Menebar Ajaran Kasih Sayang Dan Persaudaraan
Oleh Prof DR KH Haedar Nashir, M.Si.
Pada saat berpuasa Ramadhan dan Idul Fitri tampak sekali sikap kasih sayang atau welas asih dan persaudaraan dari setiap muslim terhadap sesama. Mereka mudah untuk memberi infaq, shadaqah, dan jariyah berarapapun baik melalui kotal infaq, lembaga zakat, maupun langsung terhadap mereka yang membutuhkan. Orang Islam juga menunjukkan sikap yang ramah, baik hati, suka menolong, membantu, lemah lembut, dan segala bentuk sikap kasih sayang terhadap orang lain baik kepada sesama seiman maupun kepada mereka 6ang berbeda agama dengan aura gembira. Sikap saling maaf-memaafkan menjadi ciri utama dalam dua momentum ibadah yang setiap tahun dijalani secara rutin oleh umat Islam di sleuruh dunia itu.
Manakala sikap welas asih dan ukhuwah tersebut terus digelorakan pasca Ramadhan dan Idul Fitri maka benar apa yang menjadi misi risalah Nabi, yaitu menyebarkan Islam sebagai “rahmatan lil-‘alamim”. Islam sebagai agama yang menggelorakan rahmat atau kasih sayang terhadap alam semesta, yakni seluruh makhluk Allah di muka bumi dan lingkungannya. Semangat Islam yang mengajarkan kasih sayang dan persaudaraan tentu terpancar dari jiwa, pkiran, lisan, dan peebuatan setiap muslim dalam menyebarkan nilai-nilai kerahmatan Islam untuk alam semesta. Dalam posisi ini maka Muhammadiyah penting untuk memggelorakan nilai-nilai kasih sayang dan ukhuwah yang diajarkan Islam dalam kehidupan umat dan bangsa.
Kasih Sayang dan Ukhuwah
Islam sesungguhnya agama kasih. Nabi bahkan diutus untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam (QS Al-Anbiya: 107), yang mengandung makna menebar kasih sayang yang melintasi. Jangankan terhadap sesama manusia, bahkan tehadap seluruh makhluk ciptaan Allah setiap insan musim niscaya memberi kasih sayang. Dalam salah satu hadisnya Nabi bersabda yang artinya, “Barang siapa yang mengasihi apa yang di bumi, maka yang di Atas akan mengasihimu”. Allah SWT bahkan memihak para hamba-Nya sejauh hamba-hamba itu mengasihi dan membela sesamanua.
Islam juga menjujung tinggi persaudaraan atau ukhuwah, baik dengan sesama mukmin (QS Al-Hujarat: 10) maupun dengan sesama umat manusia (QS Al-Hujarat: 13). Denngan sesama muslim jangan saling bertengkar, merendahkan, ghubah, tazassus, dan sangka buruk. Demikian pula dengan sesama umat manusia lain, termasuk yang berbeda agama, setiap muslim mesti mengembangkan taaruf atau saling mengenal satu sama lain sebagai makhluk Allah. Perbedaan pandangan dan sikap politik baik dengan sesama muslim maupun pihak lain jangan menjadikan umat dan bangsa retak, palagi saling bermusuhan yang membuat kehidupan menjadi saling mengancam dan menghancurkan.
Islam harus membentuk perangai umatnya agar lurus dan lapang hati dalam menghadapi keadaan. Nabi bersabda, ahabbu al-din ila Allah al-hanafiyatu al-samhah, bahwa agama yang paling dicintai di sisi Allah adalah agama yang lurus dan lapang hati (HR Muslim dari Ibn Abbas). Makna sebaliknya, umat muslim jangan menampilkan perangai yang buruk dan kerdil diri. Baik terhadap sesama seiman maupum terhadap mereka yang berbeda agama dan golongan. Tampilkan sikap lurus dan lapang hati sehingga wajah Islam sebagai agama welas asih hadir di hadapan sesama.
Bagi muslim yang baik dan tulus lebih-lebih bagi para ahli ibadah sungguh niscaya menampilkan sikap lapang hati dan welas asih, meski kepada orang yang menzalimi sekalipun. Ikutilah perintah Allah yang utama ini, “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS Ali Imran: 159).
Nabi dengan kekuatan prinsipnya juga memiliki sifat kasih sayang, lemah lembut, penyabar, dan tidak kasar hati. Menurut Al Hasan Al Bashri, sosok sufi ternama, “Berlaku lemah lembut inilah akhlaq Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang di mana beliau diutus dengan membawa akhlaq yang mulia ini”. Mereka yang memiliki sifat membalas keburukan dengan kebaikan tentu memiliki kekuatan ruhani kesabaran yang luar biasa. Menurut mufasir ternama, Ibnu Katsir Abu Fida Ismail, “bahwa yang mampu melakukan seperti ini adalah orang yang memiliki kesabaran. Karena membalas orang yg menyakiti kita dengan kebaikan adalah suatu yang berat bagi setiap jiwa.”.
