Allah Memperkenalkan (43) Adam Tobat
Oleh: Lutfi Effendi
Ramadhan telah tiba, kembali kami tampilkan uraian singkat tentang Al Qur’an sebagai tadarus singkat selama bulan Ramadhan. Tadarus ini, meneruskan tulisan sejenis yang diupload Ramadhan tahun lalu. Moga Bermanfaat.
Pada tulisan kali ini, masih ditampilkan Qs Al Baqarah ayat 37:
فَتَلَقّٰٓى اٰدَمُ مِنْ رَّبِّهٖ كَلِمٰتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ ۗ اِنَّهٗ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ
Fa talaqqā ādamu mir rabbihī kalimātin fa tāba ‘alaīh, innahụ huwat-tawwābur-raḥīm
Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, lalu Dia pun menerima tobatnya. Sungguh, Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang. (Qs Al Baqarah 43).
Adam yang melakukan kesalahan dan masuk golongan yang dzalim oleh Allah diajarkan untuk bertaubat. Adam benar-benar taubat dan taubatnya diterima Allah SwT.
Mengenai taubat Adam as ini, ada sebuah hadits yang mengatakan sebagai berikut:
عَنْ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ لَمَّا اقْتَرَفَ آدَمُ الْخَطِيْئَةَ قَالَ يَا رَبِّ أَسْأَلُكَ بِحَقِّ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ إِلاَّ مَا غَفَرْتَ لِيْ فَقَالَ اللهُ تَعَالى يَا آدَمُ كَيْفَ عَرَفْتَ مُحَمَّدًا وَ لَمْ أَخْلُقْهُ قَالَ يَا رَبِّ لأَنَّكَ لَمَّا خَلَقْتَنِيْ بِيَدِكَ أَيْ مِنْ غَيْرِ وَاسِطَةِ أُمِّ وَ أَبٍ وَ نَفَخْتَ فِيَّ مِنْ رُوْحِكَ أَيْ مِنَ الرُّوْحِ الْمُبْتَدَأَةِ مِنْكَ الْمُتَشَرَّفَةِ بِالإِضَافَةِ إِلَيْكَ رَفَعْتُ رَأْسِيْ فَرَأَيْتُ عَلى قَوَائِمِ الْعَرْشِ مَكْتُوْبًا لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ فَعَلِمْتُ أَنَّكَ لَمْ تُضِفْ إِلَى اسْمِكَ إِلاَّ أَحَبَّ الْخَلْقِ إِلَيْكَ فَقَالَ اللهُ تَعَالى صَدَقْتَ يَا آدَمُ إِنَّهُ لأَحَبُّ الْخَلْقِ إِلَيَّ وَ إِذْ سَأَلْتَنِيْ بِحَقِّهِ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكَ وَ لَوْ لاَ مُحَمَّدٌ مَا خَلَقْتُكَ.
رواه البيهقي في دلائله
Yang artinya kurang lebih:
“Diriwayatkan dari Umar Ibn-ul-Khaththāb r.a., bahwa Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: Manakala Nabi Adam a.s bermunajat kepada Allah SwT. memohon ampunan dengan berwasilah kepada Nabi Muhammad saw Beliau berkata: Ya Allah, demi kemuliaan/keagungan derajat Nabi Muhammad saw di sisi-Mu limpahkanlah ampunan-Mu kepadaku. Seketika Allah SwT. berfirman: Hai Adam, bagaimana engkau bisa mengenal Nabi Muhammad saw padahal Aku belum menciptakannya. Nabi Adam as menjawab: Ya Allah, sesungguhnya Engkau tatkala telah menciptakanku dan memberikun nyawa, aku lihat di sekitar ‘Arasy diliputi kalimat lā ilāha illallāhu, muhammad-ur-rasūlullāh. Aku yakin bahwa sesungguhnya Engkau tidak mendampingkan Asmā’-Mu kecuali kepada makhluk yang paling Engkau cintai. Allah SwT berfirman: Kamu benar hai Adam. Sungguh dia (Nabi Muhammad s.a.w.) adalah makhluk yang paling Aku cintai. Dan karena kamu telah memohon ampunan kepada-Ku dengan berwasilah kepadanya, maka Aku kabulkan permohonanmu. Dan kalau bukan karena dia maka Aku tidak akan menciptakan kamu.
Diriwāyatkan oleh al-Baihaqī di dalam kitāb ad-Dalā’il-nya. Imam Hakim menceritakan hadits yang senada dalam kitab Al Mustadrak.
Pintu taubat ini tidak hanya terbuka untuk Adam tetapi juga untuk seluruh manusia yang berbuat dzalim, termasuk umat Nabi Muhammad saw. Hal ini terlihat dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Iman Muslim:
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
إِنَّ اللهَ يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوْبَ مُسِيْءُ النَّهَارِ ، وَبِالنَّهَارِ لِيَتُوْبَ مُسِيْءُ اللَّيْلِ
“Sungguh, Allah meluaskan tangan-Nya pada malam hari untuk menerima taubat dari hamba yang bermaksiat di siang hari. Dan Allah meluaskan tangan-Nya pada siang hari untuk menerima taubat dari hamba yang bermaksiat di malam hari” (HR. Muslim no.7165)
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:
إِنَّ اللهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَا لمَ ْيُغَرْغِرْ
“Sungguh Allah menerima taubat hamba-Nya selama nyawa belum sampai di kerongkongan” (HR. At Tirmidzi, 3880. Ia berkata: “Hadits ini hasan gharib”. Di-hasan-kan oleh Al Albani dalam Shahih Sunan At Tirmidzi).
