Agama dan Kesehatan Spiritual (2)
Oleh: Wildan, Nurcholid Umam Kurniawan, dan Suwardiman Anwar Huda
Kesehatan Spiritual, Manusia dan Agama
Memang, kesehatan bukan segalanya tetapi tanpa kesehatan segalanya menjadi tidak ada maknanya, health is not everything but without it everything is nothing (Arthur Schopenhauer, 1788 – 1860). Menurut Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik (jasmani), mental (nafsani), spiritual (ruhani) , maupun sosial (mujtama’i) yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Bahwa perkembangan kepribadian seseorang adalah proses spiritual (Maslow, 1997). Spiritualitas dari bahasa Yunani, dari kata spiritus yang berarti menyalakan, membuat terang. Dalam kehidupan, spiritualitas mewujudkan dari dalam upaya mencari makna hidup (the meaning of life). Orang yang beragama Islam, apapun kehidupan maupun strata sosial-ekonominya, hidupnya akan penuh makna (meaningful) jika berusaha dengan sungguh-sungguh mengejawantahkan nilai-nilai (values) yang diajarkan Tuhan lewat Kitab Suci Al-Qur’an dan yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw. implementasinya.
Hukum otak itu use it or loose it, gunakan atau hilang. Kitab Suci Al-Qur’an diwahyukan pertama kali di Bulan Puasa, dengan ayat pertama iqra, perintah membaca atau belajar realitas. Tuhan berharap kepada umat manusia agar naik kelas menjadi Homo Cerebralis (Cerebrum = otak, akal budi) bukan turun kelas menjadi Homo Abdominalis (Abdomen = perut, nafsu makan minum), Homo Pelvicus (Pelvis = pinggul, nafsu seks) maupun Homo Thoracalis (Thorax = dada, emosi-perasaan, rasa miskin, rasa dongkol) .
Perintah iqra dalam Kitab Suci disampaikan Tuhan sebanyak empat kali. Maknanya : 1) Read, bacalah tidak sekedar vokalisasi huruf. Dalam Kitab Suci kata Al-Aql dan Al-Nur (akal dan cahaya) masing-masing sebanyak 49 kali. Maka, agar akal manusia tidak salah arah dan mendapatkan Nur Ilahi, diperintahkan agar membaca dengan atau demi nama Tuhan (QS Al-Alaq [96] : 1), baik bacaan suci yang bersumber dari Tuhan maupun bukan, baik menyangkut ayat-ayat yang tertulis maupun tidak tertulis.
Alhasil, mencakup bacaan suci maupun tidak, alam raya, masyarakat dan diri sendiri; 2) Think, pikirkanlah makna-makna (meaning) atau nilai-nilai (values) yang tercantum dalam Kitab Suci agar manusia menjadi ulul albab (orang yang mempunyai pemikiran yang mendalam); 3) Understand, pahamilah makna dan nilai yang terdapat dalam Kitab Suci dengan menggunakan kalbu atau otak depan (QS Al-A’raf [7] : 179); dan 4) Maintain, jagalah, peliharalah, pertahankanlah segala makna dan nilai yang tercantum dalam Kitab Suci dalam bentuk perilaku yang bernilai di hadapan Allah maupun manusia. Otaklah yang membuat manusia menjadi manusia, it is the brain that makes man a man (Livingstone, 1967).
Menurut Pasiak (2012), Prefrontal Cortex adalah otak yang dianugerahkan Tuhan hanya untuk manusia yang letaknya tepat dibelakang dahi manusia. Oleh karena itu, tulang dahi merupakan tulang tengkorak yang paling tebal karena ibaratnya memberikan perlindungan CPU pada komputer. Fungsi Prefrontal Cortex sangat penting dan meliputi perencanaan masa depan (future planning), pengambilan keputusan (decision making) dan pengendali nilai (value). Manusia yang sehat spiritual adalah manusia yang mampu memfungsikan Prefrontal Cortex-nya. Contoh manusia yang sukses memfungsikan Prefrontal Cortex-nya adalah para Nabi. Oleh karena itu, para Nabi punya karakter sama, yaitu sidiq (lurus), jujur (mengatakan apa yang telah dilakukan) dan berintegritas ( melakukan apa yang telah dikatakannya), amanah (dapat dipercaya), menyampaikan pesan kebenaran (tabligh) dan smart (fathanah).
Menurut Shihab, et al, (2000) Al-Qur’an sebagai kitab suci terakhir dimaksudkan sebagai petunjuk, bukan saja bagi anggota masyarakat tempat kitab ini diturunkan. Tetapi juga bagi anggota masyarakat manusia hingga akhir zaman. Kitab ini memuat tema-tema yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, seperti pola hubungan manusia dengan Tuhan (hablun minaallah), hubungan antar sesama manusia (hablun minannas), dan hubungan manusia dengan alam sekitarnya (hablun minalalam). Juga menjaga hubungan baik dengan diri sendiri, seperti memelihara kesehatan (hablun minafsihi). Dalam agama Hindu ajarannya Tri Hita Karana, menjaga hubungan baik dengan Tuhan, sesama manusia dan lingkungan alam. Agama Islam ajarannya ada empat. Adapun yang keempat menjaga hubungan baik dengan diri sendiri (hablun minafsihi).
