Kekuatan Sujud dalam Salat dan Aplikasinya dalam Aktifitas Hidup di Dunia: Pesan Isra Mikraj Rasulullah Saw
Oleh: Drs. H. Alif Sarifudin, M. Hum.
Salat adalah ibadah yang akan dimintai pertanggungjawaban pertama di hari perhitungan kelak atau Yaumul hisab. Hal ini sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah SAW.
عن أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلَاتُهُ فَإِنْ صَلُحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ ، فَإِنْ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيضَتِهِ شَيْءٌ قَالَ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ : انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ فَيُكَمَّلَ بِهَا مَا انْتَقَصَ مِنْ الْفَرِيضَةِ ؟ ثُمَّ يَكُونُ سَائِرُ عَمَلِهِ عَلَى ذَلِكَ
Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, ”Amalan hamba yang pertama kali dihisab pada hari kiamat adalah salat, jika salat itu bagus, dia beruntung dan berhasil, jika cacat dia menyesal dan merugi. Bila salat wajibnya tidak sempurna, Allah SWT berkata, ”Lihatlah apakah hamba-Ku punya amalan sunnah sehingga bisa menutupi amalan wajibnya, dengan demikian tertutup segala amalnya.”
Salat adalah tiang yang membentuk bangunan Islam bersama dengan rukun Islam lainnya. Jika satu pilarnya roboh maka bangunan tersebut juga akan turut hancur dn luluh lantak. Salat dalam Islam memiliki kedudukan yang mulia dibandingkan dengan amal-amal lainnya. Umat Islam tidak boleh menyepelekan amalan salat, terutama salat lima waktunyepelekan salat bisa termasuk orang yang celaka bahkan akan dimasukkan ke neraka. Batas antara orang beriman dengan orang yang ingkar adalah dalam mengerjakan atau meninggalkan salat. Apabila kita mengerjakan salat dengan khusyuk maka telah membangun hubungan internal antara hamba dengan Allah SWT. Salat merupakan peraga yang bisa memperlihatkan ketundukan seorang hamba kepada Al-Khalik.
Inti dari salat yang sering kita lakukan baik salat wajib atau sunnah adalah sujud. Sujud merupakan puncak kedekatan seorang hamba kepada Allah SWT. Hal ini sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah SAW.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى الله عَلَيهِ وَسَلَّمَ قَالَ: أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ رواه مسلم
“Keadaan seorang hamba yang paling dekat dengan Rabbnya adalah ketika ia sedang bersujud, maka perbanyaklah berdoa saat itu.” (HR. Muslim, no. 482).
Dalam Islam sujud itu bermacam-macam. Di samping sujud dalam salat wajib dan sunnah, ada juga yang dinamakan sujud syukur, sujud sahwi, dan sujud tilawah. Keingkaran iblis kepada Allah berawal dari perintah sujud. Allah SWT memerintahkan kepada iblis untuk sujud kepada nabi Adam AS. Tetapi karena kesombongannya, Iblis mengingkarinya, dia merasa lebih mulia dari nabi Adam AS.
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَـٰٓئِكَةِ ٱسْجُدُوا۟ لِءَادَمَ فَسَجَدُوٓا۟ إِلَّآ إِبْلِيسَ أَبَىٰ وَٱسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ ٱلْكَـٰفِرِينَ [٢:٣٤]
Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam,” maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan iblis termasuk golongan orang-orang yang kafir. (QS. Al-Baqarah: 34)
Makna sujud dalam kasus nabi Adam AS dan Iblis tentu bukan sujud dalam makna kepasrahan total sebagaimana seorang hamba sujud kepada Allah SWT, tetapi penghormatan seorang makhluk kepada makhluk lain. Murka Allah SWT kepada Iblis bukan karena Iblis tidak mau sujud dihadapan nabi Adam AS, tetapi karena Iblis melanggar atau menolak perintah Allah SWT.