Bahkan dalam sebuah hadits shahih disebutkan:
أإِنَّ عَبْدًا أَصَابَ ذَنْبًا فَقَالَ يَا رَبِّ إِنِّى أَذْنَبْتُ ذَنْبًا فَاغْفِرْ لِى فَقَالَ رَبُّهُ عَلِمَ عَبْدِى أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِهِ فَغَفَرَ لَهُ ثُمَّ مَكَثَ مَا شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ أَصَابَ ذَنْبًا آخَرَ وَرُبَّمَا قَالَ أَذْنَبَ ذَنْبًا آخَرَ فَقَالَ يَا رَبِّ إِنِّى أَذْنَبْتُ ذَنْبًا آخَرَ فَاغْفِرْ لِى قَالَ رَبُّهُ عَلِمَ عَبْدِى أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِهِ فَغَفَرَ لَهُ ثُمَّ مَكَثَ مَا شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ أَصَابَ ذَنْبًا آخَرَ وَرُبَّمَا قَالَ أَذْنَبَ ذَنْبًا آخَرَ فَقَالَ يَا رَبِّ إِنِّى أَذْنَبْتُ ذَنْبًا آخَرَ فَاغْفِرْ لِى فَقَالَ رَبُّهُ عَلِمَ عَبْدِى أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِهِ فَقَالَ رَبُّهُ غَفَرْتُ لِعَبْدِى فَلْيَعْمَلْ مَا شَاءَ
“Ada seorang hamba yang berbuat dosa lalu ia berkata: ‘Ya Rabbi, aku telah berbuat dosa, ampunilah aku’. Lalu Allah berfirman: ‘Hambaku mengetahui bahwa ia memiliki Rabb yang mengampuni dosa’. Lalu dosanya diampuni. Dan berjalanlah waktu, lalu ia berbuat dosa lagi. Ketika berbuat dosa lagi ia berkata: ‘Ya Rabbi, aku telah berbuat dosa lagi, ampunilah aku’. Lalu Allah berfirman: ‘Hambaku mengetahui bahwa ia memiliki Rabb yang mengampuni dosa’. Lalu dosanya diampuni. Dan berjalanlah waktu, lalu ia berbuat dosa lagi. Ketika berbuat dosa lagi ia berkata: ‘Ya Rabbi, aku telah berbuat dosa lagi, ampunilah aku’. Lalu Allah berfirman: ‘Hambaku mengetahui bahwa ia memiliki Rabb yang mengampuni dosa’. Lalu dosanya diampuni. Lalu Allah berfirman: ‘Aku telah ampuni dosa hamba-Ku, maka hendaklah ia berbuat sesukanya’” (HR. Bukhari no. 7068).
Namun demikian, tentu tidak boleh main-main berbuat maksiat, main-main berbuat dzalim. Karena bisa saja, ketika kita berbuat dzalim nyawa kita pas dicabut untuk menghadap Allah SwT untuk mempertanggungjawabkan kehidupan kita. Dalam hal ini, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:
الرجلَ ليعمل الزمنَ الطويلَ بعمل أهلِ الجنَّةِ ، ثم يُختَمُ له عملُه بعمل أهلِ النَّارِ ، و إنَّ الرجلَ لَيعمل الزمنَ الطويلَ بعملِ أهلِ النَّارِ ثم يُختَمُ [ له ] عملُه بعمل أهلِ الجنَّةِ
“Ada seseorang yang ia sungguh telah beramal dengan amalan penghuni surga dalam waktu yang lama, kemudian ia menutup hidupnya dengan amalan penghuni neraka. Dan ada seseorang yang ia sungguh telah beramal dengan amalan penghuni neraka dalam waktu yang lama, lalu ia menutup hidupnya dengan amalan penghuni surga” (HR. Al Bukhari no. 2898, 4282, Muslim no. 112, 2651).
Maka teruslah istiqamah menjauhi maksiat dan terus bertaubat kepada Allah, semoga kita dimatikan di atas kebaikan.
Lalu apa yang bisa kita ambil dari pelajaran di atas?
Manusia memang tidak bisa lepas dari kesalahan dan dosa, sebagaimana Nabi Adam telah berbuat demikian. Tetapi selama masih hidup dan nyawa belum sampai ke tenggorokan maka masih ada pintu taubat bagi mereka dari Allah SwT. Tetapi meski mendapat ampunan dari Allah, bisa jadi masih mendapat hukuman di dunia. Sebagaimana Adam telah diterima taubatnya oleh Allah tetapi masih juga menjalani hukuman terusir dari surga. Namun jangan sampai kita menerima hukuman di dunia dan akhirat gara-gara kita tidak minta ampun kepada Allah SwT. Waallahu a’lam bisshawab