Strategi Pembelajaran IPA SD dengan Etnosains di Masa Pandemi Covid-19

Tauhid Sains etnosains

Foto Dok Ilustrasi Science Week

Strategi Pembelajaran IPA SD dengan Etnosains di Masa Pandemi Covid-19

 Nur Ngazizah,S.Si.M.Pd

Coronavirus disease (COVID-19) merupakan wabah penyakit di luar prediksi yang memiliki dampak sangat besar dalam berbagai sektor kehidupan. Perkembangan virus ini menjalar sangat cepat sampai ke seluruh dunia.Setiap harinya, dunia diberitakan dengan angka kematian yang disebabkan oleh COVID-19. Hal tersebut mempengaruhi kebijakan baru yang harus diterapkan dalam menangani COVID-19, salah satunya kebijakan dalam penanganan pendidikan. Dengan dikeluarkannya Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 pada tanggal 24 Maret 2020 Tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Dalam Masa Darurat Penyebaran COVID-19. Dalam Surat Edaran tersebut dijelaskan bahwa pembelajaran dilaksanakan di rumah dalam jaringan (daring) dengan difokuskan pada pendidikan kecakapan hidup. Dalam masa pandemic covid 19 tentunya membutuhkan stategi pembelajaran yang disesuaikan dengan lingkungan atau budaya peserta didik.

Strategi merupakan pola umum rentetan kegiatan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu . Dikatakan pola umum, sebab suatu strategi pada hakekatnya belum mengarah kepada hal-hal yang bersifat praktis, masih berupa rencana atau gambaran menyeluruh. Sedangkan untuk mencapai tujuan, strategi disusun untuk tujuan tertentu.

Dalam dunia pendidikan, strategi diartikan sebagai “a plan, method, or series of activities designed to achieves a particular educational goal“ (J. R. David, 1976). Demikian juga halnya dalam proses pembelajaran, untuk mencapai tujuan pembelajaran perlu disusun suatu strategi agar tujuan itu tercapai secara  optimal. Tanpa suatu strategi yang cocok, tepat dan jitu, tidak mungkin tujuan dapat tercapai.

Strategi pembelajaran adalah cara-cara yang akan digunakan oleh pengajar untuk memilih kegiatan belajar yang akan digunakan selama proses pembelajaran. Pemilihan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi, sumber belajar, kebutuhan dan karakteristik peserta didik yang dihadapi dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Jadi dengan demikian strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu

Kata etnosains (ethnoscience) berasal dari kata ethnos yang dalam bahasa Yunani berarti bangsa dan scientia yang dalam bahasa Latin berarti pengetahuan (Harefa, 2017). Jadi, etnosains adalah pengetahuan yang dimiliki oleh suatu bangsa, khususnya suatu suku bangsa atau kelompok sosial tertentu (Sudarmin, 2014). Selanjutnya, Khusniati (2014) menyebutkan etnosains sebagai suatu ilmu yang mempelajari bagaimana sains diperoleh berdasarkan budaya yang ada di dalam suatu bangsa. Etnosains lahir dari proses menerjemahkan fenomena yang dialami masyarakat sesuai dengan kepercayaan yang berkembang di lingkungan masyarakat tersebut.

Dewasa ini ilmu pengetahuan dan teknologi semakin berkembang. Penggalian ilmu pengetahuan guna mengembangkan teknologi bersandar pada sains modern (sains Barat). Selain itu, pengembangan tersebut juga hendaknya dilakukan dengan menggali sains asli masyarakat (indigenous science) yang berkembang di masyarakat. Namun, penggalian tersebut haruslah diiringi dengan pemahaman logis agar tidak terjadi salah tafsir yang akhirnya justru melahirkan miskonsepsi pada sains itu sendiri. Di sinilah diperlukan pembelajaran etnosains yang mengajarkan sains yang terkandung pada kearifan lokal yang ada di masyarakat.

Etnosains dapat dipelajari di sekolah melalui pembelajaran sains, yaitu pada mata pelajaran kimia, fisika, biologi, dan IPA secara umum. Harefa (2017) menyatakan pembelajaran sains di sekolah perlu mengajarkan etnosains kepada siswa agar dapat menyeimbangkan antara sains Barat (sains modern) dengan sains asli masyarakat (sains tradisional) menggunakan pendekatan lintas budaya (cross-culture).

