YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – “Kita dikejutkan dengan tindakan tidak terpuji yang tidak diajarkan oleh agama apapun, yaitu tindakan pengeboman.” Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah saat menanggapi peristiwa pengeboman yang terjadi di Gereja Katedral Makassar.
“Aisyiyah merasakan kepedihan dari berbagai bentuk peristiwa kekerasan yang terjadi,” lanjut Siti Noordjannah Djohantini dalam kegiatan Silaturahim dan Konsolidasi Nasional Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah pada Sabtu (3/4).
Noordjannah menyampaikan keprihatinannya karena peristiwa yang terjadi juga dilakukan oleh sebagian perempuan dan melibatkan anak-anak. Menurutnya, perempuan dan anak-anak bisa menjadi korban dari bentuk kekerasan yang terjadi di berbagai tempat. Ia juga menyampaikan bahwa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk yang semestinya harus dihargai dan dihormati oleh semua pihak. “Bangsa Indonesia memiliki kekayaan keragaman suku, ras, etnis, budaya, dan agama merupakan sunatullah yang harus dihargai dan dihormati oleh semua warga bangsa.” tuturnya.
Akan tetapi situasi saat ini menunjukkan Indonesia kerap kali dilanda berbagai permasalahan termasuk permasalahan yang memunculkan benih-benih permusuhan atau perseteruan yang beredar melalui medsos seperti hoax, adu domba, saling menghujat atau ujaran kebencian, intoleran. Selain itu juga muncul ananiyah hisbiyah atau egoisme kelompok, bahkan sesama umat Islam juga muncul saling menegasikan yang semestinya saling memperkokoh ikhtiar untuk kemajuan umat.
Oleh karena itu Noordjannah berharap para pemimpin ‘Aisyiyah dapat menjawab permasalahan kebangsaan dengan menjadi sosok pemimpin yang dinamis, transformative, inklusif, responsive, luwes-luas dengan mengembangkan pandangan, sikap, dan tindakan yang berwatak tengahan dengan perspektif Islam wasatiyah (tengahan) berkemajuan.
Pandangan Islam yang wasathiyah-berkemajuan disebut Noordjannah bercirikan sifat tengahan, damai, toleran, menyatukan, membebaskan, memberdayakan, dan memajukan atau disebut beragama yang mencerahkan. “Pandangan wasathiyah juga dicirikan dengan cara beragama yang tidak ekstrem (ghuluw), keras, konfrontatif, takfiri (mengkafirkan), dan merasa paling benar sendiri (fanatik-buta),” tegasnya.
Lebih lanjut Noordjannah menyampaikan bahwa dengan pandangan Islam wasathiyah-berkemajuan maka ‘Aisyiyah dapat memperluas arena dakwah dalam kehidupan keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan semesta secara melintas-batas serta secara khusus menggerakkan dakwah untuk merawat persatuan bangsa dalam orientasi syuhadaa ala-n-nas dan rahmatan lil-‘alamin. (Suri)