Manusia berasal dari kata manu (bahasa Sanskerta) dan mens (bahasa Latin), yang berarti ‘makhluk berakal budi’. Melalui kitab suci Tuhan melakukan pengajaran (transfer of knowledge) dan pendidikan (transfer of values) kepada manusia, agar manusia berperilaku manusiawi, bukan perilaku hewani. Tuhan berfirman :
“Dan sekiranya Kami menghendaki, pasti Kami meninggikannya dengannya, tetapi dia mengekal ke dunia dan menurutkan hawa nafsunya, maka perumpamaannya seperti anjing. Jika engkau menghalaunya dia menjulurkan lidahnya dan jika engkau membiarkannya dia menjulurkan lidahnya juga. Demikian itulah perumpamaannya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka, ceritakanlah kisah-kisah itu agar mereka berpikir.
Amat buruklkah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan terhadap diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barang siapa yang disesatkan Allah, maka merekalah orang-orang yang merugi.
Dan demi sungguh Kami telah ciptakan untuk Jahanam banyak dari jin dan manusia; mereka mempunyai kalbu [otak depan], tetapi tidak mereka gunakan memahami dan mereka mempunyai mata [otak belakang] (tetapi) tidak mereka gunakan melihat dan mereka mempunyai telinga [otak samping] (tetapi) tidak mereka gunakan untuk mendengar. Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai”. (QS Al-A’raf [7] : 176 – 179).
Arti Islam. Menurut Ali (1991), pentingnya agama ini dinamakan Islam, karena menunjukkan hakekat dan esensi agama itu. Arti kata “Islam” adalah “masuk dalam perdamaian”, dan seorang “Muslim” adalah orang yang “membikin perdamaian dengan Tuhan dan dengan diri sendiri, sesama manusia dan dengan lingkungan alam”. Damai dengan Tuhan berarti tunduk dan patuh secara menyeluruh kepada kehendak-Nya, damai dengan diri sendiri antara lain menjaga agar kelak tidak mendapatkan siksa api neraka, damai dengan manusia tidak hanya berarti meninggalkan pekerjaan jelek dan menyakitkan orang lain, tetapi juga berbuat baik kepada orang lain dan menjaga hubungan baik dengan alam antara lain tidak membuat kerusakan di muka bumi. Keempat makna “perdamaian” itu merupakan esensi dari agama Islam. Dengan itu, maka Islam pada asasnya adalah agama perdamian dan ajaran yang pokok adalah keesaan Tuhan dan keesaan seantero umat manusia.
Adalah menjadi tugas Islam untuk menciptakan perdamaian di dunia ini dengan menegakkan persaudaraan semua agama di dunia, menghimpun kebenaran-kebenaran yang terdapat dalam agama-agama yang dulu, membetulkan ajaran-ajarannya yang salah, mengganti yang palsu dengan yang benar, mengajarkan kebajikan abadi yang dulu belum pernah diajarkan karena keadaan-keadaan khusus dari tiap-tiap ras, dan masyarakat dari tingkatan perkembangannya, dan akhirnya mengajarkan tuntunan-tuntunan moral dan spiritual bagi kemajuan umat manusia.
Menurut Nasution (2001), persoalan yang pertama-tama timbul dalam Islam menurut sejarah bukanlah persoalan tentang keyakinan malahan persoalan politik.
Ketika Nabi pindah dari Mekkah ke Yasrib, yang kemudian terkenal dengan nama Medinah yaitu Kota Nabi, di kota ini keadaan Nabi dan umat Islam mengalami perubahan besar. Mereka mempunyai kedudukan yang baik dan segera merupakan umat yang kuat dan dapat berdiri sendiri. Di Medinah Nabi Muhammad bukan lagi hanya mempunyai sifat Rasul Allah, tetapi juga mempunyai sifat Kepala Negara. Ketika beliau wafat, beliau mesti diganti oleh orang lain untuk memimpin negara yang beliau tinggalkan, suatu negara yang daerah kekuasaannya di akhir zaman Nabi meliputi seluruh Semenanjung Arabia. Dalam kedudukan beliau sebagai Rasul, beliau tentu tak dapat diganti. Pengganti beliau sebagai Kepala Negara memakai gelar khalifah, yang arti lazimnya ialah pengganti (succesor, Inggris). Sedangkan arti khilafah adalah jabatan kepala negara.