Apabila sains modern dapat diajarkan di sekolah secara harmonis dengan sains tradisional, pembelajaran sains akan memperkuat pandangan dan pemikiran siswa tentang alam semesta dan lingkungan sekitarnya sehingga terjadi proses pembelajaran yang bersifat enculturation (inkulturasi). Aji (2017) mengungkapkan bahwa pembelajaran inkulturasi adalah pembelajaran yang dapat menyelaraskan apa sedang dipelajari siswa di kelas dengan pengetahuan budaya siswa sehari-hari.

Pembelajaran etnosains di sekolah yang mampu mengintegrasikan sains modern dan sains tradisional dapat menjadikan proses belajar siswa berjalan efektif. Hal ini dikarenakan siswa diajak memahami lingkungannya secara ilmiah. Jadi, pembelajaran ini bersifat fenomenologi didaktis (didactical phenomenology) yang berarti siswa mempelajari konsep, prinsip, dan materi sains yang bertolak dari berbagai fenomena kontekstual yang sering ditemui di kehidupan sekitarnya. Ini akan menjadikan stigma negatif terhadap pelajaran sains yang dianggap sebagai pelajaran yang sulit dipahami, membosankan, dan menakutkan beralih menjadi stigma positif, yakni pelajaran tersebut menyenangkan, bermanfaat, dan benar-benar ada di lingkungan siswa.

Pembelajaran etnosains relevan dengan landasan filosofi pengembangan kurikulum di Indonesia. Filosofi tersebut menyatakan bahwa pendidikan berakar pada budaya bangsa untuk membangun kehidupan bangsa masa kini dan masa mendatang, siswa adalah pewaris budaya bangsa yang kreatif, serta keberhasilan proses pembelajaran di sekolah sangat dipengaruhi oleh latar belakang budaya yang dimiliki oleh siswa atau masyarakat di mana sekolah itu berada. Dengan demikian, pembelajaran etnosains sesuai diterapkan di sekolah.

Indonesia merupakan negara kesatuan dengan beragam budaya. Oleh karena itu, Indonesia tidak akan kekurangan referensi dalam pembelajaran etnosains. Keragaman tersebut akan menjadikan siswa memiliki banyak pengetahuan. Selain itu, pembelajaran etnosains akan menjadikan siswa semakin mengenal budaya dan kearifan lokal bangsanya sehingga akan memunculkan rasa cinta dan bangga terhadap bangsanya.

Rasa cinta dan bangga ini penting untuk dimiliki generasi muda (siswa) untuk menjaga eksistensi bangsa, mempertahankan jati diri bangsa, dan menjaga kelestarian budaya bangsa. Dengan demikian, siswa kelak dapat menjadi pribadi yang berbudaya dan menjadi agen yang dapat mentransfer budaya ke generasi berikutnya.

Berikut ini berbagai manfaat dari pembelajaran etnosains yang dapat dirasakan oleh siswa berdasarkan berbagai hasil penelitian:

  1. Memperdalam pemanfaatan sumber daya alam dan mengubah persepsi sains asli masyarakat menjadi sebuah sains ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.
  2. Menumbuhkan kecintaan terhadap sains asli masyarakat sebagai bagian dari budaya bangsa yang berimplikasi terhadap konservasi sumber daya alam sekitar dan keseimbangan lingkungan.
  3. Menjadikan pembelajaran yang berpusat pada siswa berjalan efektif karena terjadi proses asimilasi dan akomodasi.
  4. Mendukung siswa untuk memecahkan masalah khususnya yang bersifat kontektual.
  5. Mempermudahan siswa memahami materi sains.
  6. Membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan berpikir kreatif.
  7. Meningkatkan prestasi dan hasil belajar.
  8. Menjadikan siswa memiliki karakter mulia, khususnya karakter yang berakar dari budaya bangsa yang berguna dalam memfilter budaya asing yang tidak sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia.
  9. Menarik perhatian, menumbuhkan minat belajar, dan meningkatkan motivasi belajar siswa.
  10. Mengembangkan rasa cinta tanah air dan bangga terhadap budaya daerah dan nasional.