Kedepankan Ihsan
Kini umat muslim diuji sikap welas asih dan keutamaan akhlaknya, termasuk dalam menebar sikap kasih sayang dan persaudaraan terhadap sesama. Dalam kehidupan sehari-hari akan selalu hadir peristiwa dan keadaan yang membuat insan beriman marah, jengkel, dan masygul hati. Kehidupan di era kini baik karena faktor intenal maupum luar akan hadir berbagai keadaan serba keras dan ragam masalah yang mewarnai kehidupan di mana saja. Sebagai insan beriman tentu diajarkan agar setiap masalah harus disikapi dan dihadapi guna dicari penyelesaiannya. Namun umat muslim mesti memiliki keagungan hati, pikiran, dan tindakan dalam menghadapi kehidupan yang tidak menyenangkan sekalipun. Bahkan marahnya insan beriman mesti berbeda jauh dari mereka yang tidak beriman atau siapapun dia yang tidak menjadikan agama sebagai pedoman hidup.
Perbedaan politik, cara pandang, dan posisi antar anak negeri dalam kehidupan umat dan bangsa di negeri ini tidak diiringi dengan menebar kebencian, persetruan, permusuhan, kekerasan, dan kesewenang-wenangan yang menjadikan kehidupan menjadi kehilangan jiwa welas asih dan kebaikan semesta. Umat beragama, lebih-lebih umat muslim sebagai penduduk mayoritas, niscaya menampilkan uswah hasanah termasuk dalam menebar ajaran welas asih di tubuh bangsa dan negeri tercinta ini. Para tokoh dan elite pun mesti memberi keteladanan dalam menampilkan perangai welas asih dan tidak mengirim pesan-pesan serta ajakan yang garang serta menyebar amarah dan permusuhan. Hentikan memproduksi pesan-pesan yang beraura negatif, buruk, dan marah yang boleh jadi akan diikuti oleh umat yang awam. Peran para tokoh wibawa sungguh mulia dalam meneladankan perangai utama itu. Umat dan warga bangsa di negeri ini sungguh mengikuti para pemimpinnya sebagai panutan diri. Ketika para pemimpin dan elitenya menyebar ajaran welas asih dan ukhuwah, umat pun akan menirunya.
Jiwa kasih sayang dan persaudaraan yang bersih dan lapang menunjukkan kemuliaan setiap insan muslim, bukan kejatuhan atau rendah posisi. Ketika berhadapan dengan orang lain yang berbuat buruk sekalipun, sikap welas asih dan ihsan itu harus tetap dikedepankan untuk membedakan diri selaku muslim dengan lainnya. Allah berfirman, yang artinya: “Tolaklah (keburukan) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.” (QS Fushilat: 34-35). Lalu, kenapa mesti serba garang dan menebar gaduh yang menggerus kasih sayang dan persaudaraan selaku insan muslim yang autentik?
Melalui media sosial masih dijumpai sebagian muslim yang berujar kasar, vulgar, keras, dan menebar aura permusuhan dengan sesama. Baik tehadap sesama muslim, lebih-lebih yang berbeda agama, kuat sekali sikap keras dan mudah menuduh negatif ketika terjadi perbedaan pandangan. Atasnama nahyu munkar gampanh sekali bersangka-buruk terhadap sesama muslim, kasar, dan memberi label yang negatif. Jika sedikit saja bererbeda pendapat atau pandangan maka keluar tudingan-tudingan buruk seakan dirinya paling benar dan Islami. Bukankan Nabi mengingatkan, bahwa sesama muslim itu bersaudara bagaika satu tubuh, yang satu saling menyangga yang lain, jika bagian tubuh itu sakit maka sakitlah sekujur tubuh.
Keadaan mudah menuding buruk terhadap sesama muslim ini manakala terus dikembangkan akan meluruhkan sikap tasamuh atau toleransi dan keragaman, yang memang di tubuh umat Islam sendiri sejak dulu sampai saat ini hingga ke depan akan selalu terdapat kemajemukan paham dan pandangan baik mengenai keagamaan maupun politik dan berbagai aspek lainnya. Jangan ada pihak yang paling merasa sebagai penjaga nahyu munkar dan kebenaran perjuangan Islam. Diperlukan sikap lapang hati termasuk kasih sayang dan toleransi dalam spirit persaudaraan antar sesama muslim dalam keragaman paham, pandangan, afiliasi, dan pilihan-pilihan strategi perjuangan di negeri ini. Jauhkan sikap paling merasa benar sendiri dalam paham, pandangan, dan strategi perjuangan Islam. Berjuanglah dari berbagai pintu masuk dan jangan mereduksi ke dalam satu pandangan dan strategi, yang penting semuanya untuk kejayaan Islam dan umat Islam serta membawa kemajuan bangsa di negeri tercinta ini!
Sumber: Majalah SM Edisi 15 Tahun 2018