Orang yang tidak melaksanakan perintah salat atau tidak mau sujud berarti telah terjelma dalam dirinya sifat-sifat iblis. Kesombongan, keingkaran, dan kezaliman telah ada pada dirinya. Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali manusia mempunyai tabiat indisipliner atau melanggar aturan hal ini karena terfokus kepada melihat subjek bukan kepada objek. Seperti seorang pengendara kendaraan yang menerobos tanpa aturan apakah sepeda motor atau mobil ketika melewati lampu merah, hal ini dilakukan karena tidak ada polisi atau subjek. Perilaku seperti ini adalah personifikasi Iblis dalam jiwa para pelanggar aturan yang melihat subjek dan tidak memperhatikan objek.
Kalimat pengandaian yang dilakukan nabi Muhammad SAW terhadap istri agar sujud kepada suaminya memberi makna bukan sujud hakiki tetapi menghormati dan taat kepada suami. Karena ketaatan seorang isteri terhadap suaminya merupakan salah satu cara menggapai kebahagiaan rumah tangga, maka nabi Muhammad SAW menggunakan kata sujud untuk menunjukkan signifikansi ketaatan itu. Saat Fatimah putri Rasulullah meningga dunia, Ali ibn Abi Thalib suaminya berdiri di samping jenazah mulia itu seraya berkata, “Duhai istriku sayang, aku rida padamu.”
Makna sujud dalam konteks suami istri adalah harmonisasi antara ketaatan dan keridaan. Ketaatan istri kepada suaminya adalah kunci kebahagiaan rumah tangga dan rida suami kepada istrinya adalah kunci keselamatan saat menghadap Tuhannya. Harapan dan cita-cita mulia seorang hamba adalah agar bisa dan selalu dekat dengan kekasihnya. Kekasih sejati bagi orang yang berimat adalah Allah Rabbul Izzati. Semua ibadah yang diniatkan selalu menggunakan kata lillahi Ta’ala yakni qurbatan ilallah Ta’ala itu sebagai wujud keikhlasan dan ketundukan pada tingkat yang tinggi. Saat yang paling indah adalah ketika seseorang hamba bisa dekat dengan kekasihnya lalu menceritakan isi hatinya. Itulah kedekatan makhluk dengan Khalik.
Salat adalah puncak simbol kedekatan antara seorang hamba kepada Allah SWT karena salat adalah mikrajnya atau naiknya orang mukmin dan salat adalah komunikasi yang sangat efektif dalam menyelesaikan semua problem kehidupan. Kata Mikraj sebagaimana terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perjalanan yang dilakukan nabi Muhammad SAW dari Masjidilaqsa ke sidraulmuntaha pada malam hari yang intinya menerima perintah salat lima waktu. Salat yang kita lakukan sehari-hari diharapkan mampu meningkatkan diri atau mikraj yaitu naiknya orang beriman dalam level yang terus naik.
Setiap problem yang kita hadapi hendaknya solusinya adalah sabar dan salat. Hal ini sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT.
وَٱسْتَعِينُوا۟ بِٱلصَّبْرِ وَٱلصَّلَوٰةِ ۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى ٱلْخَـٰشِعِينَ [٢:٤٥]
Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, (QS Al-Baqarh ayat 45)
Kekuatan salat utamanya ada pada kekuatan sujud. Ada tujuh anggota badan yang dikhidmatkan ketika kita sedang sujud, yaitu dahi dan hidung yang menempel tempat sujud, kedua telapak tangan, kedua lutut, dan kedua ujung jari-jari kaki. Tujuh anggota badan itu mengandung makna sebagai penghambaan diri dalam aktifitas sehari-hari untuk diterjemahkan dalam pencerahan yang lebih mencerahkan.
