Cukuplah Kematian Sebagai Nasihat: Bagian Keempat Puisi Imam Syafii

Cukuplah Kematian Sebagai Nasihat: Bagian Keempat Puisi Imam Syafii

Oleh: Alif Sarifudin

Pembaca SM Online yang budiman! Setelah bagian pertama, kedua, dan ketiga kita menyelami kedalaman makna puisi Imam Syafii, kini kita lanjutkan untuk  mendalami lebih dalam lagi makna puisi yang sangat luar biasa,

وَمَن نَزَلَت بِساحَتِهِ المَنايا

فَلا أَرضٌ تَقيهِ وَلا سَماءُ

Siapapun yang pelatarannya dihampiri oleh kematian,

Maka tak ada bumi maupun langit mampu melindunginya.

وَأَرضُ اللَهِ واسِعَةٌ وَلَكِن

إِذا نَزَلَ القَضا ضاقَ الفَضاءُ

Bumi Allâh teramat luas memang.

Namun tatakala mati menjemput, sempitlah semua ruang

دَعِ الأَيّامَ تَغدِرُ كُلَّ حِينٍ

فَما يُغني عَنِ المَوتِ الدَواءُ

Biarkan hari-hari berkhianat setiap saat,

Karena mati tak tercegah oleh obat.

Pada bait puisi di atas, seakan Imam Syafii berkata kepada kita, “Kematian adalah puncak dari kegiatan manusia di dunia yang akan menjadikan episode terakhir dari episode kehidupan sebelumnya dan apabila datang tidak ada yang bisa menghentikannya.”  Kematian menjadikan bumi yang luas menjadi sempit dan hari-hari yang ditinggalkan hanya akan menjadi kenangan.

Puisi ini merupakan kritik sosial dengan kesombongan yang dialami manusia saat hidup dalam gelimang harta. Hal itu diungkapkan dengan kalimat, Biarkan hari-hari bekhianat. Hal ini merupakan ungkapan untuk orang-orang yang tidak melaksanakan amanat dengan baik. Kesombongan akan terus berlanjut manakala manusia diberi kejayaan dan kemakmuran. Mengapa Firaun begitu sombongnya sehingga segala titahnya harus diikuti bahkan sampai mengaku sebagai tuhan? Jawabnya karena Firaun selama hidupnya dari kecil hingga menjadi raja tidak pernah menderita sealu Bahagia, tidak pernah sakit bahkan sakit ringanpun tidak. Kemakmuran yang dimilikinya menjadi penyebab sifat sombongnya meraja lela. Sifat kesombongan pada diri makhluk Allah itu akan berakhir  apabila bertemu dengan kematian. Kesombongan dalah sifat Iblis yang akan terus dihembuskan kepada pengikutnya sejak nabi Adam Alaihissalam diciptakan hingga hari kiamat.

Tentang kematian sebagaimana yang disampaikan oleh Imam Syafii pada puisi di atas menunjukkan bahwa kalau kematian datang tidak ada makhluk satupun yang sanggup melindunginya dan bumi yang begitu luas akan menjadi sempit. Hari-hari yang ia jalani hanya sebagai kenangan apalagi kalau hari-hari diisi dengan pengkhianatan dan dosa maka akan menjadi penderitaan sepanjang masa bukan hanya di dunia tetapi juga di akhirat.

Allah Subhanahu Wataala berfirman dalam Al Qur’an surat Al-Jumuah atau surat ke-62

ayat 8,

قُلْ إِنَّ ٱلْمَوْتَ ٱلَّذِى تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُۥ مُلَـٰقِيكُمْ ۖ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَىٰ عَـٰلِمِ ٱلْغَيْبِ وَٱلشَّهَـٰدَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ [٦٢:٨]

Katakanlah: “Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”.

Dalam ayat tersebut, disebutkan bahwa yang namanya kematian adalah sebuah kepastian dan hal tersebut akan dialami seluruh makhluk termasuk para malaikat. Pada ayat ini Allah menerangkan bahwa orang-orang Yahudi sangat takut menghadapi kematian dan berusaha menghindarinya. Oleh karena itu, Allah memerintahkan Rasulullah agar menyampaikan kepada mereka bahwa kematian pasti akan datang menemuinya. Kemudian mereka dikembalikan kepada Allah Yang Maha Mengetahui yang gaib dan yang kelihatan, baik di langit maupun di bumi.

