Puasa Melatih Kemandirian dan Keikhlasan dalam Berorganisasi

Puasa Melatih Kemandirian dan Keikhlasan dalam Berorganisasi

Oleh: Drs. H. Alif Sarifudin, M. Hum.

Di zaman seperti sekarang ini kehidupan dalam segala lini diliputi oleh suasana transaksional dan perebutan gengsi, jabatan, kedudukan, dan kepentingan egosentris sehingga sulit ditemukan orang-orang yang lebih mementingkan kemandirian dan keikhlasan. Hal ini seperti digambarkan dalam berbagai informasi baik cetak maupun elektronik mengenai masih banyaknya oknum yang aktif dalam sebuah organisasi tetapi  kurang dan tidak membangun kultur ideal, yaitu semua yang terlibat di dalam organisasi itu, dalam menunaikan tugasnya, mendasarkan bukan karena kemandirian dan keikhlasan, tetapi untuk menemukan kenikmatan sesaat. Tujuan utamanya bagaimana memperoleh jabatan, gengsi, dan atribut lainnya yang disandangnya untuk kepentingan pribadi dan dunia.

Oknum yang seperti ini dalam berorganisasi aktifitasnya bukan sebagai bagian dari ibadah, mereka bekerja secara tidak  ikhlas. Walaupun itu hanya oknum tetapi merupakan rahasia umum dengan aktifitasnya mereka untuk mencari sebuat kedudukan atau kenikmatan yang sementara.  Akhir-akhir ini jarang orang dalam berkhidmat di organisasi partai atau organisasi massa  berangkat dengan keikhlasan.

Perhatikan nilai-nilai pesan yang disampaikan oleh tokoh kita K.H. Ahmad Dahan agar kita bekerja dengan penuh kemandirian dan keikhlasan. “Carilah sekuat tenaga harta yang halal, jangan malas. Setelah mendapat pakailah untuk kepentingan dirimu dan anak istrimu secukupnya, jangan terlalu mewah. Kelebihannya didermakan di jaan Allah.” Nilai tertinggi pada organisasi yang  besar adalah  bukan posisi pada struktur organisasi dan juga besar-kecilnya ujroh atau gaji, melainkan suasana hati yang ikhlas itu akan memberikan power kenikmatan dan kepuasan dalam berorganisasi.

Siapapun yang mampu bekerja secara ikhlas, apapun posisinya maka diyakini akan mendapatkan pahala yang lebih tinggi. Pandangan yang demikian itu, menjadikan setiap orang bukan berebut posisi, melainkan berlomba untuk menunaikan tugas sebaik-baiknya. Itulah motivasi dalam organisasi kita Fastabiqul Khairat. Kalau berawal dari pengkhidmatan dalam organisasi seperti ini, orang tidak akan lagi berebut posisi yang ia sendiri tidak mampu menjalankannya. Mereka lebih suka mendapatkan amanah yang sesuai dengan kemampuannya. Bekerja secara baik dan ikhlas itulah yang menimbulkan kemandirian. Ikhlas selalu berada di hati dan bukan di kepala. Apa saja yang berada di hati biasanya indah dan menyenangkan. Namun sayang, pandangan itu pada akhir-akhir ini sudah banyak ditinggalkan orang terutama dalam Sebagian organisasi partai politik.

Kemandirian dan keikhlasan apabila dilakukan dengan baik akan mampu menggerakkan perjuangan yang menimbulkan pencerahan dan berkemajuan. Ibadah yang melatih kemandirian dan keikhlasan adalah ibadah puasa. Begitu hebatnya nilai puasa sehingga banyak para peneiti yang serius meneiti dan menemukan manfaat puasa baik dalam penelitian klasik maupun modern pada abad ini.

Peneliti asal Jepang yang meraih nobel pada tahun 2016 misalnya, Profesor Yoshinori Ohsumi, membuktikan secara ilmiah bahwa puasa dapat membawa dampak baik terutama bagi kesehatan. Peraih nobel ini menemukan bahwa puasa berkaitan erat dengan autophagy. Autophagy merupakan istilah Yunani yang berarti ‘memakan diri sendiri’. Secara ilmiah, autophagy dikenal sebagai kemampuan sel dalam tubuh untuk memakan atau menghancurkan komponen tertentu di dalam sel itu sendiri.

