Dorong Potensi Perempuan, Ini 5 Strategi Dakwah Digital ‘Aisyiyah

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – “Hadirnya berbagai media baru itu harus dimanfaatkan sebaik-baiknya dan dengan tepat, kita tidak harus puas dengan metode yang sudah ada selama ini, tetapi tetap kita lakukan dengan bil lisan, bil fi’li, dan keteladanan.” Demikian disampaikan oleh Ketua Lembaga Kebudayaan (LK) Pimpinan Pusat (PP) ‘Aisyiyah, Mahsunah Syakir dalam kegiatan diskusi online Strategi Dakwah Melalui Media Digital edisi ke-lima yang mengangkat tema Seni Sebagai Strategi Dakwah pada Ahad (28/3).

Mahsunah menyoroti banyaknya konten-konten negatif yang banyak beredar di ranah digital yang menunjukan ledakan informasi yang tanpa batas dan dengan dampak yang luar biasa. “Diskusi hari ini merupakan upaya bagaimana perlunya memberikan counter attack atau pilihan yang meluruskan cara pandang yang tidak sesuai dakwah Muhammadiyah ‘Aisyiyah sebagai Islam Berkemajuan.”

Ketua Umum PP ‘Aisyiyah, Siti Noordjannah Djohantini menyampaikan harapannya agar LK akan mampu menguatkan bagaimana budaya menggunakan media digital sebagai kerangka berdakwah. Noordjannah mendorong agar dapat mengembangkan dakwah yang menyenangkan yang substansinya mengena dan membuat orang mempunyai harapan.

“Ini akan membuat subyek dakwah merasakan kesejukan, merasakan hikmah, dan tetap merasa berguna biarpun situasinya dalam situasi yang sangat sulit di era pandemi ini,” tutur Siti Noordjannah.

‘Aisyiyah sebagai perempuan berkemajuan disampaikan Noordjannah harus mengikuti perkembangan untuk mengikuti kebutuhan dakwah yang ada. “Perempuan berkemajuan itu perempuan yang maju, perempuan yang kritis, perempuan yang kuat sehingga mampu mengendalikan dirinya dan mendekatkan dirinya untuk menjawab kepentingan keumatan sehingga mampu memberikan respon terhadap persoalan yang ada melalui dakwah virtual ini,” ungkapnya.

Noordjannah melanjutkan bahwa ‘Aisyiyah sebagai gerakan perempuan berkemajuan perlu mempelopori untuk mewarnai dakwah virtual dengan gerakan bil hikmah dengan konten yang lembut bukan dengan konten-konten yang kasar atau malah mengajarkan kekerasan.

“Bicara yang lembut itu bukan berarti tidak tegas, dengan hal-hal yang prinsip tentu kita harus tegas tapi itu bisa diartikulasikan degan cara yang baik yang tetap mengena sehingga orang tersentuh,” tuturnya.

Dalam kesempatan tersebut Noordjannah menyampaikan lima strategi dakwah virtual yang harus diperhatikan oleh para mubalighat ‘Aisyiyah. Pertama, konten yang disampaikan harus tepat sasaran, “Jangan sampai dakwah kita di dunia digital terpinggirkan karena kontennya kurang bagus dan tidak mengena.”

Kedua, menggunakan media digital dengan cara yang berkeadaban. Ketiga, Memiliki segmen yang jelas. Keempat, Keempat, memiliki karakter dengan Manhaj Tarjih Muhammadiyah dalam berdakwah dengan muatan burhani, bayani, irfani. Kelima, menjadi dakwah yang bisa menggerakkan yang membuat orang yang mendengarkan dakwah virtualnya ‘Aisyiyah itu tergerak serta membuat orang gembira.

Muhammadiyah ‘Aisyiyah menurut Noordjannah haruslah berdakwah dengan luwes, luas, dan inklusif. Noordjannah menyoroti bahwa dakwah virtual saat ini sangat marak dengan konten-konten yang mengajak kepada kekerasan. Menurutnya kita tidak harus mengikuti berdakwah dengan cara yang keras.

“Karakter Muhammadiyah itu moderat tengahan atau wasathiyah maka menggunakan Manhaj Tarjih Islam Wasathiyah yang berkemajuan itu tidak memberikan sesuatu nahi munkar dengan cara yang keras dan kasar tetapi bagaimana nahi munkar itu mengena dengan cara yang halus yang tetap orang memahami melalui hati dan pikiran, berdakwh dengan cara ahlak karimah.”

Acara dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh Irfan Amalee, pegiat Peace Generation dan juga praktisi media, Asrul Saptono dari TVMu. Irfan Amalee menyebutkan bahwa perempuan memiliki potensi untuk membentuk narasi karena itu ia sangat mendukung upaya ‘Aisyiyah untuk terus menguatkan dakwahnya di dunia digital.

“Para perempuan itu yang paling dominan dan signifikan suaranya dan paling ditunggu untuk membentuk opini, kalau bisa menggiring ibu-ibu itu sebenarnya bisa membentuk dunia termasuk dalam membentuk narasi kita akan punya kans yang lebih luas,” ungkap Irfan Amalee. (Suri)

Exit mobile version