Menunda Akikah Satu Bulan untuk Buka Bersama di Bulan Ramadan

Menunda Akikah Satu Bulan untuk Buka Bersama di Bulan Ramadan

Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum wr. wb.

Ustadz saya mau tanya, jika anak lahir satu bulan sebelum bulan Ramadan, lebih baik mana, pelaksanaan akikah diadakan segera di hari ketujuh setelah lahir atau satu bulan setelah lahir dengan tujuan supaya mendapat pahala berlipat dengan niat akikah sekaligus mengadakan buka bersama tetangga, saudara dan anak yatim?

Jazakumullah khairan atas jawabannya.

(disidangkan pada Jum‘at, 12 Jumadilawal 1440 H / 18 Januari 2019 M)

Jawaban:

Wa’alaikumussalam wr. wb.

Terima kasih atas pertanyaan yang telah saudari ajukan, semoga saudari selalu berada dalam rahmat dan lindungan Allah swt. Sebelum menjawab pertanyaan saudari, perlu disampaikan bahwa penjelasaan mengenai akikah ini sudah pernah dibahas dalam Fatwa Tarjih pada Rubrik Tanya Jawab Agama Majalah Suara Muhammadiyah No. 23 Tahun 2012. Hanya saja pertanyaannya berbeda dengan pembahasan ini yaitu tentang hukum mengakikahkan diri sendiri dan penyembelihan akikah pada acara kurban, serta dalam buku Tanya Jawab Agama Jilid 4 halaman 233-234 mengenai syukuran yang dimaksudkan sebagai penyahur akikah.

Akikah adalah suatu tuntunan bagi keluarga yang mendapatkan anak dalam rangka bersyukur mendapat nikmat Allah yang berupa keturunan. Akikah memiliki dua pengertian, yaitu pengertian secara bahasa (etimologi) dan pengertian secara istilah (terminologi). Secara etimologi, akikah adalah membelah dan memotong, sehingga hewan yang disembelih pun juga disebut akikah, karena tenggorokannya dibelah dan dipotong. Selain itu, ada juga yang mengartikan dengan rambut yang terdapat di kepala bayi yang baru keluar dari perut ibunya. Adapun secara terminologi syariat, akikah adalah hewan yang disembelih untuk anak yang baru dilahirkan sebagai ungkapan syukur kepada Allah dengan niat dan syarat-syarat yang khusus (ash-Shan’any, Subulus Salam II, Bab al-Aqiqah, hlm. 466).

Selanjutnya, dalil atau dasar hukum akikah dapat dipaparkan sebagai berikut,

عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ سُئِلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْعَقِيقَةِ … مَنْ وُلِدَ لَهُ وَلَدٌ فَأَحَبَّ أَنْ يَنْسُكَ عَنْهُ فَلْيَنْسُكْ … [رواه أبو داود].

Dari Amr bin Syuaib dari ayahnya (diriwayatkan) ia berkata Rasulullah saw ditanya mengenai akikah barangsiapa yang dikaruniai anak dan ingin beribadah atas namanya, maka hendaklah ia beribadah (dengan menyembelih binatang akikah) [HR. Abu Dawud nomor 2842].

Dasar penetapan bahwa akikah adalah tuntunan agama yang seyogyanya dilakukan oleh setiap muslim yang mampu, terdapat dalam hadis Nabi saw mengenai pelaksanaan akikah yang disyariatkan pada hari ketujuh dari kelahiran anak, sebagai berikut,

عَنْ سَمُرَةَ أَنَّ نَبِيَّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ كُلُّ غُلاَمٍ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَّابِعِ وَيُحْلَقُ رَأْسُهُ وَيُسَمَّى [رواه خمسة].

Dari Samurah (diriwayatkan) bahwa Nabi saw bersabda, tiap-tiap anak itu tergadai dengan akikahnya yang disembelih sebagai tebusan pada hari yang ketujuh dan dicukur kepalanya serta diberi nama [HR. Lima Ahli Hadis]

Sedangkan hadis yang menerangkan akikah pada selain hari ketujuh adalah sebagai berikut,

عَنْ عَطَاءٍ عَنْ أُم كُرْزٍ وَ أَبِيْ كُرْزٍ قَالاَ … وَ لْيَكُنْ ذَاكَ يَوْمَ السَّابِعِ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ فَفِيْ أَرْبَعَةِ عَشَرَ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ فَفِيْ إِحْدى وَ عِشْرِيْنَ [رواه الحاكم].

Dari ‘Atha’ dari Ummu Kurz dan Abi Kurz (diriwayatkan) keduanya berkata … hendaklah akikah itu dilaksanakan pada hari ketujuh, jika tidak bisa maka pada hari keempat belas dan jika tidak bisa maka dilaksanakan pada hari kedua puluh satu [HR. al-Hakim nomor 7662].

Hadis ini diriwayatkan oleh al-Hakim dalam kitabnya al-Mustadrak. Oleh para ulama dinyatakan sebagai hadis maukuf, karena tidak sampai kepada Nabi saw (al-Jami‘ lil-Hadis an-Nabawi).

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيْه عَنْ النَبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ العَقِيْقَةُ تُذْبَحُ لِسَبُع وَلِأرْبَعِ عَشَرَةَ , وَلإحْدى وَعِشْرِيْنَ [رواه البيهقي].

Dari ‘Abdullah bin Buraidah dari ayahnya (diriwayatkan) dari Nabi saw bersabda, akikah itu disembelih pada hari ketujuh dan pada hari keempat belas dan pada hari kedua puluh satu [HR. al-Baihaqi nomor 17945].

Hadis riwayat al-Baihaqi yang diriwayatkan dari Abdullah bin Buraidah sebagaimana dijelaskan dalam buku Tanya Jawab Agama Jilid 4 halaman 233-234, dinilai sebagai hadis daif, sebab ada yang melemahkannya yaitu seorang yang bernama Ismail bin Muslim al-Makky.

Dengan demikian dua hadis di atas tentang pelaksanaan akikah lebih dari hari ketujuh tidak dapat dijadikan hujjah, karena dua hadis tersebut daif dan terdapat masalah pada perawinya. Oleh karena itu hadis yang menyatakan bahwa akikah dilaksanakan pada hari ketujuh dinilai lebih kuat sehingga hadis inilah yang dapat dijadikan hujjah dan diamalkan, yakni akikah dilakukan pada hari ketujuh kelahiran bayi.

Sesuai dengan tuntunan hadis di atas, maka jika bayi lahir sebulan sebelum Ramadan hendaknya akikahnya juga dilakukan pada hari ketujuh kelahiran bayi. Sedangkan jika akan melakukan buka bersama dengan tetangga dan anak yatim pada bulan Ramadan, hendaknya dapat dilakukan secara tersendiri sebagai sedekah pada bulan Ramadan, bukan digabungkan dengan akikah bayi yang lahir sebulan sebelum Ramadan.

Wallahu alam bish-shawab.

Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sumber: Majalah SM No 22 Tahun 2019

Exit mobile version