Melalui penelitiannya, Ohsumi menemukan bahwa autophagy memegang peran besar dalam tubuh. Mekanisme ini berperan besar dalam mengontrol fungsi-fungsi fisiologis penting, yaitu komponen sel perlu didegradasi dan didaur ulang. Dengan autophagy, sel dapat mengisolasi bagian dari sel yang rusak, mati, tidak bisa diperbaiki, terserang penyakit maupun terinfeksi. Setelah mengisolasi bagian yang bermasalah, sel kemudian menghancurkan bagian tersebut menjadi sesuatu yang tidak membahayakan dan melakukan daur ulang untuk menghasilkan energi dalam sel.

Selama proses ini, tubuh harus terbebas dari makanan atau minuman minimal selama 12 jam, sesuai dengan durasi berpuasa bagi kita umat Muslim baik puasa wajib maupun sunnah. Sedikit saja makanan yang masuk ke tubuh sebelum 12 jam dapat membuat proses autophagy terhenti. Seperti dilansir Saudi Gazette, manfaat dari ibadah berpuasa ini sebaiknya tak hanya dirasakan saat Ramadan saja. Ibadah puasa sunnah yang rutin akan merangsang terjadinya proses autophagy lebih sering sehingga tubuh pun akan menjadi lebih sehat. Itulah Sebagian dari manfaat puasa tentu akan lebih banyak lagi apabila kita mampu meneletinya lebih dalam.

Beberapa saat lagi kita akan menyambut datangnya bulan Ramadan 1442 H. Bulan Ramadan yang merupakan bulan berkah, bulan Al Qur’an, bulan Ilmu, dan bulan dilipatgandakan kebaikan sesaat lagi akan  kita nikmati. Akankah Ramadan tahun ini sebagai Ramadan terbaik dan terakhir. Wallahu A;lam. Ingatlah doa oang-orang saleh saat merindukannya jauh-jauh hari sebelum Ramadan datang. Doa yang kebanyakan dari kita kurang peduli. Doa ini menjadi motivasi Salafushshalih enam bulan sebelum Ramadan,

اللهم قد اظلنا شهر رمضان

 وحضر فسلمه لنا وسلمنا له

وارزقنا فيه  الجد والاجتهاد والقوة والنشاط

 واعذنا فيه من الفتن

“Ya Allah sesungguhnya bulan Ramadan telah menaungi kami dan telah hadir karena itu sampaikan Ramadan kepada kami dan selamatkan kami (hingga  mampu beramal) di bulan Ramadan. Karuniakanlah kepada kami kemampuan (berpuasa dan shalat) di dalamnya, berilah kami (semangat) kesungguhan, kekuatan, dan rajin (istiqomah dalam beribadah). Lindungilah kami dari berbagai fitnah (musibah, bencana, pandemic covid 19, dan  azab yang mengancam kami) (Ibnu Rajab, Lathoiful Maarif halaman 196-203).”

 

Tidak ada bulan yang di dalamnya semua pintu surga dibuka oleh Allah SWT kecuali bulan Ramadan. Tidak ada bulan yang di dalamnya ditutup pintu-pintu neraka oleh Allah SWT kecuali bulan Ramadan. Tidak ada bulan yang di dalamnya dibelenggu setan-setan oleh Allah kecuali bulan Ramadan. Itulah keistimewaan bulan Ramadan.

Kesempurnaan pada puasa wajib akan diperoleh manakala diiringi dengan puasa sunnah sebagaimana ibadah salat. Disebutkan dalam Himpunan Putusan Tarjih jilid 3 halaman 48 sampai dengan 53 ada beberapa puasa sunnah yang sangat baik untuk diamakan, di antaranya Puasa Nabi Dawud, puasa Hari Senin dan Kamis, Puasa Buan Sya’ban, Puasa Muharram dan bulan-bulan haram, Puasa Hari Tasu’a dan Asyura, Puasa Enam Hari dalam Bulan Syawwal, serta Puasa Hari arafah.