Allah memberitahukan kepada mereka segala apa yang telah dikerjakan, lalu dibalas sesuai dengan amal perbuatannya. Orang yang ingkar dan jahat akan dibalas sesuai dengan keingkaran serta kejahatan yang ia sombongkan selama di dunia yaitu dimasukkan ke neraka. Begitupun dengan orang yang taat serta baik, karena perjuangannya mengikuti apa yang menjadi perintah Allah dan mengikuti apa yang disampaikan kepada Rasulullah maka akan dibalas dengan ketaatan dan kebaikan yang ia tanam di dunia dan akan memanennya di akhirat, yaitu akan dimasukkan ke surga.

Allah sudah menentukan siapa yang mengingkari akan mendapat tempat yang menyedihkan, sebagaimana firman Allah dalam Alquran surat Saba’ atau surat ke-34 ayat 33,

وَقَالَ ٱلَّذِينَ ٱسْتُضْعِفُوا۟ لِلَّذِينَ ٱسْتَكْبَرُوا۟ بَلْ مَكْرُ ٱلَّيْلِ وَٱلنَّهَارِ إِذْ تَأْمُرُونَنَآ أَن نَّكْفُرَ بِٱللَّهِ وَنَجْعَلَ لَهُۥٓ أَندَادًۭا ۚ وَأَسَرُّوا۟ ٱلنَّدَامَةَ لَمَّا رَأَوُا۟ ٱلْعَذَابَ وَجَعَلْنَا ٱلْأَغْلَـٰلَ فِىٓ أَعْنَاقِ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ ۚ هَلْ يُجْزَوْنَ إِلَّا مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ [٣٤:٣٣]

Dan orang-orang yang dianggap lemah berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri: “(Tidak) sebenarnya tipu daya(mu) di waktu malam dan siang (yang menghalangi kami), ketika kamu menyeru kami supaya kami kafir kepada Allah dan menjadikan sekutu-sekutu bagi-Nya”. Kedua belah pihak menyatakan penyesalan tatkala mereka melihat azab. Dan kami pasang belenggu di leher orang-orang yang kafir. Mereka tidak dibalas melainkan dengan apa yang telah mereka kerjakan.

Sedangkan orang yang mengikuti perintah Allah dengan ikhlas akan dimasukkan ke dalam surga sebagaimana firman Allah dalam Al Qur’an surat An-Najm atau surat yang ke-53 ayat 31,

وَلِلَّهِ مَا فِى ٱلسَّمَـٰوَ‌ٰتِ وَمَا فِى ٱلْأَرْضِ لِيَجْزِىَ ٱلَّذِينَ أَسَـٰٓـُٔوا۟ بِمَا عَمِلُوا۟ وَيَجْزِىَ ٱلَّذِينَ أَحْسَنُوا۟ بِٱلْحُسْنَى [٥٣:٣١]

Dan hanya kepunyaan Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan dan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (surga).

Perjalanan hidup manusia di atas dunia, pada saatnya akan berakhir dengan kematian. Hidup itu bagaikan berlabuh di atas kapal, setelah itu romantika kehidupan akan berakhir ketika kita berkenalan dengan malakul maut.  Ada beberapa Kitab rujukan tentang kematian, di antaranya kitab At tadzkiroh karya Imam Syamsudin Al Qurthubi, kitab pemutus kelezatan, kitab Ar-ruh, dan lain-lain. Ada pernyataan dari Rasulullah Shallallohu Alaihi Wa Sallam, “Siapa yang mencintai untuk bertemu kepada Allah, maka Allah akan lebih mencintai lagi untuk menemuinya.” Artinya kematian bagi seorang mukmin merupakan tanda kecintaan dalam perjalanan keimanan seseorang menuju Allah,  Yang Maha Pemberi Cinta.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:

