dan murid atau peserta didik setara dalam perspektif kemanusiaan, guru dan murid sama-sama manusia,” sebutnya.
Pada tataran fakultas yang dia pimpin selama 4 tahun, Empowering Minds into Humanity mulai ditanamkan kepada dosen, sebagai langkah awal, dosen pada tataran Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Makassar harus melayani mahasiswa dengan perspektif kemanusiaan.
Pada pengembangannya nanti, baik dosen maupun mahasiswa memiliki etika kepedulian terhadap kemanusiaan, setidaknya jebolan FKIP bisa mengatasi krisis kemanusiaan.
“Nantinya, orang yang pernah berproses di FKIP memiliki kepedulian kemanusiaan, bisa mengatasi krisis kemanusiaan,” terangnya. (Hadi/Riz)