Allah Memperkenalkan (34) Nama Khalifah Itu Adam

Allah Memperkenalkan (34) Nama Khalifah Itu Adam

Oleh: Lutfi Effendi

Ramadhan telah tiba, kembali kami tampilkan uraian singkat tentang Al Qur’an sebagai tadarus singkat selama bulan Ramadhan. Tadarus ini, meneruskan tulisan sejenis yang diupload Ramadhan tahun lalu. Moga Bermanfaat.

Pada tulisan kali ini, ditampilkan Qs Al Baqarah ayat 31:

وَعَلَّمَ اٰدَمَ الْاَسْمَاۤءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلٰۤىِٕكَةِ فَقَالَ اَنْۢبِـُٔوْنِيْ بِاَسْمَاۤءِ هٰٓؤُلَاۤءِ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ

wa ‘allama ādamal-asmā`a kullahā ṡumma ‘araḍahum ‘alal-malā`ikati fa qāla ambi`ụnī bi`asmā`i hā`ulā`i ing kuntum ṣādiqīn

Dan Dia ajarkan kepada Adam nama-nama (benda) semuanya, kemudian Dia perlihatkan kepada para malaikat, seraya berfirman, “Sebutkan kepada-Ku nama semua (benda) ini, jika kamu yang benar!” (Qs Al Baqarah 31)

Qs Al Baqarah ayat 31 ini merupakan lanjutan dari Qs Al Baqarah ayat 30 yang memberi informasi tentang penciptaan khalifah, sebagai wakil Allah SwT di muka bumi. Dalam ayat 31 ini Allah menamakan khalifah pertama di muka bumi ini adalah Adam.

Untuk menjadikan Adam sebagai khalifah yang mumpuni, Allah memberi pelajaran ilmu yang bisa digunakan dan dikembangkan untuk mengelola bumi. Ilmu yang tidak diajarkan kepada Malaikat. Bahkan ilmu yang diberikan kepada Adam ini dipertandingkan kepada para Malaikat.

Ilmu yang diajarkan kepada Adam ini adalah ilmu Allah. Dalam Al Baqarah 31 ini ilmu disebut dengan asmā`a kullahā (nama-nama benda semuanya) atau asmā` (nama) saja. Akar kata asmā (nama) ini mengingatkan kita dengan akar kata yang sama dalam ayat pertama Al Fatihah

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

bismillāhir-raḥmānir-raḥīm

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.

Maka ketika menerapkan hadits tentang memulai suatu hal penting dengan basmallah  berarti selain mengucapkan basmallah juga harus menggunakan ilmu Allah dalam melakukan hal yang penting tersebut. Hadits tersebut sebagai berikut:

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُلُّ أَمْرٍ ذِيْ بَالٍ لاَ يُبْدَأُ فِيْهِ بِـ : بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ فَهُوَ أَبْتَرُ

“Setiap perkara penting yang tidak dimulai dengan ‘bismillahirrahmanir rahiim’, amalan tersebut terputus berkahnya.” (HR. Al-Khatib dalam Al-Jami’, dari jalur Ar-Rahawai dalam Al-Arba’in, As-Subki dalam tabaqathnya)

Bukan tidak mungkin, pengajaran ilmu yang diberikan kepada Adam sebagai khalifah ini pengajarannya oleh Allah SwT terus berkembang. Termasuk kepada khalifah-khalifah pengganti Adam berikutnya sampai tugas sebagai khalifah di Bumi tersebut berakhir. Terbukti ilmu-ilmu yang ada di dunia saat ini terus berkembang seiring dengan perkembangan peradaban manusia.

Pengajaran dan perkembangan ilmu ini, sangat terkait dengan organ pokok yang diberikan Allah SwT saat penciptaan manusia. Yaitu organ otak dan mungkin juga hati (qalb). Otak manusia diciptakan oleh Allah SwT sangat istimewa, berbeda dengan susunan otak mahluk lainnya. Otak manusia dengan simpul saraf yang banyak ini mampu mengatur gerak manusia dan menangkap ilmu yang diajarkan oleh Allah SwT lewat berbagai perantara dan otak pun mampu mengembangkan ilmu-ilmu tersebut guna kesejahteraan hidup manusia.

Organ lain yang sangat berpengaruh bagi kehidupan manusia adalah Qalb atau hati, meski tidak menafikkan fungsi organ yang lain dalam tubuh manusia. Sebuah hadits tentang Qalb mengisyaratkan hal yang demikian. Hadits tersebut adalah sebagai berikut:

Dari An Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ

“Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).

Kondisi hati ini sangat berperan bagi kehidupan manusia, baik buruknya manusia tergantung kondisi hati ini, termasuk amaliah yang dikerjakannya juga amat sangat erat hubungannya dengan hati. Tenntang hal hati ini, pernah disinggung dalam Al Baqarah ayat 7 dan ayat 10.

خَتَمَ اللّٰهُ عَلٰى قُلُوْبِهِمْ وَعَلٰى سَمْعِهِمْ ۗ وَعَلٰٓى اَبْصَارِهِمْ غِشَاوَةٌ وَّلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيْمٌ

khatamallāhu ‘alā qulụbihim wa ‘alā sam’ihim, wa ‘alā abṣārihim gisyāwatuw wa lahum ‘ażābun ‘aẓīm

Allah telah mengunci hati dan pendengaran mereka, penglihatan mereka telah tertutup, dan mereka akan mendapat azab yang berat. (Qs Al Baqarah 7)

فِيْ قُلُوْبِهِمْ مَّرَضٌۙ فَزَادَهُمُ اللّٰهُ مَرَضًاۚ وَلَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ ۢ ەۙ بِمَا كَانُوْا

يَكْذِبُوْنَ

fī qulụbihim maraḍun fa zādahumullāhu maraḍā, wa lahum ‘ażābun alīmum bimā kānụ yakżibụn

Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakitnya itu; dan mereka mendapat azab yang pedih, karena mereka berdusta. (Qs Al Baqarah 10)

Al Baqarah ayat 7 terkait  dengan orang kafir, sedangkan ayat 10 terkait dengan orang yang mengaku  beriman tetapi sesungguhnya tidak beriman. Dengan demikian hati kita yang bisa mengantar kepada keimanan pada Allah SwT demikian pula otak kita yang bisa menangkap ilmu Allah mestinya juga bisa mengantar kepada tambahnya iman kepada Allah SwT.

Lalu apa yang bisa kita ambil dari pelajaran di atas?

Manusia sebagai khalifah di muka bumi diberikan ilmu oleh Allah untuk bisa mengelola bumi agar terus ada perbaikan di muka bumi dan tetap terjaganya perdamaian di muka bumi. Karenanya, dalam mengembangkan ilmu jangan sampai ilmu tersebut malahan akan merusak bumi dalam hal penerapannya, apalagi sampai merusak perdamaian. Untuk itu, hati yang penuh keimanan harus terus difungsikan agar dapat memandu kita berbuat amal shalih. Waallahu a’lam bisshawab

Exit mobile version