لَا يَتَمَنَّيَنَّ أَحَدُكُمْ الْمَوْتَ لِضُرٍّ نَزَلَ بِهِ فَإِنْ كَانَ لَا بُدَّ مُتَمَنِّيًا فَلْيَقُلْ اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مَا كَانَتْ الْحَيَاةُ خَيْرًا لِي وَتَوَفَّنِي إِذَا كَانَتْ الْوَفَاةُ خَيْرًا لِي

“Janganlah seseorang di antara kalian mengharapkan kematian karena tertimpa kesengsaraan. Kalaupun terpaksa ia mengharapkannya, maka hendaknya dia berdo’a, “Ya Allah, berilah aku kehidupan apabila kehidupan tersebut memang lebih baik bagiku dan matikanlah aku apabila kematian tersebut memang lebih baik untukku.” (HR. al-Bukhari, no. 5671 dan Muslim, no. 2680)

 Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bahwa beliau bersabda:

لَا يَتَمَنَّى أَحَدُكُمْ الْمَوْتَ وَلَا يَدْعُ بِهِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَهُ إِنَّهُ إِذَا مَاتَ أَحَدُكُمْ انْقَطَعَ عَمَلُهُ وَإِنَّهُ لَا يَزِيدُ الْمُؤْمِنَ عُمْرُهُ إِلَّا خَيْرًا

“Janganlah seseorang mengharapkan kematian dan janganlah dia berdo’a untuk mati sebelum datang waktunya. Karena orang yang mati itu amalnya akan terputus, sedangkan umur seorang mukmin tidak akan bertambah melainkan menambah kebaikan.” (HR. Muslim, no. 2682)

Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Ustaimin Rahimahullah menjelaskan, “Larangan di sini adalah haram, karena berangan-angan agar mati adalah perbuatan tidak ridha dengan takdir Allah. Seorang mukmin wajib bersabar dengan takdir Allah.” (Syarah Riyadhus Shalihin).

Amanat yang disampaikan oleh Imam Syafii pada kumpulan puisi di atas adalah segala aktifitas dan kesombongan hidup di dunia akan berakhir dengan kematian. Pesan untuk kita sebaiknya sebagai makhluk lemah untuk mempersiapkan bekal perjalanan ke akhirat sebaik-baiknya. Kekayaan, jabatan tinggi, pengaruh yang luar biasa, wanita cantik, anak-anak yang menyenangkan, dunia, harta semuanya tidak ada yang bisa menolongnya saat kematian datang. Hal itu ditampilkan dalam dua kalimat puisi yang sangat indah,

Bumi Allâh teramat luas memang,

Namun tatakala mati menjemput, sempitlah semua ruang.

Harapan terbesar adalah  kita jangan sampai menyia-nyiakan hari yang telah lewat karena kalau kematian datang tidak ada obat yang bisa menyembuhkannya. Imam syafii menggambarkan kesombongan dan pengkianatan yang setiap saat berada di dunia ini tak bisa diobati kecuali dengan kematian. Ungkapan kritik sosial ini yang dialami dalam kehidupan manusia hingga kezaliman dan kecurangan yang dilakukan para penguasa, bahkan rakyat jelata akan menjadi kesia-siaan. Akhirnya Imam Syafii menutup dengan kata-kata.

Biarkan hari-hari berkhianat setiap saat,

Karena mati tak tercegah oleh obat.

Pelajaran berharga bagi kita yang mesih bisa bernapas agar mampu menerjemahkan makna hidup mengenai hari-hari yang dilalui dengan pengkhianatan tidak dilanjutkan agar diperbaiki untuk hal yang mencerahkan dan berkemajuan. Karena apabila kematian datang tidak ada yang bisa mencegahnya dan sehebat apapun orang di dunia ini tidak ada yang bisa memberi obat atau penawarnya agar tidak terjadi kematian. Saatnya bagi kita untuk bekerja dan beramal lebih keras lagi. Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat untuk orang lain. Semoga di sisa-sisa pengkhidmatan kita ada kemudahan untuk memperoleh hal tersebut. Nashrun Minallahi Wa Fathun Qariib Wa Bashshiril Mu’minin.

Alif Sarifudin, Ketua PDM Kota Tegal

Exit mobile version