Filantropi Adalah Solusi
Oleh: Fathin Hammam Dhomiri
Filantropi di ambil dari bahasa Yunani: philein berarti cinta, dan anthropos berarti manusia. difahami sebagai tindakan seseorang yang mencintai sesama manusia serta nilai kemanusiaan, sehingga menyumbangkan waktu, uang, dan tenaganya untuk menolong orang lain.
Filantropi dalam bahasa Indonesia sama dengan kedermawanan, adalah kesadaran untuk memberi dalam rangka mengatasi kesulitan dan meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat secara luas dalam berbagai bidang kehidupannya. Bidang pendidikan, ekonomi, kesehatan, tempat tinggal dan lain sebagainya. Dalam pandangan ajaran Islam, filantropi adalah perbuatan yang sangat mulia, bagian utama dari ketakwaan seorang muslim, perbuatan yang akan mengundang keberkahan, rahmat dan pertolongan Allah, perbuatan yang akan menyelamatkan kehidupan secara luas.
Dalam bahasa arab . Filantropi kadang-kadang disebut al-‘ata’ al-ijtima‘i (pemberian sosial), dan adakalanya dinamakan al-takaful al-insani (solidaritas kemanusiaan) atau ‘ata khayri (pemberian untuk kebaikan). Namun, istilah seperti al-birr (perbuatan baik) atau as-sadaqah (sedekah) juga digunakan.
Dalam Qur’an surah At Taubah (9) ayat 60 dan 103, Surat Al Baqoroh (2) ayat 177 dan 261, Surat Ali Imran (3) ayat 92, 133 dan 134, Surat Al Fathir (35) ayat 29 dan 30 menjelaskan tentang kedudukan filantropi dalam Islam khususnya zakat, infaq dan shodaqoh. Dalam ayat tersebut pengamalan Zakat Infaq Sedekah merupakan bukti dari keimanan dan ketaqwaan seorang hamba kepada Allah (Hablumminallah). Dan juga merupakan wujud cinta kasih sayang seorang hamba kepada sesama mahkluk (hablumminannas) yang membawa konsekwensi positif baik di dunia maupun di akhirat bagi yang mengamalkan.
Dalam Islam, filantropi merupakan Briging antara para agniya dengan kaum du’afa, agar supaya si agniya bisa mendermakan sebagian kecil hartanya kepada para du’afa yang dimotivasi oleh ajaran agama, dimana terdapat keyaqinan bahwa harta yang dikeluarkan tidak akan mengurangi harta yang dimiliki, bahkan akan bertambah dan bertambah serta mensucikan harta yang dimiliki (Q.S 9 : 103).
Karena harta bukan mutlak milik manusia, kepemilikan harta mutlak hanya pada Allah SWT. Dalam hal ini manusia dituntutuntuk membelanjakan hartanya sesuai dengan konsep Islam.
Problematika klasik masyarakat bangsa di berbagai belahan dunia saat ini adalah tingkat kemiskinan yang tiada pernah tuntas, bahkan sebaliknya kemiskinan kian hari kian meningkat baik jumlahnya, menyebar dari masyarakat industri perkotaan ke masyarakat pertanian desa. KebIjakan pemerintah telah banyak digulirkan untuk menanggulangi kemiskinan.
Lemahnya mental kewiraswastaan (enterprenurship) dalam skala usaha besar di kalangan masa pribumi kita berhadapan dengan sangat siapnya warga keturunan Cina memanfaatkan setiap momentum perdagangan skala kecil, menegah dan besar, baik nasional maupun internasional (tahun 1950-an maupun masa orde baru) sebagai hasil pengalaman berusaha dan proses akumulasi dan formasi kapital yang begitu panjang (praktis sejak zaman VOC). (puskas Baznas kemiskinan masyarakat tani Indonesia dan pemberdayaan zakat hal.1)
Keterlibatan pemerintah dalam pengelolaan harta ummat dengan lahirnya UU nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, dan UU RI Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, merupakan angin segar dalam perkembangan Filantropi Islam di Indonesia. Pada masa-masa kolonial dan awal setelah kemerdekaan, filantropi Islam hanya dikelola oleh individu-individu dan sebagian kecil kelompok agama tanpa campur tangan dari pemerintah.
Data dari Pusat Kajian Strategis BAZNAS, potensi Zakat di Indonesia mencapai Rp 233 T pertahun. Sedangkan realisasinya baru Rp 5 T pertahun. Sedangkan potensi Waqaf, menurut Badan Waqaf Indonesia mencapai Rp 2.000 T pertahun dengan tota luas tanah mencapai 420.000 hektar.
Filantropi sesungguhnya adalah ibadah bagian dari ibadah maaliyyah ijtimaiyyah, yaitu ibadah di bidang harta yang memiliki posisi sosial yang sangat penting dan menentukan. Filantropi dalam Islam seyogyanya dijadikan sebagai kebutuhan dan life style (gaya hidup) seorang Muslim. Kekuatan dan kelemahan keimanan dan keislaman seseorang antara lain ditentukan oleh sikap kedermawanan dan kepedulian sosialnya. Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah yang strategis dan kontinyu untuk menguatkan sikap ini, antara lain melalui upaya:
Pertama, terus menerus dilakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat tentang urgensi sikap filantropi dalam meraih kebahagiaan hidup dunia akhirat. Sarana filantropi dalam Islam, seperti kesadaran berzakat, berinfaq, bershadaqah, dan berwakaf memerlukan penguatan dan penaatan dalam pengelolaannya agar mencapai hasil yang diharapkan, yaitu berdampak terhadap kehidupan masyarakat luas.
Kedua, menguatkan peran dan manfaat badan atau lembaga yang bergerak di bidang filantropi, seperti Baznas, Lazismu, dan LAZ yang lainnya agar semakin dipercaya oleh masyarakat dan mudah dijangkau oleh kalangan dhuafa. Ketika lembaga-lembaga tersebut (Baznas dan LAZ) dikelola dengan standar profesionalitas yang tinggi bukan berarti berubah menjadi “lembaga elite” yang serba birokratis dan memiliki jarak dengan kaum mustad’afin. Kualitas SDM, sistem IT yang canggih adalah justru untuk memudahkan pelayanan, baik bagi masyarakat pemberi maupun masyarakat
Ketiga, memperluas pemanfaatan dana filantropi di samping untuk hal-hal yang bersifat konsumtif dan sesaat, juga hal-hal yang bersifat jangka panjang dalam rangka memotong mata rantai kemiskinan, seperti biaya untuk pendidikan, kesehatan, perbaikan ekonomi, penyediaan tempat tinggal yang layak, dan lain-lain.
Keempat, kerjasama dengan berbagai pihak agar gerakan filantropi ini menjadi gerakan bersama yang bersifat masif. Dalam Alquran ditegaskan. ”Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah [9]: 71).
Dalam berbagai literatur menunjukkan peran filantropi Islam, khususnya zakat, infak, sedekah dan wakaf (Ziswah) merupakan solusi dan “instrumen terdepan” – kalau belum dikatakan instrumen utama – dalam upaya mengatasi masalah kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan umat dan bangsa.