Ali bin Abi Thalib pernah ditanya tentang makna sujud pertama. Ia menjawab, itu artinya: Allahumma innaka minha khalaqtana (Ya Allah sesungguhnya Engkau menciptakan kami dari tanah). Makna bangkit dari sujud ialah: Wa minha akhrajtana (Dan daripadanya engkau mengeluarkan kami). Makna sujud kedua ialah: Wa ilaina tu’iduna (Dan kepadanya Engkau akan mengembalikan kami). Bangkit dari sujud kedua maknanya: Wa minha takhrujna taratan ukra (Dan daripadanya Engkau akan membangkitkan lagi).
Selanjutnya Ali menerangkan bahwa Sujud pertama mengingatkan kita bahwa manusia berasal-usul dari tanah. Dari tanah ia diciptakan dan tumbuh menjadi makhluk hidup yang diberi kepercayaan sebagai khalifah di bumi dengan segala aktivitasnya. Meski demikian, setiap manusia mempunyai ajal dan pada akhirnya juga ia kembali ke tanah, masuk ke liang lahat, dan kembali menjadi tanah. Bangkit dari sujud mempunyai makna eskatologis.
Semua manusia, meskipun sudah kembali menjadi tanah, akan dibangkitkan kembali pada hari kebangkitan untuk mempertanggungjawabkan seluruh perbuatan yang pernah dilakukan ketika berada “di antara dua sujud”, yaitu di alam fana, dunia ini. Kebangkitan dari sujud kedua disebut juga sujud terakhir. Pada hari kebangkitan, “bumi sudah dibinasakan” Selanjutnya manusia akan hidup di dalam keabadian hari akhirat.
Dalam kitab Futuhat al-Makkiyyah, karya Ibn ‘Arabi, diceritakan panjang lebar tentang makna spiritual sujud. Bagi Ibn ‘Arabi, sujud adalah simbolisasi penghayatan kita terhadap asal-usul peciptaan kita berasal dari tanah. Dikatakan juga, berdiri dalam salat adalah simbol alam syahadah, sujud adalah simbol puncak rahasia (sir al-asrar), dan rukuk dianggap simbol alam barzakh karena berada antara alam syahadah dan gaib mutlak.
Orang-orang yang sujud sesungguhnya orang yang diberi kesempatan Allah untuk mengikis kesombongan dan keangkuhan serta kezaliman. Sehebat apa pun manusia akan kembali ke tanah. Ketika kembali menyatu dengan tanah, tidak bisa lagi dibedakan antara jenis tanah raja dan tanah budak, tanah laki-laki dan tanah perempuan, tanah orang yang kulit putih dan tanah kulit hitam. Kehidupan dunia yang dibedakan karena atribut dunia, tahta, harta, dan nafsu akhirnya diratakan atau disamakan seperti simbolik jasad manusia diratakan dengan tanah.
Semuanya sama dan kembali menjadi satu. Tidak ada raja tidak ada rakyat. Tidak ada atasan dan tidak ada bawahan. Tidak ada pangkat tidak ada orang rendahan. Orang yang menghayati hakikat sujud ia akan merasakan sujudnya terlalu pendek. Tidak heran jika ‘Aisyah RA pernah menggambarkan lama sujudnya Nabi di dalam salat malamnya seperti panjangnya orang yang membaca surah al-Baqarah. Hal itu bisa dimaklumi karena jika dalam rukuknya saja bisa menyaksikan pemandangan ‘Arasy, apalagi dalam sujud. Rukuk biasa disebut sebagai fana pendahuluan (al-fana’ al-awwal), sedangkan sujud disebut fana utama (al-fana’ al-kamil).
Bacaan dalam sujud Subhana Rabbiy al-A’la jika kita mampu menghayati makna dan hakikat sujud, niscaya salat kita sudah menjadi “salat langit”, bukan lagi “salat bumi”, sebagaimana ilustrasi disampaikan Nabi Muhammad SAW, Ada dua umatku mengerjakan shalat. Sama-sama berdiri, rukuk, dan sujud, tetapi perbedaan kualitas salatnya antara bumi dan langit. Jika kita mengaitkan sujud dengan aktifitas sehari-hari maka ditemukan berbagai rahasianya. Kaitan tujuh anggota badan yang menempel tempat salat saat sujud menjadi petunjuk untuk alam dan kehidupan.