            Dalam buku HPT jilid 3 halaman 41 ada beberapa keistimewaan puasa Tathawwu’ atau puasa sunnah yaitu dapat menjadi perisai api neraka sehingga satu hari berpuasa di jalan Allah akan dijauhkan dari neraka selama 70 tahun, Malaikat selau bersalawat, dan dapat menghapus dosa. Hal inilah yang menggerakkan orang yang ahli puasa baik wajib atau sunnah akan melatih kemandirian dan ikhlas dalam berorganisasi.

Puasa mengajarkan kita tentang kemandirian karena hanya kita kepada Allah SWT saja tentang kualitas puasa yang dapat kita lakukan dan pertanggungjawabkan. Puasa juga mengajarkan kepada kita tentang nilai sebuah keikhlasan. Walaupun tidak ada orang melihat Ketika kita berpuasa tetap akan menjaga hal-hal yang membatalkan puasa agar puasa kita diterima oleh Allah SWT.Dengan demikian keikhlasan akan diperoleh manakala kita melatih diri terus-menerus dan merutinkan dalam berpuasa. Keikhlasan ini sebagai modal dalam berorganisasi yang sehat. Sebab dalam berorganisasi tanpa keikhlasan akan menjadikan kerusakan dan gagalnya dalam mencapai suatu tujuan yang merupakan inti dari kita berorganisasi atau berjamaah.

Puasa wajib dan puasa sunnah yang Allah perintahkan kepada kita dan Insya Allah akan menyertai di Akhirat itu mempunyai beberapa rahasia. Begitu ditulis dan diteliti oleh Imam Ad-Dahlawi atau nama lengkapnya Al-Imam Asy-syaikh Ahmad Ibnu Abdurrohim Ad-Dahlawi dalam kitab Hujjatullohi Al Balighoh. Rahasia tersebut ada empat, yaitu sebagai berikut.

  1. Lapar dan haus bagi orang yang berpuasa akan membantu untuk menyamakan dengan sifat-sifat malaikat yang sempurna

اَلْجُوْعُ وَالْعَطَشُ يَجْعَلَانِ سُوْرَةَ الطَّبِيْعَةِ لِلْمُلْكِيَّةِ

Perlu diketahui, manusia sebelum datangnya sebuah kebenaran pada dirinya, telah mengakar sifat-sifat hewani, seperti: sombong, rakus, ingin menangnya sendiri, egois, tidak mengenal halal haram, dan lebih mementingkan nafsunya.  Kemudian datanglah kebenaran yang ia peroleh setelah proses pencariannya yang panjang seperti yang dimiliki derajat kesempurnaan para malaikat. Akan tetapi, pencarian kebenaran itu tidak akan diperoleh kecuali dengan lapar dan haus yang akan membantunya. Pendeknya, dengan puasa yang berarti menahan lapar dan haus kita akan mendapat kesempurnaan sifat atau meniru sifat malaikat  yang tidak makan dan tidak minum. Orang yang berpuasa mempunyai derajat yang sama dengan sifat malaikat dalam hal ini. Sifat inilah yang menguatkan kita dalam kemandirian dan keikhlasan dalam melakukan aktifitas apapun.

  1. Untuk membantu menyempurnakan akal yang sehat

اِنْقِياَدُ الطَّبِيْعَةِ لِلْعَقْلِ كَمَالَ  لَهُ

Manusia kadang-kadang tersesat jauh dalam pemikiran dan nafsu serta cita-cita yang melampaui batas. Manusia tidak pernah merasa puas. Manusia mempunyai sifat selalu kurang atau Al Hirshu.  Kalau sifat ini dibiarkan terus-menerus, tidak dikendalikan dan tidak dilatih dengan puasa, maka akan semakin jauh dalam kesesatan. Dengan puasa, manusia dibimbing untuk menyempurnakan fitrah akal yang telah dimilikinya. Dengan demikian puasa berfungsi untuk membantu kesempurnaan akal untuk kemandirian dan keikhlasan.

  1. Puasa dapat melebur dosa dari kesalahan yang dilakukan seperti sifat binatang

اَلصَّوْمُ يُكَفِّرُ مِنَ الْخَطَايَا بِقَدْرِ مَا اضْمَحَلَ مِنْ سُوْرَةِ الْبَهِيْمَةِ

Allah SWT sudah berjanji bahwa khusus ibadah puasa hanya Allah yang langsung akan memberi pahala atau balasan. Apabila kita berpuasa dengan sungguh-sungguh sehingga mampu mengalahkan sifat setaniyah dan hayawaniyah maka akan dibukakan pintu surga dan ditutuplah pintu neraka yang ada pada akal dan hati kita. Itulah makna puasa yang berarti akan melebur dosa. Dengan puasa,  dosa-dosa akan dilebur dan dihapus oleh Allah SWT karena kita memohon ampun, beristighfar dan minta maaf kepada Allah. Allumma Innaka Afuwwun Tuhibbu Afwa Fa’fuanni. (Ya Allah sesunguhnya Engka Maha Pemaaf mencintai orang yang meminta maaf, maka maafkanlah aku)

Beberapa amalan yang dilakukan oleh seorang mukmin Ketika berpuasa sehingga diampuni dosanya di antaranya adalah 1. Melakukan Ibadah Puasa, 2. Melakukan Salat Tarawih, 3. Melakukan Ibadah di malam Lailatulqadar, 4. Memberi Ifthar (memberi buka puasa kepada orang yang berpuasa), 5. Beristighfar (mohon ampun kepada Allah), 6. Permintaan ampun dari para malaikat kepada Allah untuk orang-orang yang berpuasa (bagi orang yang suci lahir dan batin).

Semua inilah yang menjadika  kita Ketika berpuasa untuk terus menumbuhkan kemandirian dan keikhlasan dalam berjuang.

  1. Manusia apabila melatih nafsu akan sampai kepada zat Sebelum kesucian yang diperoleh oleh manusia maka diperlukan ikhtiar. Ikhtiar tersebut diperoleh dalam ibadah puasa. Proses atau perjuangan dari usaha dalam melatih jiwa serta menghilangkan kejelekan-kejelekan merupakan jalan menuju kesucian. Dengan puasa, manusia termasuk dalam golongan makhluk yang suci.

الْاِنْسَانُ اِذَا قَهَرَ النَّفْسُ وَصَلَ اِلَى الذَّاتِ مِنْ قَبْلِ التَّنْزِيْهِ

Manusia apabila berusaha untuk terus berikhtiar melatih jiwa dan menghilangkan kejelekan-kejelekannya, maka itu semua termasuk bentuk penyucian dirinya. Upaya ini dapat mengantarkan kepada Dzat sebelum kesucian. Puasa yang demikian akan dapat mengantarkan kepada Allah yang Maha Suci. Usahanya adalah dengan  pengosongan diri untuk ibadah (i’tikaf) di masjid. Dengan i’tikaf yang benar dan bersungguh-sungguh akan diperoleh pelajaran dari tinta kebenaran yang disaksikan oleh hatinya sehingga  mampu mengalahkan nafsu-nafsu di luar masjid yang berupa nafsu syaithoniyah dan hayawaniyah. Dengan puasa yang benar tidak akan melakukan lima hal. Yaitu mencaci, memfitnah, memakan harta yang haram, membunuh, dan memukul. Lima hal inilah yang akan menghancurkan nilai puasa. Sehingga dengan berpuasa yang benar diperluka  kemandirian dan keikhlasan.

Dari keempat rahasia puasa tersebut, kita akan mendapatkan berbagai kebaikan. Nafsu dan emosi dapat dikendalikan, hati semakin bercahaya, malaikat akan terus menemaninya, dan kesalahan yang kita lakukan akan dihapus. Demikianlah tulisan yang sederhana yang penulis sampaikan mudah-mudahan ada pencerahan. Nashrun Minallahi Wa Fathun Qarib Wa Bashshiril Mu’minin.

Drs. H. Alif Sarifudin, M. Hum. (Ketua PDM Kota Tegal)

Exit mobile version