JAKARTA, Suara Muhammadiyah – “Upaya kita untuk menampilkan islam yang otentik, Islam yang dibangun dengan ajaran pemahaman yang asli adalah Islam yang menjadi inspirasi untuk menghadirkan kehidupan yang damai dan kesejahteraan hidup manusia, baik kesejahteraan hidup di dunia maupun di ukhrowi, material, spiritual. Inilah yang diangkat oleh Muhammadiyah dengan berbagai ikhtiar dalam berbagai bidang.” Hal tersebut disampaikan oleh Abdul Mu’ti, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah saat menghadiri kegiatan Silaturahim dan Konsolidasi Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah pada Sabtu (3/4).
Pada kegiatan yang dilakukan secara daring dan diikuti lebih dari 2000 pimpinan wilayah dan daerah ‘Aisyiyah ini, Mu’ti menyampaikan bahwa jika berbicara mengenai dunia dan keadaan di tanah air kita, ada sebuah image atau penggambaran terhadap Islam yang secara substansi tidak sama dengan yang diajarkan oleh Islam. Menurutnya, itu menjadi sebuah penggambaran yang menyesakkan dada dan menyulitkan kita, sampai ada sebuah buku provokatif yang terbit pada tahun 2010 tulisan Graham Fuller tentang a world without Islam atau dunia tanpa Islam yang digambarkan betapa dunia itu begitu ketakutan terhadap Islam.
“Itu bisa dilihat dari berbagai penelitian yang menunjukkan ketakutan terhadap Islam di berbagai negara. Ini tidak slalu linier dengan berbaga peristiwa yang melibatkan eksekutor muslim, bahkan akhir-akhir ini juga muslimah, tetapi menggambarkan padastisi yang lain bagaimana dunia islam juga tampil menjadi sebuah kekuatan baru yang sangat diperhitungkan,” lanjut Mu’ti.
Dijelaskan Mu’ti, Fuller dalam buku itu mengkritik masyarakat barat yang senantiasa melihat tindakan kekerasan yang ditunjukkan oleh masyarakat barat itu sebagai sebuah permusuhan Islam terhadap barat. Tetapi Fuller mengkritik bahwa yang dilakukan Islam terhadap barat itu adalah konsekuensi atau akibat dari yang dilakukan oleh barat terhadap muslim. Memang ada level tertentu yang dilakukan untuk perlawanan, tetapi Fuller mengingatkan bahwa barat harus merubah periaku terhadap Islam kalau merak tidak ingin keadaan yang dialami oleh barat bisa menjadi ketakutan dan kecemasan. Di sisi lain, Fuller juga mengkritik islam dan mengingatkan masyarakat barat dan tidak perlu khawatir dengan masyarakat Islam.
“Poin yang akan diangkat bahwa citra islam dan muslim yang berkaitan erat dengan tindakan kekerasan dan islam sebagai agama yang melegitimasi berbagai tindak kekerasan memang tidak sepenuhnya bisa dipungkiri karena ada fakta yang bisa ditemukan di lapangan. Yang terakhir terjadi di Makassar, di mabes polri, kita bisa menyatakan bahwa agama tidak mengajarkan kekerasan tapi mereka yang melakukan kekerasan itu mengatas namakan agama,” kata Mu’ti.
Meski begitu, Mu’ti yakin kita bisa menunjukkan bahwa wadah Islam yang lain sebagai counter narasi atas imajinasi pencitraan islam di ruang publik yang memang tidak membahagiakan dan tidak membanggakan kita. Mu’ti menyampaikan bahwa Wasyathiyah Islam menjadi disrkursus yang tidak hanya menguat dalam kaitan dengan persoalan keagamaan di internal organisasi tapi juga persolahan keagamaan dengan kehidupan di ruang publik.
Wasath dalam hal ini menjadi tuntunan yang mengantarkan manusia menjadi komunitas yang baik, komunitas yang unggul. “Substansi dan isi dari ajaran islam yang terbaik, sempurna, agama yang berisi ajaran seimbang, yang memberikan tuntunan kepada manusia untuk meraih kebahagiaan.” Menurut Mu’ti Idealnya, umat Islam menjadi umat terbaik karena diberikan oleh Allah kelebihan diantara umat yang lainnya termasuk dengan umat yang sebelumya. Sehingga Islam yang Wasyathiyah itu adalah Islam yang ajaran agamanya mengandung kemuliaan dan mengandung tuntunan manusia untuk meraih kemualiaan dalam kehidupan.
“Kalau dikaitkan dengan konsep tadi dengan Wasyathiyah Islam dan dalam kehidupan kita berbangsa dan bernegara ini kehadiran dan uusaha untuk menghadirkan Islam yang Wasyathiyah itu memang menjadi sesuatu yang niscaya bahkan menjadi sesuatu yang mendesak untuk kita lakukan dalam situasi bangsa saat ini,” ujarnya. (Suri)