Selanjutnya, Sudarmin (2014) mengungkapkan ada 3 hal yang perlu dilakukan oleh guru dalam mengembangkan pembelajaran etnosains:

  1. Mengidentifikasi pengetahuan awal siswa tentang sains asli masyarakat (sains tradisional). Hal ini bertujuan untuk menggali konsepsi-konsepsi yang telah dimiliki siswa yang berakar pada budaya masyarakat tempat mereka tinggal.
  2. Menerapkan pembelajaran kelompok. Pembelajaran kelompok cocok diterapkan di kelas karena sesuai dengan kehidupan masyarakat tradisional Indonesia yang senang melakukan kegiatan secara berkelompok. Pembelajaran ini bersifat indigenous (asli).
  3. Menjadi penegosiasi sains modern dan sains tradisional.

Hal ini dilakukan dengan cara :memberi kesempatan kepada siswa untuk mengekspresikan pikirannya; menyajikan contoh-contoh keganjilan (discrepant events) yang menurut sains modern merupakan hal biasa ;menuntun siswa melintasi batas budaya, mendorong siswa untuk aktif bertanya, dan memotivasi siswa agar menyadari akan pengaruh positif dan negatif sains modern dan teknologi yang dihasilkannya.

Penggunaan etnosains dalam pembelajaran sains telah banyak dilakukan, diantaranya yaitu pembelajaran tentang biodiversitas dengan memanfaatkan tumbuhan tradisional dan proses pengolahan lahan (Anwari et all: 2016); dan pembelajaran materi zat aditif makanan dengan memanfaatkan berbagai jenis makanan tradisional dan khas budaya Indonesia (Rosyidah et all: 2013). Pendekatan etnosains dapat diintegrasikan ke dalam berbagai model pembelajaran, diantaranya yaitu: model pembelajaran discovery learning, problem based learning (PBL), project based learning (PjBL), pendekatan construktivisme,constectual learning, dan lain-lainnya.

Implementasi ini menuntut pergeseran model pembelajaran dari pembelajaran berpusat guru ke pembelajaran berpusat peserta didik, dari pembelajaran individual ke arah pembelajaan kolaboratif dan menekankan aplikasi pengetahahuan sains, kreativitas serta pemecahan masalah dalam proses merekonstruksi sains asli (pengetahuan yang berkembang di masyarakat) menjadi sains ilmiah. Selain pergeseran dalam model pembelajaran, implementasi ini juga menuntut pergeseran metode penilaian, dari penilaian konvensional bertumpu pada ujian ke arah penilaian otentik yang menekankan pada penilaian proses, kinerja dan produk belajar.

Pendekatan etnosains dalam proses pembelajaran dapat menjadi kontribusi dan salah satu sarana dalam upaya-upaya melestarikan dan menggembangkan kearifan lokal serta budaya daerah melalui proses pendidikan. Mengintegrasikan kebiasaan, adat istiadat, makanan dan minuman tradisional, tanaman khas daerah, pakaian tradisional, bahasa serta kesenian daerah ke dalam materi-materi pembelajaran tidak hanya akan semakin menambah kekayaan terhadap budaya dan kearifan lokal tersebut namun juga membuat peserta didik memperoleh proses belajar sains yang bermakna.

Dengan demikian, proses pembelajaran sains tidak hanya sebatas transfer of knowledge tetapi juga sebagai transfer of culture. Di sini lah, komitmen, kreatifitas, tanggung jawab dan kerja keras dari para guru, khususnya guru-guru mata pelajaran sains sangatlah penting, mengingat guru-lah yang menjadi ujung tombak dari semua kegiatan dan aktivitas yang terkait dengan proses pendidikan terhadap peserta didik, tak terkecuali di dalamnya termasuk dalam upaya-upaya mencegah dan menangulangi pengaruh negatif perkembangan era globalisasi dan teknologi-informasi terhadap peserta didik sebagai generasi masa depan bangsa Indonesia.

Nur Ngazizah,S.Si.M.Pd, Dosen PGSD UM Purworejo

Exit mobile version