Bahwa khalifah (pemerintahan, Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali), yang timbul sesudah wafatnya Nabi, tidak mempunyai bentuk kerajaan, tetapi lebih dekat merupakan republik, dalam arti, kepala negara dipilih dan tidak mempunyai sifat turun temurun, tidak mempunyai hubungan darah. Jelas bahwa cara pengangkatan kepala sebagai yang diungkapkan sejarah ini, bukanlah cara yang dipakai dalam sistem kerajaan. Cara ini lebih sesuai untuk dimasukkan ke dalam sistem pengangkatan kepala negara dalam pemerintah demokrasi.
Dari sejarah ringkas, waktu khalifah (pemerintahan) Ali, pada waktu itu telah timbul tiga golongan politik, golongan Ali yang kemudian dikenal dengan nama Syi’ah (syi’ah = partai; syi’atul Ali = partainya Ali), golongan yang keluar dari barisan Ali yaitu kaum Khawarij (mereka berpendapat bahwa khalifah yang melanggar ajaran-ajaran agama wajib dijatuhkan, bahkan dibunuh) dan golongan Mu’awiah, yang kemudian membentuk Dinasti Bani Umayyah dan membawa sistem kerajaan dalam Islam.
Nabi berpesan jika orang telah meninggal dunia agar segera dimakamkan. Nabi sendiri dimakamkan setelah tiga hari beliau wafat (Madjid, 2016). Fatimah puteri Nabi, sampai marah kepada para sahabat, karena jenazah ayahnya tidak segera dimakamkan (Audah, 2003). Hal ini bisa terjadi karena pada saat itu para sahabat sedang sibuk mengikuti “Pemilu” (Pegel mikirin lu), siapakah yang layak menjadi pengganti Nabi selaku kepala negara. Jika tidak ada desakan dari Umar agar segera memilih Abu Bakar sebagai khalifah, bisa jadi Nabi dimakamkan lebih lama lagi. Jadi Nabi pun menjadi korban politik (perebutan kekuasaan) !
Oleh karena itu, jika jaman now ada propaganda khilafah dengan menggunakan narasi-narasi keagamaan untuk pembenaran, jelas motifnya adalah politik (ambisi kekuasaan) ! Bahwa bom bunuh diri itu bukan jihad tapi jahat, bukan amal saleh tapi amal salah, yang dalam bahasa kesehatan adalah perbuatan orang yang tidak sehat ruhani dan tidak sehat mujtama’i ! Bro, bahwa bisa langsung masuk surga itu emangnya punya kenalan orang dalem? Syarat masuk surga adalah iman, amal saleh, ampunan dan rahmat Allah.
Berbuat salah itu manusiawi. Mempertahankan kesalahan itu perbuatan iblis. Sudah tahu itu perbuatan salah dan mengajak orang lain untuk ikut berbuat salah itu perbuatan setan ! Setan itu kata sifat, bukan kata benda. Maka setan dapat berwujud jin atau manusia. Islam adalah agama rahmatal lil ‘alamin, rahmat bagi seluruh alam, bukan rahmatal lil ego–ne dewe. Setan menggoda manusia dari depan, belakang, kanan dan kiri, dengan cara memperpanjang angan-angan dan memperindah perbuatan keji !
Ada satu hal yang menarik, yaitu pujian yang diberikan kepada satu keluarga yang pemurah, sebagai mana tercantum dalam firman Allah : “Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan orang yang ditawan”. (QS Al-Insan [76] : 8). Keluarga itu adalah keluargas Sayidina Ali bin Abi Thalib dan Fatimah puteri Nabi. Mereka menyiapkan makanan untuk berbuka puasa. Tiba-tiba pada hari pertama mampir seorang miskin. Diberinya makanan, atau paling tidak sebagian dari makanan untuk berbuka itu kepada si miskin.
Keesokan harinya mereka memberikan makanan mereka kepada anak yatim. Yang menarik, pada hari ketiga makanan itu diberikan kepada tawanan. Dan ingat kalau tawanan ketika itu pasti non-Muslim. Pada saat itu Tuhan memuji sikap tenggang rasa ini, walaupun pemberian itu tidak tertuju kepada sesama Muslim. Mereka memberikan makanan, sekalipun makanan itu sangat mereka butuhkan. Jadi salah satu substansi puasa adalah menanamkan sikap tenggang rasa. Tenggang rasa bukan hanya kepada sesama Muslim, tapi juga kepada non-Muslim (Shihab, 1997). Selamat Melakukan Ibadah Puasa Ramadhan 1442 H/ 2021 M.
Last but not least, Dengan ilmu hidup menjadi mudah. Dengan agama hidup menjadi terarah. Dengan seni hidup menjadi indah (HA Mukti Ali, 1923 – 2004, mantan Menteri Agama RI).
Wildan, Dokter Jiwa RS PKU Muhammadiyah Bantul
Nurcholid Umam Kurniawan, Dokter Anak, Direktur Pelayanan Medik RS PKU Muhammadiyah Bantul, Dosen FK-UAD
Suwardiman Anwar Huda, S Ag., MSI, Kepala Bina Ruhani RS PKU Muhammadiyah Bantul