YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Isu pendidikan yang mendasar dan strategis sekarang ini ialah agama dan kebudayaan dalam Peta Jalan Pendidikan Indonesia (PJPI) 2020—2035. Naskah yang ditulis dalam dokumen berformat power point itu disebut akan dijadikan rujukan untuk merevisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Untuk mengurasi masalah tersebut Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengambangan (Diktilitbang) Pimpinan Pusat Muhammadiyah menggelar Webinar Agama dan Kebudayaan dalam Peta Jalan Pendidikan Indonesia. Menghadirkan tiga narasumber yaitu Prof Azyumardi Azra, CBE, Prof Dr Suyata, dan Prof Dr Zainuddin Maliki, MSi.
Cendekiawan Prof Azyumardi Azra, MA, CBE menyampaikan dari sudut penulisan PJPI sudah bermasalah belum lagi secara substansi juga banyak yang mengkritik. Sejak awal Muhammadiyah terus mengingatkan tentang gonjang-ganjing perumusan PJPI yang melenceng dari konstitusi dan karakter bangsa. “Ini tidak baik untuk pendidikan di masa depan,” tutur Prof Azyumardi Azra, Kamis (29/4/2021).
Menurutnya, Agama, Pancasila, dan kebudayaan merupakan tiga entitas yang berbeda tetapi saling berkaitan. Ketiganya merupakan bagian yang penting dalam rangka memperkuat pendidikan Indonesia sebagai public good (kebajikan publik).
“Tugas negara adalah membangun dan menyelenggarakan usaha-usaha untuk memperkuat kebajikan publik itu, terutama dalam hal pendidikan,” tutur Prof Azra. Salah satu public good dari sudut pemerintah adalah membangun manusia Indonesia yang berkepribadian serta berkarakter termasuk di dalamnya yang beragama, Pancasila, dan berkebudayaan.
Di dalam power point PJPI lebih banyak mengurai berbagai disrupsi (gangguan) yang terjadi dalam lingkungan masyarakat maupun tingkat global terutama hal sosial ekonomi. Maka dengan mengungkapkan berbagai macam disrupsi tersebut maka pendidikan diarahkan sebagai market based education (pendidikan berbasis pasar). Bahkan di dalam nya disebutkan pendidikan sebagai market driven (digerakkan oleh pasar). “Menurut saya ini sangat kacau jika pendidikan itu market driven, jadi ini harus dikoreksi secara total,” imbuh Prof Azyumardi Azra.
Namun, jika tetap ada PJPI diharapkan untuk dilakukan perbaikan. Berbagai hal yang paling pokok yaitu reformasi pendidikan seperti debirokratisasi kampus. Saat ini birokratisasi kampus luar biasa, terutama di kampus negeri yang memperumit kinerja. Kemudian reformasi kurikulum dengan menyederhanakan pengambilan pembelajaran dan mata kuliah dengan mengutamakan yang pokok-pokok. “Jika ini dapat berjalan universitas dapat forkus menjadi institusi yang berbasis penelitian,” tandas Prof Azyumardi Azra. (Riz)