- Dalam Alquran (QS at-Thalaq:12) Allah SWT menjelaskan telah menciptakan alam dengan memilih angka tujuh untuk dijadikan jumlah tingkatan langit dan bumi. Penjelasan penciptaan tujuh lapisan langit ini juga ada dalam tujuh ayat Alquran. Penyebutan angka tujuh pertama kali dalam Alquran terdapat dalam al-Baqarah ayat 29, “Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Mahamengetahui segala sesuatu.” Ini juga berlaku pada atom yang terdiri dari tujuh tingkatan elektron dan tidak lebih dari itu.
- Penyebutan angka tujuh dalam hadis antara lain digunakan untuk menyebut bilangan dosa-dosa besar. Beliau menyebutkan dosa-dosa besar hingga tujuh macam. Hadits tujuh dosa besar yang membinasakan
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – عَنِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : « اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ » . قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، وَمَا هُنَّ ؟ قَالَ :« الشِّرْكُ بِاللَّهِ ، وَالسِّحْرُ ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِى حَرَّمَ اللَّهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ ، وَأَكْلُ الرِّبَا ، وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ ، وَالتَّوَلِّى يَوْمَ الزَّحْفِ ، وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلاَت »
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda, “Jauhilah tujuh dosa yang membinasakan!” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apa saja itu?” Beliau menjawab, “Syirik kepada Allah, melakukan sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah untuk dibunuh kecuali dengan alasan yang benar, memakan riba, memakan harta anak yatim, melarikan diri dari peperangan, dan menuduh berzina wanita yang suci mukminah yang tidak tahu-menahu.” (HR. Bukhari-Muslim)
- Demikian juga saat berbicara siksaan pada hari akhir, Rasulullah menyebutkan tingkatkan siksaan hingga tujuh kali lipat besar bumi. “Siapa saja yang berbuat zalim sepanjang satu jengkal tanah, maka dia akan dibebani beban seberat tujuh bumi.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
- Begitu juga dalam hal ibadah, Rasulullah mengulang angka tujuh ini dalam surah al-Fatihah sebagai surat wajib yang dibaca dalam salat atau Sab’ul Matsani.
- Bilangan tujuh yang terdapat dalam kisah para nabi. Banyak nabi dan rasul yang sering menyebutkan angka tujuh dalam kisahnya. Nabi Nuh, misalnya, dia menjelaskan mengenai penciptaan langit yang tujuh lapis. Nabi Yusuf sering menyebutkan angka tujuh dalam tafsir mimpinya.
- Demikian juga siksaan yang ditimpakan kepada kaum Nabi Hud, kaum Ad. “Kaum Ad telah dibinasakan dengan angin topan yang sangat dingin. Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam delapan hari terus-menerus,” (QS al-Haqqah ayat 6-7)
- Proses kejadian manusia ada tujuh kali proses
وَلَقَدْ خَلَقْنَا ٱلْإِنسَـٰنَ مِن سُلَـٰلَةٍۢ مِّن طِينٍۢ [٢٣:١٢]
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.
ثُمَّ جَعَلْنَـٰهُ نُطْفَةًۭ فِى قَرَارٍۢ مَّكِينٍۢ [٢٣:١٣]
Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).
ثُمَّ خَلَقْنَا ٱلنُّطْفَةَ عَلَقَةًۭ فَخَلَقْنَا ٱلْعَلَقَةَ مُضْغَةًۭ فَخَلَقْنَا ٱلْمُضْغَةَ عِظَـٰمًۭا فَكَسَوْنَا ٱلْعِظَـٰمَ لَحْمًۭا ثُمَّ أَنشَأْنَـٰهُ خَلْقًا ءَاخَرَ ۚ فَتَبَارَكَ ٱللَّهُ أَحْسَنُ ٱلْخَـٰلِقِينَ [٢٣:١٤]
Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.
