Keridhaan Ilahi menjadi Kunci
Oleh: Masud HMN
Saat saya di sekolah dulu diajarkan doa Radhitu billah Rabba Islamii dinaa wabi Muhamadim nabiyyaa wa Rasulaa. (Aku ridha Allah adalah Tuhanku Islam Agamaku dan Muhammad nabi dan Rasul). Doa berisikan kata ridha, rabba, kemudian Islamidinaa, dan rasulaa itu masih teringat sampai kini.
Kata radhitu billahii rabba (aku ridha Allah Tuhanku) telah menjadi kata kunci penting. Sebagai fondasi kehidupan manusia. Terkadang sering keliru dari yang dicari manusia. Yaitu ketika yang di idamkan manusia adalah kebahagiaan lain.
Kebahagiaan yamg semu, fatamorgana bukan ridha Allah. Kebahagiaan yang semu semacam itulah kemudian melahirkan sebaliknya, kekecewaan, keputusasaan.
Lantaran itulah kemudian tujuan hidup berubah. Yaitu kebahagaiaan, diupayakan siang berganti malam untuk meraih bahagia dalam harta dan tahta. Sekali lagi itu kekelirauan besar terjadi. Ternyata ada variable lain yang menentukan kebahagiaan
Maka jadilah kebahagiaan dependent pada harta dan tahta, Intinya semakin banyak harta dan semakin banyak kekuasaan yang dimiliki, serta semakin bahagialah seseorang. Sebaliknya jika sesiapa tak punya harta atau miskin dan mereka yang tidak punya kekuasaan (biasa biasa saja), maka orang tersebut tidak mencapai kebahagiaan.
Akan tetapi logika pikir ini termyata tidak sepenuhnya benar, melainkan kekeliruan besar Ada banyak temuan bahwa yang sukses harta dan tahta tidak bahagia.
Sebuah buku berjudul Panduan Kebahagiaan karya M Iqbal (Bandung. 2019) mendukung paparan di atas. Penulisnya menbentangkan kekeliruan pikir mencapai kebahagiaan dibagi dua macam yaitu kebahgian subjektif dan kebahagian obkjektif. Karena percaya pada kebahagiaan subjektif. Kebahagiaan yang menurutnya yang berdasakan subjektifitas perasaannya, kebagaiaan itu hanya karena harta dan kekuasaan.
Tidak salah kalau banyak terjadi harta dan kekuasaam bukan kebahagiaan yang sejati tetapi diperoleh kekecewaan. Bahkan putus asa.
Dalam salah satu penelitian yang dilakukan oleh Radio Suara Amerika (VOA) terdapat banyak orang di Amerika melakukan bunuh diri. Seperti disiarkan Suara Amerika 10 Juni 2018 pada tahun 2018, ada 812 orang melakukan upaya bunuh diri di Amerika oleh keputusasaan, kecewa berat dalam hidupnya. Padahal mereka adalah para eksekutif kalangan berpunya dan power kekuasaan.
Temuan ini termasuk kebahagaain subjektif bersimbol harta dan kemewahan serta kekuasaan bukanlah kebahagiaan. Memunculkan azab yang menyengsarakan
Kabahagiaan objektif terdapat pada pada ajaran Islam; Yaitu kebahagiaan ada pada bersyukur dan pada keridhaan Ilahi. Secara umum tersimpul dalam doa,
Ya Tuhan kami berilah kami kebahagiaan dunia dan akhirat. Jauhkanlah kami dari azab neraka (Al-Baqarah: 123)
Maka ayat ini memperjelas sesungguhnya kebahagiaan yang hasanah (baik) ada dalam keridhaan dan jauh dari azab.
Kebahagiaan dalam hal ini menjadi dua bentuk yaitu kebahagiaan objektif yaitu kabahagiaan yang disimbolkan dengan keridhaan Ilahi dan dijauhkan dari azab. Keridhaan melahirkan keihlasan, kesabaran ketenangan, dan kertentraman.
Berbeda kebahagiaan subjektif adalah kebahagiaan semu, fatamorgana. Gila pada harta dan tahta adalah logika pikir kebahagiaan subjektif hasil pengaruh hawa nafsu. Pada akhirnya memunculkan kekecewaan,galau kegelisahan dan keputusasaan.
Disinilah menariknya gagasan Rabiah Adabiya, sufi wanita yang amat terkenal. Perempuam kelahiran Basrah Iraq tahun 714 Masehi itu meniti lorong kehidupannya menjadi lajang alias tanpa berkeluarga bagai manusia normal layaknya hingga usianya 87 tahun, Sang sufi legendaris wafat di Basrah Iraq kampung halamnya tahun 801 Masehi, Rabaiah Adabiah meluncurkan gagasan spiritual bermakna, membawa cahaya di cakrawala zaman.
Gagasan itu, di saat dunia zaman itu sedang gairah dengan cinta keduniaaan kemewahan harta, Ia menawarkan keridaahn dan cinta Ilahi. Tawaran aneh dianggap ajaib dan tak relevan.
Namun wanita ini tegar dan kokoh dengan gagasannya. Dia melepaskan cinta dunianya lalu beralih pada cinta fokus pada sang Khalik.
Kebahagiaan baginya adalah keridhaan dan cinta Ilahiah. Konsep kuncinya ridha dan cinta Ketika orang menanyakan bagaimana kebahagiaan diperoleh dia bergumam bertamya balik bagaimana anda akan berbahagia sementara tidak mencari keridhaannya.
Sebagai penutup dari penulis ,rasanya argumen Rabiah Adabiah benar. Harta serta kemewahan tahta hanyalah seolah-olah, atau palsu. Kabahagiaan sejati adalah pasrah penuh ridha dan mencintai Ilahi ketimbang pada yang lain. Kepasrahan yang total. Satu ufuk keridhaan ilahi bermuatan cinta dan kedekaatan. Meminjam puisi Taufik Ismail tentang hubungan sang hamba dan Khalik ungkapan dengan kata “ Engkau dekat aku dekat”.
Sejalan dengan Chairil Anwar penyair Indonesia terkenal, ia pasrah “Tuhan, di pintumu aku mengetuk dan aku tak (akan) bisa berpaling”.
Wallahu ‘alam bissawab
DR Masud HMN, Dosen Pascsarjana Universitas Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta