Al-Khaafid, Allah Maha Merendahkan

Al-Khaafid

Ilustrasi Dok Amuba

Asma Al-Khaafid tidak terdapat dalam al-Qur’an dan dalam  Tuhfatul Ahwadzi, kitab yang memberi syarah Al-Jami’ ash-Shahih himpunan hadis Imam at-Tirmidzi yang memuat hadis tentang Asma’ul Chusna (juga kitab Lisanul ‘Arab karya Ibn Mandhur), diberi makna “Merendahkan orang-orang yang sewenang-wenang dan para fir’aun, dalam pengertian merendahkan dan menghinakan mereka, dan merendahkan segala hal yang Dia berkehendak untuk merendahkannya (Ibn Mandhur, 1997: VII, 145).  Dari tafsir al-Qur’an  yang menggunakan kata khafdl dan lawannya (raf’) dengan beberapa shighah (bentuk) untuk menjelaskan beberapa hal, dapat diperoleh makna yang  senada.

Pemahaman makna al-Khaafid untuk kehidupan di dunia (juga akhirat) dapat berangkat dari  ayat: “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan sebagai mukmin, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya  Kami beri balasan kepada mereka sesuai dengan usaha terbaik yang mereka kerjakan” (Q.S. an-Nahl, 16: 97). Memberikan hidup buruk (hayah khabiitsah)  dan memberikan hidup baik (hayah thayyibah)  adalah pelaksanaan dari asma Maha Merendahkan dan Maha Meninggikan dengan mempertimbangkan amal dan keimanan hamba-hamba-Nya sebagai balasan yang setimpal.

Karena itu makna asma Al-Khaafid adalah Maha Merendahkan “mereka yang  beramal buruk dan merusak (tidak saleh) dan tidak menjadi mukmin (memiliki iman yang semu, tidak sejati dan pura-pura)”  di akhirat dengan menempatkan mereka di neraka dan di dunia dengan membuat mereka hidup berperadaban rendah. Kesewenang-wenangan dan fir’aunisme jelas  termasuk pengertian amal dan keimanan demikian, namun bukan satu-satunya. Hal ini karena amal saleh harus berdasarkan ilmu yang ditegaskan sebagai syarat untuk meninggikan derajat semua bidang kehidupan (Q.S. al-Hujurat, 58: 11) dan iman yang sejati adalah iman yang tidak  “memerintahkan keburukan” (al-Baqarah, 2: 93) sehingga berbuah akhlak mulia (hadis Nabi).

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa aktualisasi iman kepada Allah Al-Khaafid, Yang Maha Merendahkan, adalah menghindari kerendahan hidup di dunia dan di akhirat, baik sebagai pribadi maupun kelompok,  dengan amal-aksi  berdasarkan ilmu dan iman sejati  berdimensi akhlak karimah. Apakah sebagai pribadi dan sebagai kelompok kita sudah bertindak sesuai dengan makna keimanan ini? Wallahu a’lam bish shawab. 

Dr Hamim Ilyas, MAg, Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga dan Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah

Sumber: Majalah SM Edisi 5 Tahun 2018

Exit mobile version