Dari ayat di atas proses kejadian manusia ada tujuh yaitu 1. Saripati tanah, 2. Air mani atau sperma, 3. Segumpal darah, 4. Segumpal daging, 5. Tulang belulang, 6. Daging atau kulit, 7. Bentuk sempurna manusia.
- Ibadah tawaf, sai, lempar jamarat semua menggungakan angka tujuh
Gerakan dalam salat itu intinya ada tujuh gerakan atau tujuh episode. Pertama gerakan berdiri. Kedua yaitu ruku. Ketiga adalah gerakan i’tidal. Keempat yaitu gerakan sujud pertama. Kelima adalah gerakan duduk di antara dua sujud. Dan Keenam adalah gerakan sujud yang kedua, serta yang Ketujuh adalah gerakan duduk tahiyyat . Semuanya mengandung makna apabila dikaitkan dalam aktifitas sehari-hari. Dalam kitab Kaifa Nakhsya fish shalah makna gerakan salat adalah sebagai berikut.
- Menghadap kiblat: Tauhid/kisah Ibrahim dan keluarga
- Takbiratul Ihram: Keyakinan dan keteguhan/ keberanian bahwa Allah yang Maha besar
- Berdiri: Nanti di akhirat kita akan berdiri di Yaumulhisab
- Meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri: Bentuk ketundukan di hadapan Dzat Yang Maha Perkasa
- Ruku: Ketundukan hati dan menghinakan diri di hadapan Allah
- Sujud: bentuk ketundukan yang utama sehingga membuat syetan marah
- Duduk di antara dua sujud: Kesempurnaan dan kepasrahan
- Duduk terakhir: Penghormatan yang paling sempurna
- Makna bacaan semuanya sebagai pengagungan kepada Allah SWT dan harapan kesejahteraan
Akhirnya untuk melengkapi tulisan ini dengan gerakan sujud yang yang dilakukan dengan menempelnya tujuh anggota badan, sebaiknya tempelkan atau lekatkan tujuh amalan yang akan mengalir terus pahalanya walaupun kita sudah wafat. Dalam kitab Al-Jamiul Ash-Shoghir jilid 2 kitab berbahasa Arab karya Jalauddin Abdurrahman Ibn Abu Bakar As-Suyuthi pada halaman 31 Rasulullah SAW bersabda,
سَبْعٌ يَجْرِي لِلْعَبْدِ أَجْرُهُنَّ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهِ، وهُو فِي قَبْرِهِ، مَنْ عَلَّمَ عِلْمًا، أَوْ اجرَى نَهْرًا، أَوْ حَفَرَ بِئْرًا، أَوْ غَرَسَ نَخْلا، أَوْ بَنَى مَسْجِدًا، أَوْ وَرَّثَ مُصْحَفًا، أَوْ تَرَكَ وَلَدًا يَسْتَغْفِرُ لَهُ بَعْدَ مَوْتِهِ
“Ada tujuh (amalan) yang pahalanya terus mengalir untuk seorang hamba setelah ia dikuburkan (meninggal): (1) seorang yang mengajarkan ilmu, (2) membuat pengairan (untuk umum), (3) menggali sumur, (4) menanam pohon kurma, (5) membangun masjid, (6) membagikan atau mewariskan mushaf, dan (7) meninggalkan anak yang senantiasa memohon ampunan baginya setelah kematiannya.”
Mudah-mudahan dengan tulisan ini ketika kita melaksanakan salat terutama dalam sujud ada kekuatan yang lebih meningkatkan kualitas diri sebagai gerakan yang akan memancarkan dan mampu mengaplikasikannya dalam aktifitas sehari-hari. Dalam sujud ada makna penghambaan diri, kepasrahan dan perjuangan untuk mencerahkan serta berkemajuan dan bergerak yang lebih baik lagi.Nashrun Minallahi Wa Fathun Qarib Wa Bashshiril Mukminin.
Drs. H. Alif Sarifudin, M. Hum, Ketua PDM Kota Tegal